'Cuan' Joni Stempel yang Meroket Musiman..

Di luar musim tahun ajaran baru dan ‘musim’ mark up itu, di hari-hari biasa paling pembeli meminta dibuatkan stempel untuk keperluan peminjaman ke bank dan biasanya yang paling banyak itu tenaga marketing bank yang meminjamkan uang (pinjaman) ke masyarakat.
Bisnis stempel ini ada waktunya untung dan tidak untung. Waktu panen bisnis ini biasanya di tengah tahun yaitu, di ajaran baru karena biasanya warga membutuhkan stempel dari kelurahan atau instansi terkait untuk membuat Surat Keterangan Tidak Mampu. (Fit)

Bandung, (Tagar 23/4/2018) - Usaha stempel sebenarnya bukan usaha baru. Namun demikian, kendati tergolong usaha lama tidak banyak yang tertarik menggeluti usaha ini karena anggapan cuan atau keuntungan dari bisnis ini kurang menjanjikan.
 
Namun siapa sangka jika “cerdik” mau menerima orderan stempel yang ilegal, bisnis ini ternyata menguntungkan terutama dapat meraup untung banyak di pertengahan dan di akhir tahun.
 
Joni Stempel, Bisnis Coba-Coba
Salah satu pelaku usaha stempel di kawasan Jalan Banceuy Kota Bandung, Joni yang berusia kurang lebih 55 tahun, telah menggeluti bisnis stempel ini puluhan tahun. Joni atau lebih dikenal dengan Joni Stempel, mengakui apabila usaha ini cukup menguntungkan.

Studio Sederhana Joni StempelStudio Sederhana Joni Stempel. Dari dapur produksi yang sangat sederhana ini, Joni Stempel menghidupi anak istrinya. ”Yang penting masih bisa makan, dan anak-anak saya bisa sekolah sampai ke perguruan tinggi,” tegasnya. (Fit)
 
Joni bercerita, usahanya ini dirintis sudah lama atau bisa dihitung sudah berjalan 20 tahun. Usaha ini diawali oleh ketidaksengajaan dirinya atau awalnya hanya mencoba-coba karena waktu itu dirinya sulit mencari kerja. Awal dirintisnya usaha stempel ini diakuinya dimulai sekitar 1990-an dengan modal kurang lebih Rp 15 juta dan satu kendaraan operasional mobil jenis Carry lama yang dijadikan toko berjalan.
 
Modal Rp 15 juta ini dia pergunakan untuk peralatan usahanya salah satunya, karet stempel, tinta stempel dan lainnya. Seiring dengan waktu, alat produksi yang digunakan pun terus berubah mengikuti kemajuan zaman. Apabila di awal rintisan usahanya belum menggunakan komputer, kini Joni menggunakan komputer untuk mempercepat proses pembuatan stempel guna pemindahan desain asli ke mesin cetak stempel.
 
“Dulu, awal mula usaha ini tak pakai komputer, tetapi biar cepat pakai komputer dan pakai software yang untuk desain itu,” kata Joni.
 
Joni menjelaskan, alat-alat usaha ini memang beragam ada yang masih manual (tanpa komputer) dan yang otomatis (menggunakan komputer). Penggunaan komputer ini tentunya akan mempengaruhi lama waktu pembuatan dan khususnya akan mempengaruhi harga jual stempel tersebut.
 
“Kalau pakai komputer itu cepat dan biasanya harga justru bisa sedikit murah dibandingkan yang manual, yang pembuatannya lama dan biasanya harga gak mau diturunkan si pembuat stempel,” jelasnya.
 

Harga Bisa Separuhnya
Peralatan yang biasa digunakan beragam, pertama untuk membuat stempel runaflek atau stempel biasa yang biasanya satu warna dengan menggunakan bantalan tinta antara lain mesin stempel runaflek, bahan stempel runaflek, karet stempel runaflek, karet runaflek, gagang stempel akrilik, kepala gagang sampai gagang stempel kayu dengan berbagai ukuran.
 
