Bintang Mira, Jalan Panjang Mengangkat Batik Etnik Khas Bali

Hari Batik 2018: Bintang Mira Afriningrum mengalirkan ide dengan menciptakan kreasi batik etnik khas Bali.
Bintang Mira Afriningrum dan batik etnik khas Bali. (Foto: Instagram/Bintang Mira)

Gianyar, Bali, (Tagar 30/9/2018) - Bintang Mira Afriningrum mengalirkan ide dengan menciptakan kreasi batik etnik khas Bali. Sejak lama eksotika kehidupan budaya Bali sudah lumrah terpampang di kanvas lukisan atau sebagai objek karya seni fotografi. Siapa sangka ternyata beragam warna budaya itu menarik minat perempuan yang akrab disapa Bintang itu menuangkannya dalam kain batik.

Mengakulturasi warna budaya dan batik, belakangan menjadi ritual kesehariannya. Keakraban yang telah terjalin sejak tahun 2006, meski tiga tahun kemudian (2009) baru terkabarkan adanya Hari Batik pada setiap tanggal 2 Oktober.

Hari Batik Nasional adalah hari perayaan nasional Indonesia untuk memperingati ditetapkannya batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) pada 2 Oktober 2009 oleh UNESCO.

Peringatan itu juga dikuatkan dengan Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 2009.

Di dunia luar, batik pertama kali diperkenalkan oleh Presiden Soeharto, saat mengikuti konferensi PBB. Meskipun demikian, diakuinya batik sebagai warisan budaya Indonesia oleh dunia, tidak serta merta diperoleh.

Tahun 2008, pemerintah mendaftarkan batik ke dalam jajaran daftar Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi UNESCO.

Pada 2 Oktober 2009, UNESCO mengukuhkan batik Indonesia dalam daftar Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.

Bintang MiraBintang Mira dan kain batikbali motif patra sari, metode pembuatan batik cap, bahan katun dan fual 100 perc, panjang 210 cm x 115 cm. Motif ini terinspirasi dari pepatran yang sering terdapat pada bangunan Pura ukiran Bali, harga Rp 300.000. (Foto: Instagram/Bintang Mira)

Bukan Sekadar Fashion

Para pecinta batik melihat penetapan UNESCO terhadap batik sebagai warisan budaya tak benda untuk dunia hendaknya tidak sekadar dipahami sebagai "fashion", karena batik itu lebih dari mode atau industri tekstil, karena batik adalah bagian dari budaya.

Misalnya, batik untuk anak-anak dan orang dewasa itu harus berbeda. Atau, batik untuk dinas X dengan dinas Y, atau batik untuk bagian humas dengan bagian akademik juga berbeda, sehingga batik sangat bisa bahkan harus menjadi seragam yang tidak seragam.

Dengan tidak adanya "penyeragaman" (seragam) batik, maka motif batik akan berkembang, budaya batik pun berkembang, kreasi dan inovasi pun berkembang, dan sekaligus menandai republik Bhinneka Tunggal Ika.

Pandangan itu agaknya sudah menjadi pemikiran Bintang Mira Afriningrum pada tiga tahun sebelum penetapan Hari Batik itu (2006), karena itu ia sudah menggunakan label 'Balibatiku' pada berbagai produk batik yang diciptakannya.

Proses menciptakan batik itu, ujar Bintang, hampir semua dilakukan dengan proses melukis. Sebagian kecil saja dikerjakan dengan "print" (cetak) untuk memenuhi tuntutan order yang kadang membeludak.

"Kalau batik lukis disertai pewarnaan, maka proses penciptaan memakan waktu hingga dua minggu. Jika menggunakan print, maka waktunya singkat hanya sekitar seminggu saja," ucap pecinta batik yang mendaftarkan brand Balibatiku di Kemenhukam pada 2007 itu seperti dilansir Antara.

Karena sudah merasa klop bergelut dengan batik, akhirnya pada tahun 2008, ia sekeluarga memberanikan diri untuk mengontrak tanah yang digunakan sebagai gudang di wilayah Sidan, Gianyar.

Saat itu, motif yang diusung masih umum, belum mengerucut pada budaya Bali karena masih menyesuaikan tren dan motif yang lagi disukai masyarakat.

Barulah pada tahun 2008, wanita kelahiran Malang pada 26 Maret 1971 itu mulai intens memperhatikan serta menyerap aura budaya dan tradisi masyarakat setempat.

Ia meresapi betapa masyarakat Bali kaya dengan tradisi yang memiliki filofosi tinggi. 

