China dan AS Paling Rentan Terkena Dampak Perubahan Iklim Global

Studi komprehensif ini menunjukkan bahwa dampak ekonomi dari perubahan iklim dapat menjadi serius dan meluas
Ilustrasi. (Foto: Tagar/Pixabay)

TAGAR.id, Jakarta - Pusat-pusat industri dan ekonomi utama di China dan Amerika Serikat (AS) termasuk di antara wilayah-wilayah yang paling rentan di dunia akibat perubahan iklim, demikian menurut sebuah analisis komprehensif teranyar.

Temuan baru riset The Cross Dependency Initiative (XDI) yang dirilis Senin, 20 Februari 2023, menekankan adanya kebutuhan mendesak agar pengambil keputusan fokus pada langkah-langkah dekarbonisasi dan adaptasi perubahan iklim, misalnya dalam mengatasi banjir. Studi komprehensif ini menunjukkan bahwa dampak ekonomi dari perubahan iklim dapat menjadi serius dan meluas.

Sembilan dari 10 wilayah yang paling berisiko berada di Tiongkok. Dua pusat perekonomian terbesar di negara tersebut, Jiangsu dan Shandong, memimpin di peringkat teratas. Setelah China, Amerika Serkat (AS) menempati peringkat berikutnya. Florida, berada di posisi 10 dalam peringkat global paling terancam, diikuti oleh California dan Texas.

Wilayah-wilayah di China, India, dan Amerika Serikat mencakup lebih dari separuh negara bagian dan provinsinya yang masuk dalam 100 besar. "Kami mendapatkan sinyal yang sangat kuat dari negara-negara seperti China, dari AS dan India, kami melihat ruang mesin ekonomi global di mana ada banyak infrastruktur yang dibangun di situ," kata Karl Mallon, yang menjabat sebagai kepala ilmu pengetahuan dan inovasi XDI.

Analisis tersebut menemukan bahwa banjir di pedalaman dan pesisir menimbulkan risiko terbesar bagi infrastruktur fisik. Laporan ini juga meneliti bahaya panas ekstrem, kebakaran hutan, pergerakan tanah, angin ekstrem, dan pencairan es.

Analisis ini mencakup lebih dari 2.600 wilayah di seluruh dunia, memodelkan kerusakan dari tahun 1990 hingga 2050 berdasarkan skenario "pesimis" pemanasan global sebesar tiga derajat Celsius pada akhir abad ini, yang diuraikan oleh Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim PBB.

ilustrasi iklimPenguin berenang di laut saat para ilmuwan menyelidiki dampak perubahan iklim terhadap koloni penguin Antartika, di sisi utara semenanjung Antartika, Antartika, 15 Januari 2022 (Foto: voaindonesia.com - REUTERS/Natalie Thomas)

Pelarian modal

Para peneliti mengatakan bahwa penelitian ini merupakan penelitian yang paling komprehensif dari jenisnya dan berharap penelitian ini dapat memberikan informasi bagi kebijakan iklim dan ekonomi di masa depan.

Hal ini juga dapat berdampak pada keputusan investasi karena banyak perusahaan menilai kembali risiko keuangan berdasarkan paparan terkait perubahan iklim di daerah-daerah yang rentan.

"Mereka yang ingin membangun pabrik, membangun rantai pasokan yang melibatkan negara bagian dan provinsi tersebut akan berpikir dua kali tentang lokasi mereka," ujar Mallon. Ia mengatakan bahwa "kemungkinan besar akan ada risiko biaya di daerah-daerah tersebut, atau yang terburuk, mungkin pelarian modal karena para investor tersebut akan mencoba mencari tempat yang lebih aman."

Banjir JakartaKendaraan melintasi banjir di kawasan Jalan S. Parman, Jakarta Barat, Rabu, 1 Januari 2020. Banjir tersebut disebabkan tingginya curah hujan serta buruknya sistem drainase di kawasan tersebut. (Foto: Antara/Muhammad Adimaja)

Indonesia termasuk rentan

Pusat-pusat ekonomi lainnya yang masuk dalam 100 besar termasuk Beijing, Buenos Aires, Ho Chi Minh City, Jakarta, Mumbai, Sao Paulo, dan Taiwan.

Australia, Belgia, Kanada, Jerman, dan Italia juga memiliki negara bagian dan provinsi yang masuk dalam 100 besar. Di Eropa, wilayah Niedersachsen (Lower Saxony) di Jerman adalah yang paling berisiko, sementara wilayah Veneto di Italia - rumah bagi kota laguna Venesia - menduduki peringkat keempat di Eropa.

Asia Tenggara mengalami peningkatan kerusakan yang paling tajam dari tahun 1990 hingga 2050, demikian menurut pemodelan tersebut.

XDI mengatakan bahwa mereka merilis analisis tersebut sebagai tanggapan atas permintaan dari para investor. "Karena infrastruktur yang dibangun secara ekstensif umumnya tumpang tindih dengan aktivitas ekonomi dan nilai modal yang tinggi, maka sangat penting untuk memahami dan menilai risiko fisik dari perubahan iklim dengan tepat," ujar CEO XDI Rohan Hamden, dalam sebuah siaran pers. [ap/hp (AFP, Reuters)]/dw.com/id. []

Berita terkait
Gandeng Pemerintah Australia, PLN Tingkatkan Kapasitas SDM terhadap Isu Perubahan Iklim
PLN berkomitmen meningkatkan kapasitas dari sumber daya manusia (SDM) untuk mendukung program transisi energi menuju net zero emission.