Untuk Indonesia

Bau Busuk di Asian Games 2018

Denny Siregar menulis, Asian Games 2018 hanya satu momen untuk menunjukkan betapa sebagian kita belum siap masuk ke gerbang internasional.
Pesta kembang api menyemarakkan Upacara Penutupan Asian Games ke-18 Tahun 2018 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Minggu (2/9). (Foto: Antara/INASGOC/M Agung Rajasa)

Oleh: Denny Siregar*

Usai sudah pesta Asian Games 2018...

Pesta yang diperkirakan menguras dana sekitar 30 triliun rupiah itu, berakhir dengan pencapaian yang luar biasa. 31 emas dan peringkat 4 adalah sejarah baru bagi Indonesia.

Bukan itu saja. Potensi ekonomi yang didapatkan dengan adanya pesta 4 tahunan itu diperkirakan lebih dari 40 triliun rupiah. Dampak berganda atau multiplier effect-nya juga luar biasa. Pedagang-pedagang kecil di Jakarta dan Palembang, naik omzetnya sampai ratusan persen dibandingkan hari biasa.

Bisnis pariwisata dan turunannya juga merasakan dampak positif. Infrastruktur gedung dan transportasi terbangun dan akan menimbulkan dampak jangka panjang.

Keuntungan lain adalah nama Indonesia mulai diperbincangkan di dunia internasional. Komite Olimpiade Internasional (IOC) berbicara bahwa Indonesia layak dipertimbangkan sebagai tuan rumah penyelenggaraan pesta Olimpiade. Itu even raksasa dengan potensi pendapatan raksasa pula.

Asian Games 2018 seperti mengetuk pintu dunia dan menyapa semua yang ada untuk membuka gerbangnya.

Apa yang kurang dari semua kelebihan yang ada? Yang kurang ternyata adalah mental sebagian rakyat Indonesia.

Bukannya menyambut pesta itu dengan semangat dan kegembiraan bersama, sebagian rakyat masih sibuk dengan tema politik, dimana Asian Games 2018 dihubungkan dengan pemilihan presiden tahun depan.

Jangankan men-share berita kemenangan emas yang didapat para atlet dengan susah payah, mereka bahkan mencibir, "Ah, wajar saja dapat banyak emas. Kita kan tuan rumah..." Luar biasa. Sungguh kehancuran mental yang sudah sangat parah tanpa ada sedikitpun rasa kebanggaan hanya karena kebencian terhadap sosok Jokowi semata.

Apatis dan pesimis itulah yang terjadi sekian lama. Rasa optimis di dada mereka hilang sehingga selalu sibuk mempermasalahkan hal remeh temeh yang kadang sangat tidak masuk akal.

Seperti masalah stuntman yang buat mereka membongkar masalah itu sudah menjadi kebanggaan luar biasa. Bukan pestanya, bukan perolehan emasnya, bukan peringkatnya... Tetapi stuntman... Menyedihkan, bukan ?

Inilah ulah politisi busuk yang mendegradasi mental bangsa. Mereka tetap ingin bangsa ini apatis dan pesimis, kalau bisa bodoh sebodoh-bodohnya, supaya mereka tetap bisa mengontrol sepenuhnya.

"Jangan dibuat pintar bangsa ini, nanti kita makan apa??" Begitulah pikiran dari para pemakan harta rakyat yang sibuk sendiri demi kursi presiden yang ingin mereka kuasai. Mereka menentang gelombang perubahan yang terjadi, karena tidak siap beradu kreasi. Sejak puluhan tahun nyaman dengan situasi yang terjadi.

Inilah yang harus dilawan bangsa ini. Mental. Merasa miskin. Tidak berharga. Selalu kekurangan. Padahal potensi negeri ini sangat besar baik dari sumber daya alam maupun manusianya. Hanya selalu salah kelola..

Asian Games 2018 hanya satu momen untuk menunjukkan betapa sebagian dari kita masih belum siap masuk ke gerbang internasional. Minder. Dan lebih sibuk melihat teman di samping dengan prestasinya daripada fokus untuk mengejar ketertinggalan.

Tetapi segala sesuatu ada awalnya. Semoga Asian Games menjadi awal bagi sebagian bangsa yang pesimis untuk lebih maju cara berfikirnya.

Seperti hari. Awalnya selalu dimulai dengan secangkir kopi..

*Denny Siregar, Penulis Buku "Tuhan dalam Secangkir Kopi"

Berita terkait
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.