TAGAR.id, Texas, AS - Lebih dari 1,2 juta imigran Vietnam tinggal di Amerika Serikat, dan banyak dari mereka menetap setelah perang Vietnam. Baru-baru ini, gelombang baru migrasi Vietnam telah memicu perdebatan di masyarakat mengenai imigrasi dan menjadi salah satu pokok pembicaraan utama pada musim pemilu ini. Elizabeth Lee melaporkannya untuk VOA.
Bagi Hong Pham, kehidupan di Vietnam versus Amerika Serikat di masa lalu bagaikan siang dan malam. “Hidup sangat sulit saat itu. Saya mencari nafkah sebagai tukang becak yang bepergian antar kota di Vietnam Selatan,” jawabnya.
Ketika komunis mengambil alih Saigon pada tahun 1975, Pham dikirim ke kamp khusus di mana ia dilatih menjadi anggota militer Vietnam Selatan. Hong akhirnya hijrah ke Amerika Serikat melalui program kemanusiaan.
Namun kini gelombang orang Vietnam yang tidak memiliki dokumen berupaya memasuki Amerika Serikat melalui perbatasan selatannya. Jumlah yang ditangkap oleh Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan (CBP) Amerika Serikat melonjak dari hanya di bawah 300 pada tahun 2022 menjadi lebih dari 3.000 pada tahun 2023. CBP mencatat lebih dari 3.200 sepanjang tahun ini.
Shandon Phan, seorang pengacara Amerika Serikatketurunan Vietnam mengatakan banyak migran membayar puluhan ribu dolar kepada para penyelundup manusia untuk bisa pindah ke Amerika Serikat dengan melakukan perjalanan berbahaya melalui China, Eropa, dan Amerika Selatan. Fakta ini, menurutnya, memprihatinkan.
“Banyak orang berpendidikan rendah dijejali cerita bohong tentang betapa mudahnya hijrah ke Amerika Serikat. Mereka mempermainkan kehidupan mereka sendiri karena membiarkan diri terjebak dalam perdagangan manusia,” jelasnya.
Imigrasi telah menjadi isu yang hangat diperdebatkan dalam pemilihan presiden Amerika Serikat tahun ini. Imigran Vietnam dan anak-anak mereka ternyata berbeda pendapat soal kebijakan perbatasan Amerika Serikat.
Mereka yang dulu hijrah ke Amerika Serikat karena dipaksa keadaan umumnya tidak bersimpati pada imigran illegal asal Vietnam.
Minh Le, seorang warga Texas mengatakan, “Saya sendiri seorang imigran jadi saya bersimpati dengan para imigran itu. Namun setiap negara mempunyai perbatasannya masing-masing. Orang-orang yang datang ke sini harus mengikuti hukum dan konstitusi. Texas sangat terdampak oleh masuknya migran ilegal, dan sekarang saya khawatir untuk keluar rumah pada malam hari.”
Pham mengungkapkan sentimen senada,“Mereka yang melarikan diri dari komunisme mempunyai alasan yang sah untuk berada di Amerika Serikat. Saya tidak mendukung pemberian suaka kepada mereka yang datang ke sini secara ilegal karena alasan ekonomi.”
Meskipun pandangan Pham serupa dengan pandangan para anggota Partai Republik yang sudah tergolong tua di komunitas Vietnam, generasi muda Amerika keturunan Vietnam yang lahir di AS umumnya tidak sependapat dengan pandangan tersebut.
Jessica Huynh, seorang pengacara, mengatakan, “Ibuku lebih konservatif. Dia salah satu dari orang-orang yang ingin orang-orang datang ke sini secara legal. Dan saya mengerti. Dia mengabaikan kenyataan bahwa semua orang hanya ingin datang ke sini dan memiliki kehidupan yang lebih baik.”
Lana Nguyen yang mengepalai Komunitas Vietnam-Amerika di Austin, Texas, berpendapat senada. “Kapanpun seseorang mempunyai kesempatan untuk berada di sini, mereka akan melakukan apa yang mereka bisa. Saya tidak keberatan dengan hal itu, tapi mereka harus menjadi salah satu dari kami. Membayar pajak dan menjadi warga negara yang baik,” tegasnya.
Para migran yang berhasil sampai di sini hidup dalam ketidakpastian. Mereka berharap mendapatkan pekerjaan dan menunggu apakah presiden berikutnya akan membiarkan mereka tinggal. (ab/uh)/voaindonesia.com. []