Kesadaran ini membuatnya terketuk untuk menuangkan beragam budaya Bali di atas lembaran kain katun, sehingga menjadi batik dengan motif yang berbeda dengan di pasaran.

Bintang MiraBintang Mira sangat mencintai pekerjaannya. (Foto: Instagram/Bintang Mira)

Ke Yogyakarta 

Pada tahun 2013 menjadi titik balik kesadaran Bintang untuk mengukuhkan unsur budaya sebagai ciri khas motif batik 'made in' Balibatiku.

Keintensifan Bintang dalam menekuni bidang batik, membuatnya dilirik pemerintah dan bekerja sama dengan Pemkab Gianyar, yang kemudian bersama 20 orang dikirim untuk latihan membatik di Yogyakarta.

Studi banding batik ini makin meningkatkan kualitas proses penciptaan batik yang dihasilkan Balibatiku.

Bintang kian memacu diri untuk berkreasi, sehingga mulai merambah motif baru yang bersumber dari 'pepatran', aneka flora, hingga ayam jantan, kartu ceki atau cilinaya.

Selain itu, masih ada dua motif yang dianggap legendaris bagi Bintang, yaitu poleng dan barong, yang menjadi ikon Bali. Kedua motif ini sering menjadi andalannya ketika ia mengusung batik Bali untuk diikutsertakan dalam ajang pameran.

Selanjutnya, tidak terhenti hanya pada kain lembaran semata, Bintang pun telah menciptakan gaun, blus, rok, kebaya, kemeja wanita maupun pria yang berhias motif batik.

Respons pasar ternyata antusias dengan kreasi batik unik ini, sehingga banyak diminati konsumen setempat bahkan nasional.

Harga produk yang dijual Bintang tergolong kompetitif dan sesuai dengan kualitasnya. Kain batik rata-rata dijual Rp 300 ribu dan kebaya Rp 900 ribu.

Ketika Balibatiku mulai eksis dan mendapat tempat di hati pencinta kain tradisional, mulai ada guncangan dalam rumah tangga Bintang. Akhirnya wanita ini harus menerima dengan lapang dada ketika usaha Balibatiku diambil alih oleh mantan suaminya pada tahun 2016.

Tak ingin berlarut dalam kemelut masalah, Bintang memacu diri terus berkarya dengan membuat brand baru, yakni 'bintang mirA' yang sebenarnya sudah didaftarkan ke Kemenhukam sejak tahun 2009, tetapi kala itu masih vakum.

Kehadiran bintang mirA melecut semangat berinovasi bagi Bintang. Ia menandai waktu setelah kelahiran bintang mirA, sebagai tahun penuh kreativitas sehingga Bintang getol menciptakan berbagai motif baru.

Sampai akhirnya pada tahun 2018, telah tercipta 40 motif baru, yang diyakini perempuan yang kini menjadi istri Ir Wayan Suamba MT dan ibu dari enam anak itu akan terus berkembang ke depannya nanti.

"Saya mensyukuri kini bintang mirA telah menemukan rel yang tepat di kancah bisnis fashion Indonesia dan karya-karya kami mendapat apresiasi dari masyarakat. Lebih bersyukur lagi, karena berkat usaha ini, saya dapat memberdayakan ibu-ibu sekitar Banjar Samping, Gianyar, sehingga dapat ikut mencari nafkah dengan bergabung dan menjadi keluarga besar bintang mirA," ujarnya.

Menyadari usaha batik yang semula hanya merupakan usaha kecil, namun perlahan telah merangkak naik hingga kini mulai dikenal luas oleh masyarakat, bagi Bintang ini merupakan anugerah tak terhingga.

Hasratnya untuk menaikkan gengsi batik Bali akhirnya terwujud nyata. Melalui partisipasinya pada ajang "Indonesian Fashion Week 2013", ia tercatat telah sukses menggaungkan nama batik Bali melalui pagelaran busana dengan mengusung tema 'Batik Bali Has Born'.

"Saya berharap agar usaha yang dimulai dari rasa cinta ini dapat terus berkembang dan mendapat pengakuan masyarakat luas. Harapan lain ialah ingin membuktikan bahwa Bali pun memiliki batik, yang tidak kalah berkualitas dengan batik-batik lain di Nusantara," tuturnya.

Selamat Hari Batik Nasional!

Berita terkait
0
Indonesia Akan Isi Kekurangan Pasokan Ayam di Singapura
Indonesia akan mengisi kekurangan pasokan ayam potong di Singapura setelah Malaysia batasi ekspor daging ayam ke Singapura