Basarnas Belum Temukan Bangkai KM Sinar Bangun

ROV (BPPT), kata Bambang, hanya menemukan 4-5 jasad penumpang, sepeda motor, dan bagian kapal yang terlepas.
ABK KMP Sumut II melepaskan pukat untuk mencari korban tenggelamnya KM Sinar Bangun di Danau Toba, Sumatera Utara, Rabu (27/6/2018). Pada operasi hari kesepuluh tim SAR gabungan menggunakan pukat yang diikatkan pada KMP Sumut I dan Sumut II yang diharapkan dapat mempermudah menemukan korban. (Ant/Sigid Kurniawan)

Simalungun, Sumut (Tagar 30/6/2018) - Badan SAR Nasional hingga kini belum menemukan bangkai KM Sinar Bangun yang tenggelam di perairan Danau Toba, Sumatera Utara pada Senin, 18 Juni 2018 dan menelan banyak korban.

"Kerangka kapal belum ditemukan," ujar Direktur Operasi Basarnas Brigjen Maritim Bambang Suryo Aji seperti dilansir Antara di Pelabuhan Tiga Ras Kabupaten Simalungun, Sabtu (30/6)

ROV (BPPT), kata Bambang, hanya menemukan 4-5 jasad penumpang, sepeda motor, dan bagian kapal yang terlepas dan gambarnya telah dirilis.

Gambar kerangka kapal secara utuh belum bisa terekam ROV, karena banyaknya penghalang semacam debu yang menyebar ketika robot tersebut bekerja.

Untuk itu, pihaknya fokus pada pencarian kerangka kapal dengan perkiraan jasad penumpang berada di dalamnya.

Basarnas lagi mengupayakan alat semacam ROV dengan kemampuan mengambil jasad di dalam air dari Jakarta atau Surabaya.

Waktu pencarian yang sudah diperpanjangan untuk keduanya kalinya segoyianya berakhir pada hari ini (30 Juni), namun akan ditambah tiga hari lagi.

Dia juga menegaskan, posisi rekaman ROV itu berjarak dua mil dari Pelabuhan Tiga Ras yang menjadi posko utama Basarnas.

Pantauan, tim terkonsentrasi pada titik tersebut, dan tidak lagi pada pencarian di atas permukaan dan pinggir danau serta melalui udara. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengusulkan beberapa opsi kepada Tim SAR gabungan untuk bisa mengevakuasi korban sekaligus KM Sinar Bangun dari dasar Danau Toba, Sumatera Utara.

Deputi bidang Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam (TPSA) BPPT Hammam Riza mengatakan sejumlah opsi memang coba diusulkan BPPT untuk bisa membantu mengevakuasi, namun saat ini masih didiskusikan lagi lebih lanjut dengan Badan SAR Nasional (Basarnas) dan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).

Beberapa opsi tersebut di antaranya menggunakan Remotely Operated Vehicle (ROV) untuk "me-laso" korban yang ada di luar kapal. Langkah ini, menurut dia, diperkirakan membutuhkan waktu setengah hari untuk bisa mengangkat satu korban dengan satu ROV.

Guna memperlancar proses evakuasi maka diperlukan ROV kedua. Karenanya ia mengatakan saat ini tim SAR gabungan telah meminjam robot bawah air berkamera milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) ini yang bisa menjelajah hingga kedalaman 500 meter di bawah permukaan air.

"Saat ini ROV milik KKP ini siap untuk digerakan dari posisinya di Jakarta," katanya. (ant/rmt)

Berita terkait