CEO OpenAI Imbau Badan PBB Awasi AI Karena Ancam Eksistensi Manusia

Risiko eksistensial sendiri adalah ancaman pengembangan teknologi yang berpotensi memusnahkan peradaban manusia di muka Bumi
Ilustrasi yang menggambarkan logo Google, Microsoft, Alfabet serta kata-kata Kecerdasan Buatan AI, 4 Mei 2023. (Foto: voaindonesia.com/REUTERS/Dado Ruvic)

TAGAR.id - Kecerdasan buatan atau AI (Artificial Intelligence) menimbulkan "risiko eksistensial" bagi umat manusia. Untuk itu badan internasional di bawah Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), seperti Badan Energi Atom Internasional atau IAEA, diharapkan dapat mengawasi pengembangan teknologi tersebut. Demikian imbauan CEO OpenAI, Sam Altman, saat melakukan kunjungan ke Uni Emirat Arab pada Selasa, 6 Juni 2023.

Risiko eksistensial sendiri adalah ancaman pengembangan teknologi yang berpotensi memusnahkan peradaban manusia di muka Bumi.

“Kita menghadapi risiko serius. Kita menghadapi risiko eksistensial,” kata Altman, 38 tahun. “Tantangan yang dimiliki dunia adalah bagaimana kita akan mengelola risiko tersebut dan memastikan kita masih dapat menikmati manfaat luar biasa tersebut. Tidak ada yang ingin menghancurkan dunia.”

tangan robot dan manusia di layar monitorLayar monitor menunjukkan tangan robot dan tangan manusia bergerak ke arah satu sama lain selama KTT Global "AI untuk Kebaikan" di ITU di Jenewa, Swiss. (Foto: voaindonesia.com/Reuters)

ChatGPT OpenAI, sebuah chatbot populer, telah menarik perhatian dunia karena menawarkan jawaban seperti esai atas pertanyaan dari pengguna. Microsoft menggelontorkan investasi sekitar $1 miliar di OpenAI.

Kesuksesan ChatGPT, menawarkan sekilas tentang bagaimana kecerdasan buatan dapat mengubah cara manusia bekerja dan belajar, juga memicu kekhawatiran. Ratusan pentolan industri tersebut, termasuk Altman, sepakat meneken surat pada Mei yang memperingatkan "memitigasi risiko kepunahan yang ditimbulkan AI harus menjadi prioritas global bersama dengan risiko skala sosial lainnya seperti pandemi dan perang nuklir."

Altman mengacu pada IAEA, pengawas nuklir PBB, sebagai contoh bagaimana dunia bersatu untuk mengawasi tenaga nuklir. Badan itu dibentuk pada tahun-tahun setelah AS menjatuhkan bom atom di Jepang pada akhir Perang Dunia II.

“Mari pastikan kita bersatu sebagai satu dunia — dan saya harap tempat ini dapat memainkan peran nyata dalam hal ini,” kata Altman. “Kita berbicara tentang IAEA sebagai model di mana dunia mengatakan 'Oke, teknologi yang sangat berbahaya, mari kita semua memasang pagar pengaman.' Dan saya pikir kita bisa melakukan keduanya.

Anggota parlemen di seluruh dunia juga sedang mengamati cara kerja kecerdasan buatan itu. Sebanyak 27 negara Uni Eropa sedang mengejar UU AI yang bisa menjadi standar global secara de facto untuk kecerdasan buatan. Altman memberi tahu Kongres AS pada Mei bahwa intervensi pemerintah akan sangat penting untuk mengatur risiko yang menyertai AI.

Namun UEA, sebuah federasi otokratis dari tujuh syekh yang diperintah secara turun-temurun, menawarkan sisi lain dari risiko AI. Pidato tetap dikontrol dengan ketat. Kelompok hak asasi manusia memperingatkan UEA dan negara bagian lain di Teluk Persia secara teratur menggunakan perangkat lunak mata-mata untuk memantau aktivis, jurnalis, dan lainnya.

Pembatasan tersebut memengaruhi aliran informasi yang akurat — detail yang sama yang diandalkan oleh program AI seperti ChatGPT sebagai sistem pembelajaran mesin untuk memberikan jawaban bagi pengguna. (ah/rs)/Associated Press/voaindonesia.com. []

Berita terkait
Artificial Intelligence, Lompatan Besar Ekonomi Dunia Modern?
Pada presentasi tahunan Google baru-baru ini, ada sebuah pengumuman yang mungkin menandakan batu loncatan besar. Simak ulasannya.