Hiswana Migas: SPBU Asing Jangan Diberi Ruang Beroperasi di Indonesia

Menciptakan kompetisi yang adil, termasuk penataan kios-kios BBM yang akan dibuka dari Non-Pertamina.
Keberadaan SPBU milik asing yang beroperasi di Indonesia dikawatirkan kios BBM eceran milik rumah tangga gulung tikar. (Foto ilustrasi: Tagar/Ridwan Anshori)

Yogyakarta, (Tagar 25/1/2019) - Akhir-akhir Indonesia diserbu perusahaan bahan bakar minyak (BBM), dengan mendirikan kios eceran maupun SPBU mini non-pemerintah. Sebagian dari mereka dimiliki oleh perusahaan asing dengan meminta izin pendirian, melalui pemerintah daerah (Pemda).

Himpunan Wiraswasta Nasional (Hiswana) Minyak dan Gas (Migas) mengaku prihatin atas hal itu. Mereka meminta kepada Pemda mengeluarkan kebijakan, dengan tidak memberikan ruang kepada pengusaha SPBU Non-Pemerintah.

Ketua Umum DPP Hiswana Migas, Eri Purnomohadi meminta kepada Pemda DIY tidak memberikan ruang gerak kepada SPBU kecil Non-Pertamina beroperasi. Sebaliknya, Pemda harus mendukung pengusaha swasta nasional. 

"Kami berpikir SPBU–SPBU kecil non-Pertamina itu, sebaiknya diberikan ruang gerak yang sangat sempit saja. Pemda harus berpihak kepada pengusaha swasta nasional," kata Eri kepada Tagar News usai Munas Hiswana Migas ke-IX di Yogyakarta, Jumat (25/1).

Munas Hiswana Migas diikuti 493 peserta mengikuti. Munas digelar empat tahun sekali. Tahun ini mengambil tema 'Meningkatkan Sinergi dengan Stakeholder untuk Memenangkan Persaingan'.

Menurut dia, sebaiknya Pemda DIY mengeluarkan regulasi dalam menata dan membendung serbuan perusahaan BBM asing yang ingin membuka usaha kios eceran BBM. 

"Ini (serbuan perusahaan asing) harus diantisipasi untuk melindungi pelaku usaha kecil lokal agar kios BBM-nya tidak tergusur dan gulung tikar," ungkapnya.

Eri mengatakan, isu saat ini pengusaha SPBU nonnasional atau non-Pertamina yang merupakan SPBU asing sudah mulai merambah ke desa-desa. Mereka ingin membangun kios-kios kecil di pelosok desa. 

"SPBU asing boleh bermain dan membuka kios BBM, tetapi harus diatur seperti di wilayah yang sudah ditetapkan," tegasnya.

Dia berharap, Pemda DIY mengeluarkan kebijakan dalam mengatur tatanan usaha penjualan BBM sampai tingkat desa. Penataan mini market ini agar tidak mematikan warung, kios BBM eceran. Dengan kata lain, menciptakan kompetisi yang adil, termasuk penataan kios-kios BBM yang akan dibuka dari Non-Pertamina.

Ketua IV DPP Hiswana Migas Pramudya H Setiawan mengatakan, sebaiknya setiap pemerintah daerah mengeluarkan kebijakan agar pengusaha nasional dan pelaku usaha kecil terlindungi. 

"Kebijakan dirancang bagaimana agar pengusaha asing tidak eluasa mengembangkan usahanya yang bisa merugikan masyarakat," kata dia.

Ketua DPD Hiswana Migas DIY Siswanto menjelaskan, SPBU mini yang mulai merambah di sejumlah daerah harus menjadi perhatian serius. Kebijakan harus dilakulan agar keberadaan SPBU mini tidak terlalu banyak melibatkan asing. 

Selain itu, di tingkat pusat perlu melakukan revisi UU No 22 Tahun 2001 yang berisi usaha di bawah investasi Rp 100 miliar seharusnya dilakukan oleh pengusaha nasional.

Menurut dia, jika usaha yang kecil ditangani oleh asing, ibaratnya pengusaha nasional dianggap tidak mampu. Untuk itu, revisi UU 22/2001 perlu dilakukan agar lebih bisa melindungi keberadaan pengusaha nasional dan rakyat kecil.

Sekretaris Daerah DIY Gatot Saptadi mengatakan, himpunan bisa mengusulkan aturan-aturan kepada pemerintah tentang tata kelola BBM. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah memberikan edukasi kepada masyarakat agar secara sadar dapat melakukan penghematan. 

"Edukasi itu penting, misalnya mengurangi konsumsi BBM dan sosialisasi gerakan hemat energi serta mendorong pengembangan energi baru terpadu," jelasnya. []

Berita terkait
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.