GMKI: Lawan Radikalisme-Terorisme, Jangan Politisasi Persoalan SARA

GMKI: lawan radikalisme-terorisme, jangan politisasi persoalan SARA. “Jangan memutar-balikkan fakta yang terjadi di Rutan Mako Brimob demi kepentingan kelompok masing-masing,” kata Sahat Martin Philip Sinurat.
Warga dari berbagai latar belakang dan lintas agama mendoakan anggota Polri yang gugur dalam insiden Mako Brimob. Para simpatisan mendukung Polri memerangi kejahatan terorisme. (Foto: Ant/Sigid Kurniawan)

Jakarta, (Tagar 11/8/2018) - Menyikapi peristiwa kerusuhan di Rutan Mako Brimob pada Kamis (8/5/2018) malam yang menelan korban jiwa, Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) mendesak semua pihak untuk tidak memutar-balik fakta yang terjadi demi kepentingan kelompok masing-masing.

“GMKI mendesak semua lapisan masyarakat, terkhusus para pemimpin publik, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan para politisi untuk tidak memutar-balik fakta yang terjadi di Rutan Mako Brimob, serta tidak lagi melakukan politisasi terhadap persoalan SARA dan tidak menyampaikan ujaran kebencian baik di forum tertutup maupun terbuka, baik di ruang publik ataupun di tempat ibadah,” ujar Ketua Umum PP GMKI Sahat Martin Philip Sinurat dalam pernyataan sikap GMKI yang diterima Tagar, Jumat (11/5/2018).

Dia menyebutkan, politisasi persoalan SARA dan ujaran kebencian menjadi benih radikalisme yang dapat meningkatkan potensi terorisme dan perpecahan di tengah masyarakat Indonesia yang heterogen.

“GMKI mengharapkan adanya evaluasi terhadap upaya deradikalisasi para narapidana teroris. Bentrokan di Rutan Mako Brimob, terkhusus penganiayaan yang tidak manusiawi terhadap para polisi yang disandera, menunjukkan bahwa masih banyak tahanan yang berpaham radikal dan mereka akan sangat berbahaya jika menyelesaikan masa tahanan dan kembali hidup bebas di tengah masyarakat,” ujarnya.

Pertemuan Nasional

GMKI secara khusus mendesak seluruh organisasi mahasiswa, pemerintah pusat melalui Kemenristekdikti dan Kemendikbud, pimpinan perguruan tinggi, serta pimpinan lembaga agama untuk melakukan Pertemuan Nasional membahas langkah pencegahan terhadap penyebaran paham-paham radikal di dalam kehidupan sekolah dan kampus.

“Pernyataan Kepala BIN yakni adanya 39% mahasiswa yang terpapar paham-paham radikal harus segera diantisipasi karena kondisi ini sangat memengaruhi masa depan bangsa dan negara Indonesia,” ungkap Sahat.

Dalam kesempatan itu, Sekretaris Umum PP GMKI Alan Christian Singkali menyebutkan, GMKI merasakan dukacita yang mendalam dan turut berbelasungkawa atas gugurnya lima anggota kepolisian dalam bentrokan dengan napi teroris di Rutan Mako Brimob.

“Lima putra terbaik kepolisian yang gugur dengan cara yang sadis menjadi pengingat bagi rakyat Indonesia bahwa terorisme dan radikalisme adalah musuh yang tidak bisa ditolerir dan harus kita lawan bersama,” ujar Alan Christian Singkali.

GMKI, kata Alan, akan selalu mendukung Pemerintah, Polri, dan TNI dalam upaya menghadapi terorisme dan radikalisme serta mengapresiasi pihak kepolisian yang tidak terpancing walaupun lima anggotanya diketahui gugur dengan cara yang sangat sadis.

“Penanganan konflik dengan cara soft approach ini adalah langkah reformasi kepolisian dan akan sangat baik jika dapat dilakukan oleh seluruh aparat kepolisian dan TNI di semua daerah di Indonesia saat menghadapi potensi konflik apa pun seperti konflik agraria dan lainnya,” ujar Alan.

GMKI meminta segenap masyarakat terkhusus generasi muda untuk semakin intens menjalin hubungan yang harmonis lintas organisasi, suku, agama, dan golongan. Sehingga generasi muda dapat menjadi contoh bagaimana harus selalu berupaya merajut dan mengikat tali persaudaraan sebagai satu bangsa yang hidup senasib dan sepenanggungan.

GMKI mengingatkan kembali bahwa terorisme dan radikalisme adalah wabah yang sangat berbahaya dan harus dilawan dengan cara yang sistematis, komprehensif, dan berkesinambungan. Perlu adanya integrasi kebijakan dan kerjasama di antara lembaga negara dan non negara dalam merencanakan langkah-langkah konkret menghadapi gerakan radikalisme dan terorisme.

GMKI mengungkapkan, saat ini adalah masa yang sangat penting bagi kelanjutan peradaban Indonesia, apakah Indonesia akan terpecah-belah karena paham radikalisme, ujaran kebencian, dan politisasi SARA, atau rakyat Indonesia dapat tetap bersatu dengan berlandaskan pada Pancasila dan prinsip Bhinneka Tunggal Ika.

“Maka teriakan dan tindakan lantang harus selalu dinyatakan. Rakyat Indonesia tidak takut dengan terorisme! Rakyat Indonesia akan melawan radikalisme, terorisme, politisasi isu SARA, dan ujaran kebencian!” demikian pernyataan sikap PP GMKI. (yps)

Berita terkait
0
Indonesia Akan Isi Kekurangan Pasokan Ayam di Singapura
Indonesia akan mengisi kekurangan pasokan ayam potong di Singapura setelah Malaysia batasi ekspor daging ayam ke Singapura