Fenomena Pamer Kesombongan di Media Sosial

Menyombongkan diri di media sosial memang menjadi kebiasaan bagi orang-orang yang membutuhkan perhatian lebih.
Ilustrasi. (Foto: Pixabay)

Jakarta - Menyombongkan diri di media sosial memang menjadi kebiasaan bagi orang-orang yang membutuhkan perhatian lebih. Seiring perkembangannya kegiatan itu kemudian disebut humblebrag

Lantas, kapan istilah humblebrag mulai muncul dan apa faktor yang memengaruhinya.

Mendiang Harris Wittels, produser serial Parks and Recreation yang pertama kali mengucapkannya. Istilah humblebrag pertama kali muncul di media tahun 2002. Kini, istilah tersebut sudah masuk dalam kamus bahasa Inggris.

Merriam Webster mendefinisikan sebagai pernyataan atau rujukan yang kelihatannya sederhana, kasual, atau mengkritik diri, padahal dimaksudkan untuk menarik perhatian akan kualitas atau suatu pencapaian yang mengagumkan atau mengesankan. Sederhananya, merendahkan diri untuk meningkatkan mutu. Bisa juga pamer terselubung.

Harvard Business School adalah intitusi yang pertama kali melakukan penelitian ilmiah tentang fenomena humblebrag lewat sebuah studi. Pada dasarnya, tidak ada orang yang menganggap humblebrag itu menyenangkan. Temuan tersebut kemudian dipublikasikan belum lama ini dalam Journal of Personality and Social Psychology.

"Ini adalah fenomena umum. Kita semua kenal beberapa orang dalam kehidupan kita, baik di media sosial maupun di tempat kerja, yang melakukan hal menyebalkan ini," ujar penulis studi Ovul Sezer, PhD.

Sezer dan tim melakukan serangkaian eksperimen yang menguji seberapa umumnya humblebrag. Dari 646 orang yang disurvei, sebanyak 70 persen pernah mendengar humblebrag.

Kalau dikira, merendah untuk menyombongkan diri adalah sikap terbaik, tetapi justru sebagai usaha untuk menampilkan citra diri yang terlihat positif, humblebragging ternyata sama sekali tidak efektif. Begitu kesimpulan para penulis studi lain, Francesca Gino, PhD, Michael I. Norton, PhD, dari Harvard Business School.

"Orang tidak suka saat orang lain humblebrag, sebab mereka merasa itu tidak tulus," kata Sezer.

Pasalnya, ketulusan adalah dimensi kritis dari evaluasi sosial. Ini dipandang sebagai hal mendasar bagi identitas orang. Artinya, orang-orang sebenarnya peduli tentang seberapa tulus atau palsunya sikap Anda. Faktanya, orang lebih menghargai ketulusan orang lain, bahkan di atas kompetensi dan sikap hangat.

Sezer menngungkapkan ada dua masalah yang muncul ketika seorang melontarkan perkataan humblebrag. Pertama, orang bisa melihat pembual, dan mereka tidak menyukainya. Kedua, mereka bisa melihat usaha untuk menyembunyikan sekaligus memamerkan hal lain, ini dikenali sebagai tindakan palsu.

Lantas, mengapa masih ada orang yang melakukannya?

Menurut Sezer, karena pada dasarnya orang ingin menyoroti kualitas positif diri sendiri tanpa terlihat sombong. Dengan melemparkan keluhan atau ekspresi kerendahan hati, orang berharap usahanya tepat sasaran. Bisa mempromosikan diri sambil mengutarakan ketidakmampuan.

Susan Krauss Whitbourne, Ph.D,, seorang profesor psikologi di University of Massachusetts, pernah memberikan penjelasan lain soal mengapa orang melakukan humblebrag. Saat bertatap muka, kita bisa melihat reaksi orang terhadap kita yang menyombongkan diri. Namun, di media sosial, kita tak punya kemewahan itu.

Bahwa, mungkin kita secara sadar atau tidak mencoba untuk menetralisir citra diri yang berpotensi dianggap egosentris, narsistik, atau keduanya. Caranya dengan menjebak orang, menyombongkan diri sambil mencela diri sendiri dengan harapan teman di media sosial tidak mengenalinya sebagai upaya menyombongkan diri atau paling tidak tidak tersinggung karenanya.

Begitu juga, Fabio Rojas, Ph.D., asisten profesor sosiologi di Indiana University berpendapat orang kerap merasa canggung akan pandangan orang terhadap kita. Sebab, membubuhi unsur yang kurang baik tentang diri kita sendiri dapat membuat kita jadi lebih santai.

Karena alasan-alasan itulah, humblebragging ibarat bumerang justru bisa menyerang balik orang yang melakukannya. Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa orang mungkin mengalami emosi positif saat mempraktikkan humblebrag.

Apa yang sebaiknya dilakukan saat mendengar orang melontarkan ucapan humblebrag?

Menurut Sezer, respons yang tepat adalah tak usah bereaksi berlebihan. Biarkan saja dia berucap, karena ada waktunya, kita juga mungkin akan melakukannya. Sesungguhnya, humblebrag, entah yang terselubung dalam keluhan atau rasa malu terbukti tidak seefektif jika seseorang langsung menyombongkan diri.

Kecuali, ada orang lain yang bersedia berucap tentang betapa hebatnya anda. Itu baru memperlihatkan betapa istimewanya Anda tanpa menyombong.

"Jika Anda ingin mengumumkan sesuatu, langsung saja bicara menyombongkan diri apa adanya. Setidaknya Anda bisa mempromosikan diri dan mendapatkan hasilnya dengan tulus, daripada kehilangan semua. Tidak bisa menyombong dan dianggap menyebalkan," ujar Sezer.

Baca juga:

Berita terkait