TAGAR.id, Jakarta - Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) menghadapi tekanan untuk mengevaluasi ulang bagaimana pihaknya menerapkan biaya atas pinjaman yang diberikan kepada negara-negara yang membutuhkan seperti Ukraina yang dilanda perang.
Ukraina adalah salah satu negara yang meminjam dana paling besar dari IMF.
Tekanan itu muncul ketika lebih banyak negara akan bergantung kepada IMF, sementara harga pangan dan inflasi internasional terus meningkat.
Sejumlah biaya ditambahkan pada pinjaman yang diberikan kepada negara-negara yang banyak berutang kepada IMF.
Wakil Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS), Wally Adeyemo, mengatakan di Aspen, Colorado, AS, bulan lalu bahwa para menteri keuangan dari beberapa negara menyadari bahwa mereka ikut menanggung akibat perang Rusia di Ukraina, terutama dengan naiknya harga makanan.
"Mereka akan perlu mendatangi IMF, mereka akan perlu mencari bantuan," kata Adeyemo.
Namun, sistem biaya IMF bisa berubah lewat legislasi AS. Sebuah amandemen atas UU Otorisasi Pertahanan Nasional, yang dijuluki rancangan undang-undang (RUU) anggaran pertahanan, akan menangguhkan biaya tambahan IMF sementara mereka mempelajari efektivitas biaya itu dan beban yang ditanggung negara-negara berhutang.
RUU itu telah diloloskan oleh DPR AS pada Juli. Senat diperkirakan akan melakukan pemungutan suara atas RUU pertahanan ini pada September 2022. (vm/ft)/Associated Press/voaindonesia.com. []