HRW Sebut Penindasan oleh Negara Meningkat di Asia pada Tahun 2023

Negara-negara itu mengambil langkah-langkah yang semakin berani untuk membungkam para pengkritik di luar negeri
Elaine Pearson, Direktur Human Rights Watch (HRW) untuk Asia. (Foto: voaindonesia.com/Reuters)

TAGAR.id - Berbagai pemerintahan di Asia menjadi lebih represif pada tahun 2023 lalu, didorong oleh keinginan negara-negara Barat untuk mendapatkan dukungan dari negara-negara sekutu yang mungkin bisa membantu menghambat kebangkitan China.

Negara-negara itu mengambil langkah-langkah yang semakin berani untuk membungkam para pengkritik di luar negeri, seperti diebutkan oleh Human Rights Watch (HRW) dalam sebuah laporan baru.

Dalam Laporan Dunia 2024, yang diluncurkan Kamis pagi di New York, kelompok advokasi ini mengkaji situasi hak asasi manusia di lebih dari 100 negara di seluruh dunia selama setahun terakhir, termasuk sebagian besar Asia.

“Pada tahun 2023 kita melihat adanya kemunduran menuju otoritarianisme di berbagai negara di Asia,” kata Elaine Pearson, Direktur HRW untuk Asia, kepada VOA.

“Penindasan telah meningkat dari Afghanistan hingga Vietnam. Pemerintahan yang berkuasa di negara-negara seperti Thailand atau Kamboja mengadakan pemilu pada tahun 2023, namun negara-negara itu menemukan cara untuk memanipulasi proses tersebut untuk mendapatkan hasil yang diinginkan dengan mendiskualifikasi atau langsung menyingkirkan partai atau kandidat oposisi.”

Human Rights Watch menyalahkan negara-negara demokrasi liberal yang sudah mapan di Barat dan Asia. Dikatakan bahwa semakin banyak dari negara-negara itu yang menempatkan kepentingan perdagangan dan keamanan jangka pendek di atas hubungan jangka panjang yang dibangun atas dasar hak asasi manusia. Hal itu dilakukan demi untuk memenangkan persaingan dengan China dan pengaruhnya yang semakin besar di kawasan Asia dan Pasifik.

“Ini soal memastikan bahwa pemerintah tertentu mewakili pasar negara berkembang, namun juga mengakui risiko yang ditimbulkan oleh hubungan ekonomi yang terlalu dekat dengan China,” kata Pearson.

“Jadi apa yang kami lihat adalah bahwa pemerintah-pemerintah (Barat) beralih ke India, Vietnam, Asia Tenggara dan benar-benar berusaha untuk menopang perjanjian perdagangan… dan dengan melakukan hal ini negara-negara liberal tidak memaksakan perlindungan hak asasi manusia seperti yang disyaratkan di tempat-tempat lain,” tambahnya.

Dia mengatakan Australia, Jepang, Korea Selatan dan Uni Eropa juga telah mempraktikkan “diplomasi transaksional” yang sama.

China telah dituduh memburu para pembangkangnya di luar negeri selama beberapa waktu. Tahun lalu, Departemen Kehakiman AS mendakwa 40 anggota polisi China karena diduga mengintimidasi para pembangkang China yang tinggal di AS. China juga membujuk negara tetangganya, Laos, untuk memulangkan seorang pengacara hak asasi manusia pada tahun 2023 dan mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap delapan aktivis dan mantan anggota parlemen yang melarikan diri dari tindakan keras Beijing terhadap gerakan pro-demokrasi yang masih baru di Hong Kong.

Yang lebih mengejutkan adalah dugaan serangan India ke luar negeri pada tahun lalu.

Pada bulan September, Perdana Menteri Kanada Justine Trudeau menuduh bahwa agen-agen pemerintah India kemungkinan besar berperan dalam pembunuhan seorang pemimpin separatis Sikh dan warga negara Kanada tiga bulan sebelumnya di Kanada.

Selain Afghanistan, China, dan India, Human Rights Watch mengatakan kondisi di Myanmar juga mengalami penurunan tajam tahun lalu, di mana militer melakukan kudeta pada tahun 2021 dan hingga kini berjuang untuk melawan perlawanan bersenjata yang gigih. (lt/ka)/voaindonesia.com. []

Berita terkait
Lockdown Covid-19 Mungkin Perparah Penindasan China di Xinjiang dan Tibet
Pihak berwenang China membagi daerah yang terimbas Covid-19 di daerah otonom itu menjadi zona berisiko tinggi, sedang, dan rendah