GMKI: Perlu Badan Urusan Pemuda yang Langsung di Bawah Presiden

Ketua Umum GMKI Korneles Galanjinjinay mengatakan pemerintah harus membentuk badan khusus urusan pemuda yang langsung berada dan bertanggungjawab kepada Presiden.
Ketua Umum GMKI Korneles Galanjinjinay bersama beberapa perwakilan organisasi pemuda saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang di pimpim oleh Wakil Ketua II Komite III DPD RI Dr. dr. Delis Julkarson Hehi MARS (Perwakilan Sulawesi Tengah), di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Rabu (21/11) lalu. (Foto: Istimewa)

Jakarta, (Tagar 24/11/2018) - Ketua Umum GMKI Korneles Galanjinjinay mengatakan pemerintah harus membentuk badan khusus urusan pemuda yang langsung berada dan bertanggungjawab kepada Presiden.

Hal ini disampaikan Korneles karena saat ini pemerintah cenderung setengah hati mengurusi pemuda. "Tidak ada fokus dan keseriusan untuk lebih maksimal (dari pemerintah) karena lembaga-lembaga negara dan UU yang mengatur urusan pemuda saja masih tumpang tindih dan belum disinergikan secara baik," ucap Korneles dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU)  Komite III DPD RI yang dipimpin Dr. dr. Delis Julkarson Hehi MARS (Perwakilan Sulawesi Tengah) dengan perwakilan organisasi pemuda, Rabu (21/11) lalu, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.

Korneles menyampaikan negara tidak boleh main-main dalam mengurusi pemberdayaan dan pengembangan pemuda karena di pundak pemuda masa depan bangsa ini akan diletakkan.

“Kalau pemuda itu penting dan strategis bagi masa depan bangsa dan negara, maka pemerintah harus serius menangani masalah-masalah pemuda,” tegas Korneles.

Dia menambahkan selama ini kementerian dan badan terkait urusan pemuda belum maksimal mengeksekusi masalah-masalah pemuda karena tidak ada koordinasi dan singkronisasi program-program yang cocok untuk pendidikan dan pengembangan pemuda. 

“Untuk itu harus ada badan khusus urusan pemuda langsung dibawa Presiden. Selama ini kementerian dan badan terkait urusan pemuda belum maksimal mengeksekusi masalah-masalah pemuda,” ujar Korneles. 

Salah satu permasalahan pemuda, kata Korneles, ada pada UU yang tumpang tindih, seperti yang dimaksudkan di UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang mengatakan rentang usia yang disebut sebagai anak adalah usia 18 (delapan belas) tahun ke bawah. Sementera UU Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan yang mengatakan rentang usia yang disebut sebagai pemuda adalah 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun. Artinya secara konseptual, anak usia 16-18 tahun masuk ke dalam 2 (dua) kategori sekaligus, yaitu sebagai anak sekaligus juga sebagai pemuda.

Selain persoalan konseptual di atas, ada pula persoalan objektif yang dihadapi para pemuda. Antara lain, tantangan globalisasi dan perkembangan teknologi informasi digital, masalah narkoba dan ketergantungan obat terlarang, tentang keterbatasan peran organisasi kepemudaan (OKP) dalam pelayanan urusan kepemudaan, dan yang terakhir adalah tentang pelayanan urusan kepemudaan lintas sektor belum sinergi.

Era globalisasi secara otomatis menuntut kualitas SDM usia produktif (pemuda) harus lebih baik lagi. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) bulan Agustus 2017, tenaga kerja lulusan SMP sebanyak 21,72 juta orang atau 17,95 persen, Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 21,13 juta orang atau 17,46 persen, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebanyak 12,59 juta orang atau 10,40 persen, Diploma I/II/III sebanyak 3,28 juta orang atau 2,71 persen, dan Universitas sebanyak 11,32 juta orang atau 9,35 persen. Sedangkan angka terbesar adalah lulusan SD mencapai 50,98 juta orang atau 42,13 persen. Maka diduga sukar jika tidak ada perbaikan signifikan untuk pemuda menghadapi globalisasi yang berbasis kompetensi dan profesionalitas. Sedangkan secara kuantitas, Indonesia sangat di untungkan di 2020-2030, yang kita sebut sebagai bonus demografi.

Pada persoalan narkoba dan obat-obatan terlarang, diperkirakan ada ekitar 27,32 persen pengguna narkoba di Indonesia berasal dari kalangan pelajar dan mahasiswa. Angka tersebut kemungkinan meningkat kembali karena beredarnya sejumlah narkotika jenis baru. Narkoba akan menghancurkan masa depan, membangun eskalasi kriminalitas, melumpuhkan kompetensi pemuda dan meningkatnya penyebaran penyakit HIV/AIDS.

Sedangkan pada persoalan terakhir mengenai keterbatasan peran organisasi kepemudaan (OKP) dan belum bersinerginya pelayanan urusan kepemudaan lintas sektoral, mengakibatkan pemberdayaan dan pengembangan potensi serta kompetensi pemuda stagnan. Belum lagi soal penurunan keteladanan dan moralitas pemuda. Banyak pemimpin muda yang akhirnya malah terjerat kasus korupsi dan kasus hukum lainnya. []

Berita terkait
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.