Jerman Produksi Baterai Raksasa untuk Listrik Hijau

Pabrik bernama Gigafactory didirikan di Jerman khusus untuk membuat baterai dengan kapasitas penyimpanan energi "raksasa"
Pabrik Gigafactory di Jerman akan memproduksi sistem baterai Li-ion untuk kendaraan komersial dengan total kapasitas hingga 2,5 gigawatt jam. (Foto: dw.com/id - Sebastian Gollnow/dpa/picture alliance)

TAGAR.id - Jerman berambisi perluas penggunaan energi terbarukan. Namun terkendala kurangnya baterai penyimpan yang handal dan berkapasitas penyimpanan besar. Solusinya dengan membangun pabrik pembuat baterai berkapasitas XXL. Miltiades Schmidt melaporkannya untuk DW.

Pabrik bernama Gigafactory didirikan di Jerman khusus untuk membuat baterai dengan kapasitas penyimpanan energi "raksasa." Itulah yang diyakini dibutuhkan manusia sekarang, untuk menjamin penyediaan energi yang berkelanjutan.

Pasalnya, pemasokan energi dari sel surya di belahan bumi utara tidak stabil, dan tidak berfungsi di musim matahari tidak bersinar. Berbeda halnya, jika sebelumnya listrik yang diproduksi sudah disimpan dalam baterai berkapasitas raksasa.

Baterai raksasa untuk menyimpan listrik hijau itu dibuat oleh Tesvolt. Dengan memanfaatkan gabungan pembangkitan dan penyimpanan semacam itu, sebuah desa di Jerman Timur kini mandiri energi dan tidak lagi tergantung pada pemasokan listrik dari luar.

Lukas Mogg adalah pengelola taman tenaga surya. Ia menjelaskan, kalau saat tengah hari matahari bersinar cerah, instalasi berfungsi optimal, dan mereka akan menyimpan listrik yang diproduksi. Namun jika cuaca berawan atau di malam hari, mereka akan menyalurkan listrik keluar dari baterai tempat penyimpanan energi.

Penyimpanan energi berkapasitas besar

Kebutuhan baterai penyimpanan berkapasitas besar kini meningkat drastis di Jerman. Sebuah modul baterai konvensional bisa menyimpan energi listrik 10 kilowatt jam. Itulah volume kebutuhan listrik harian sebuah rumah tangga dengan empat orang penghuni. Namun untuk memenuhi kebutuhan perusahaan dan industri, Tesvolt membuat baterai tempat penyimpanan listrik yang punya kapasitas jauh lebih besar.

Pendiri Tesvolt Daniel Hannemann mengungkap, akibat konflik Ukraina, banyak perusahaan butuh pemasokan energi yang berkelanjutan, yang juga aman dan bisa dibeli di pasaran. "Jadi banyak pelanggan mengontak kami karena butuh tempat penyimpanan listrik." Itu satu-satunya kemungkinan untuk bebas dari jeratan tarif listrik yang terus bertambah mahal, ujar Hannemann.

Jika orang menggunakan listrik tenaga surya selama 20 tahun, begini hitung-hitungannya: tarif 6 sen euro untuk setiap satu kilowat jam listrik tenaga surya, ditambah 10 sen untuk biaya penyimpanannya. Jadi jumlahnya 16 sen per kilowatt jam. Harga energi Itu hanya setengah dari tarif listrik yang umum dari jejaring nasional saat ini.

Masalahnya, penyimpanan energi di dalam bateri biasanya tidak bisa bertahan terlalu lama. Dan sejalan dengan bergulirnya waktu, kemampuan baterai menyimpan listrik juga menurun.

Pada modul baterai penyimpanan konvensional, baterai yang paling lemah dayanya, menentukan kapasitas akumulasi daya dari semua baterai dalam modul. Begitulah hukum fisikanya. Namun itu juga jadi kelemahannya yang paling besar modul baterai konvensional.

Baterai saling mendukung performa

Pada model yang dibuat Tesvolt, justru baterai yang paling kuat dayanya mendukung kinerja baterai yang lebih lemah, sehingga meningkatkan performa secara keseluruhan. Ini keistimewaan Tesvolt, dan oleh sebab itu produk buatan mereka lebih mahal dibanding produk saingannya.

Daniel Hannemann dari Tesvolt mengatakan, lewat cara ini, kami meningkatkan umur hidup baterai hampir dua kali lipat. Dan itulah keuntungannya. Karena klien yang menanamkan investasi dalam instalasi pembangkit lsitrik panel surya atau turbin tenaga angin tidak hanya melakukannya untuk jangka waktu lima tahun, melainkan 20 tahun. Jadi baterai juga harus bisa bertahan selama itu.

Tapi ada masalah lain lagi. Teknologi ini butuh banyak mikrochip. Padahal sekarang masanya kekurangan chip. Untuk bisa memproduksi banyak produk, perusahaan start up itu mengembangkan model penyimpanan yang baru.

Tesvolt bereaksi sangat cepat. Serial modul terbaru buatan mereka bisa mengurangi 80% kebutuhan mikrochip dalam proses pembuatan dan dalam produknya. Jadi mereka tetap bisa berkembang. Dibanding tahun lalu, tahun ini bisnis Tesvolt tumbuh 100 %.

Kebutuhan akan listrik hijau akan meningkat sangat cepat di seluruh dunia. Tapi kapasitas penyimpanan tidak akan berkembang secepat itu. Karena bahan bakunya masih kurang.

Bahan baku jadi masalah

Menurut pendiri Tesvolt Daniel Hannemann, masalah yang terbesar sebetulnya bahan baku baterai butuh logam tanah jarang. Di masa depan kita harus bisa menemukan bahan baku yang lebih mudah didapat untuk generasi sel baterai baru. Sehingga perluasan penggunaan energi terbarukan secara menyeluruh bisa benar-benar dilaksanakan. Jadi bisa memasok bagi Eropa atau sebagiannya, dengan cara mandiri, hijau, harganya terjangkau dan aman.

Natrium bisa jadi bahan baku bagi baterai masa depan. Dalam beberapa tahun mendatang tekniknya juga sudah bisa diterapkan.

Sekarang Tesvolt sudah mendapat pesanan senilai lebih dari 100 juta euro. Beberapa waktu lalu, investor sudah menanamkan tambahan dana dalam start up itu. Sehingga dalam waktu dekat pabrik Gigafactory berikutnya bisa didirikan. (ml/as)/dw.com/id. []

Berita terkait
Produksi Listrik Tenaga Surya dan Bayu serta Baterai Listrik Tumbuh pada 2023
Badan Energi Internasional (International Energy Agency/IEA) memproyeksikan lebih dari 440 gigawatt energi terbarukan dihasilkan sepanjang 2023