Manado - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memberikan klarifikasi terkait beredarnya informasi di media sosial mengenai pergerakan lempeng dan potensi gunung api bawah laut di wilayah Sulawesi Utara yang dikhawatirkan memicu gempa.
"Sampai dengan saat ini gempa bumi belum bisa diprediksi kapan akan terjadi, lokasi persisnya di mana, serta kekuatan magnitudonya berapa," kata Kepala Seksi Data dan Informasi Stasiun Geofisika Winangun, Sulawesi Utara, Edward Mengko dalam grup percakapan BMKG, PBG dan pemangku kepentingan, Senin, 13 Januari 2020, seperti diberitakan Antara.
Wilayah perairan laut Sulawesi dan Sangihe, serta wilayah perairan antara Sulawesi Utara dan Halmahera adalah lokasi dengan tingkat aktivitas dan mekanisme kegempaan (seismik) tinggi dan kompleks. Akibat tatanan tektoniknya itu mengalami banyak sebaran sumber gempa bumi dengan berbagai mekanisme sumber gempa.
Edward menjelaskan berdasarkan sejarah, kejadian gempa bumi di wilayah ini terjadi akibat sebagian besar aktivitas sesar aktif di lempeng Laut Maluku, serta akibat subduksi lempeng laut Maluku (perairan antara Sulawesi Utara dan Maluku Utara, memanjang ke Utara sampai ke wilayah Sitaro, Sangihe, dan Talaud).
Sampai dengan saat ini gempa bumi belum bisa diprediksi kapan akan terjadi, lokasi persisnya di mana, serta kekuatan magnitudonya berapa.
Selanjutnya, aktivitas subduksi lempeng laut Sulawesi (North Sulawesi Megathrust) yang mensubduksi dengan utara Pulau Sulawesi, dan aktivitas sesar atau patahan lokal.
Dia menjelaskan dari situasi sumber dan mekanisme kejadian gempa bumi ini, bisa dikatakan wilayah Sulawesi Utara adalah wilayah dengan aktivitas seismik yang tinggi, karena aktif secara tektonik. Sehingga dapat memacu terjadinya gempa bumi.
"Seperti yang selama ini, orang-orang sebelum kita, dan beberapa generasi sebelumnya bahkan sebelumnya lagi (nenek moyang kita) telah mengalaminya," ujar Edward.
Kejadian gempa bumi yang terjadi di wilayah rawan itu, bukanlah hal yang aneh. Sebab, hal ini sudah menjadi mekanisme alami bumi untuk melepaskan energi tekanan yang terakumulasi akibat adanya aktivitas pergeseran lempeng tektonik.
Konsekuensi dari letak lokasi di wilayah subduksi lempeng tektonik tersebut menyebabkan banyak terdapat gunung api di darat dan di laut. Termasuk beberapa gunung api bawah laut yang sudah diketahui saat ini, seperti Mahangetang dan Kawio Barat. Keduanya itu ada di Kabupaten Kepulauan Sangihe.
Memang ada teori yang menyatakan gempa bumi tektonik dapat memicu aktivitas vulkanik gunung api darat atau gunung api di laut. Ini yang sering disingkat sebagai vulcatektonic atau aktivitas vulkanik (gunung api).
Kata dia, secara kemungkinan lokasi dan situasi tektonik, wilayah Sulawesi Utara mempunyai gunung api dan aktivitas kegempaan tektoniknya tinggi, sehingga vulkatectonic ini "possible" secara teori.
"Tetapi hal ini masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai seberapa besar aktivitas tektonik ini mempengaruhi tingkat keaktifan gunung api (vulkanik)," ucapnya.
Edward mengajak masyarakat yang tinggal di wilayah dengan aktivitas kegempaan tinggi tidak menjadi panik, tidak mudah resah, tapi bersiaga mempersiapkan langkah mitigasi untuk mengantisipasi kondisi ini.
Menurut dia, solusinya dengan cara menghindari membangun bangunan di wilayah rawan longsor akibat gempa atau rawan semburan erupsi gunung api, membangun rumah dan bangunan tahan gempa bumi, melatih secara rutin kesiapsiagaan pada saat terjadi gempa bumi, serta mempersiapkan dan melatih secara rutin jalur-jalur evakuasi. []
Baca juga: