Hasto Bocorkan Syarat Menjadi Menteri Jokowi

Sekjend PDIP Hasto Kristiyanto bocorkan syarat menjadi menteri Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Sekjend PDI Perjuangan Hasto Kristianto saat memberikan keterangan pers di Yogyakarta, Jumat 21 Juni 2019 (Foto: Tagar/Ridwan Anshori)

Yogyakarta - Sekretaris Jenderal (Sekjend) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto membocorkan syarat untuk menjadi menteri yang akan mengisi kabinet periode ke dua Presiden-Wakil Presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

Hasto tidak mempermasalahkan menteri berasal dari partai mana pun, baik dari dalam koalisi maupun luar koalisi pada Pilpres 2019 lalu.

"Tak masalah dari mana partainya, (dari) koalisi atau luar koalisi. Yang penting, sosok menteri adalah orang-orang yang mengetahui seluk beluk dan ikhwal kementerian yang dipimpinnya," jelas Hasto saat menghadiri Rakerda PDI Perjuangan DIY di Yogyakarta, Jumat 21 Juni 2019.

Berita sebelumnya: Grace Natalie, Calon Menteri Milenial Jokowi

Menurut dia, tugas menteri bukan pekerjaan yang ringan. Menteri adalah benteng yang sepenuhnya mewujudkan program kerja presiden dan wakil presiden.

Hasto menggarisbawahi, menteri yang akan membantu Presiden Jokowi harus memiliki ideologi nasionalis yang kuat.

"Menteri juga harus punya jiwa Pancasila dan ber-Bhinneka Tunggal Ika, setia pada NKRI serta mematuhi konstitusi," tegasnya.

Dia mengungkapkan, syarat menjadi menteri Jokowi lainnya yakni memiliki kemampuan teknokratif, kepemimpinan yang transformatif.

Hal ini diperlukan agar kementerian yang dipimpinnya mampu menjalankan program-program yang pro rakyat.

Hasto tidak menampik sudah menyiapkan kader partai pimpinan Megawati Soekarnoputri sebagai menteri Jokowi.

Berita sebelumnya: Fadli Zon dan Fahri Hamzah Jadi Menteri Jokowi?

"Meski (memilih menteri) hak prerogatif presiden, kita tetap menyiapkan kader terbaik untuk masuk kabinet," ungkapnya.

Untuk penyusunan kabinet, tentu melibatkan Ketua Umum PDIP. Menyusun menteri tidak boleh sembarangan. Kemungkinan tanpa melibatkan orang-orang di luar koalisi.

Alasannya, kata dia, kekuatan koalisi yang berhasil meraih 60,7 persen kursi di parlemen sudah cukup bagi pemerintah untuk menjalankan pemerintah yang stabil dan efektif. 

"Tentu dibutuhkan komunikasi dan konsolidasi tingkat tinggi," imbuhnya. []

Berita terkait