Sedangkan stempel warna, biasanya alat-alat yang digunakan yaitu, mesin stempel warna, pemotong karet flash, gagang stempel flash, tinta, kalkir dan mika, double tape dan-lain. Alat-alat yang digunakan tentunya sangat mempengaruhi harga, ditambah dengan kesulitan desain stempel ikut mempengaruhi harga.
 
“Kalau yang stempel biasa itu harganya sangat murah. Biasanya ditawarkan Rp 70 bisa jatuh di harga Rp 40 ribu,” terangnya.
 
Berbeda jika stempel warna biasanya lebih mahal, biasanya harga jual Rp 150 ribu dan masih bisa ditawar tetapi paling jatuh di harga Rp75 sampai Rp 80 ribu saja. Dibawah ini, pembuat stempel dipastikan akan menolak karena laba yang didapatkan sangat kecil, apalagi jika sudah punya pegawai yang tugasnya mendesain.
 
Menangguk Untung Musiman
Untuk omzet yang didapatkan, di hari biasa Joni mengakui tidak banyak yang dia dapatkan karena tidak setiap hari orang akan membuat stempel baik individu atau perusahaan sampai ke lembaga pemerintahan.
 
“Sehari-hari paling dapatnya kurang dari Rp 1 juta atau hanya Rp 500 ribu itu kalau sepi banget,” katanya.
 
Bisnis stempel berbeda, sambung Joni, bukan seperti bisnis makanan yang setiap hari pasti dibutuhkan orang. Bisnis stempel ini ada waktunya untung dan tidak untung. Waktu panen bisnis ini  biasanya di tengah tahun yaitu, di ajaran baru karena biasanya warga membutuhkan stempel dari kelurahan atau instansi terkait untuk membuat Surat Keterangan Tidak Mampu agar saat penerimaan ke sekolah baru dapat diringankan biayanya.
 
“Kita untung kalau di waktu penerimaan siswa baru, karena akan banyak orang membuat SKTM untuk keringanan biaya sekolah,” ungkapnya.
 
Diwaktu-waktu tersebut biasanya dalam satu hari bisa meraup untung kurang lebih Rp 5 juta perhari apabila pembeli banyak membeli stempel warna dan tidak menawar serta meminta cepat biasanya stempel Rp 110 ribu pelanggan sudah okey.
 
Untuk Mark Up Akhir Tahun
Selain di pertengahan tahun atau Juni dan Juli, bisnis ini akan meraup untung di akhir tahun saat tutup anggaran. Di waktu ini, biasanya yang banyak memesan stempel adalah individu dari kedinasan yang memark-up uang perjalanan dinas atau uang lainnya.

Di akhir tahun ini, karena pembeli dari dinas-dinas, keuntungan bisa lebih dari Rp 5 juta sebab biasanya, mereka tidak pernah menawar tinggi-tinggi. Menurut Joni, pembuat stempel tahu stempel yang dipesan ini sebenarnya tidak boleh atau ilegal.
 
“Tapi, saya nggak pernah bertanya untuk keperluan apa, karena sudah tahu sama tahu, yang penting jualan saya laku,” ujarnya.
 
Di luar musim tahun ajaran baru dan ‘musim’ mark up itu, di hari-hari biasa paling pembeli meminta dibuatkan stempel untuk keperluan peminjaman ke bank dan biasanya yang paling banyak itu tenaga marketing bank yang meminjamkan uang (pinjaman) ke masyarakat.
 
“Tidak sedikit pembeli itu minta dibuatkan stempel kelurahan, kecamatan bank dan sebagainya yang diperuntukkan untuk kelancaran peminjaman ke bank,” pungkasnya.
 
Namun demikian, dirinya tidak terlalu mempedulikan legal atau ilegalnya usaha ini, yang terpenting anak dan isterinya makan, terutama anaknya bisa masuk sekolah.” Yang penting masih bisa makan, dan anak-anak saya bisa sekolah sampai ke perguruan tinggi,” tegasnya.

Fitri Rachmawati



Berita terkait
0
Massa SPK Minta Anies dan Bank DKI Diperiksa Soal Formula E
Mereka menggelar aksi teaterikal dengan menyeret pelaku korupsi bertopeng tikus dan difasilitasi karpet merah didepan KPK.