Bandara Kertajati Majalengka, Kolaborasi Pemerintah Pusat, Daerah,dan Swasta

Presiden Joko Widodo mengatakan Bandara Kertajati menjadi salah satu contoh model pembiayaan infrastruktur kolaborasi antara pemerintah pusat, provinsi, dan swasta.
Presiden Joko Widodo bersama Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi (kelima kanan), Kepala Staf Kepresidenan Jenderal Purn TNI Moeldoko (kiri) dan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (ketiga kiri) tiba untuk meninjau Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) di Kertajati, Majalengka, Jawa Barat, Selasa (17/4). (Foto: Ant/Raisan Al Farisi)

Jakarta, (Tagar 21/4/2018) - Warga Jawa Barat sebentar lagi akan mempunyai bandara internasional dan akan menjadi bandara kedua terbesar di Indonesia setelah Bandara Soekarno-Hatta.

Bandara tersebut adalah Bandara Internasional Kertajati di Majalengka atau nama lainnya Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB). Rencananya soft launching Bandara BIJB akan dilakukan pada bulan Mei, dan akan dipakai penerbangan jemaah haji pada Juli 2018.

Bandara ini sudah diusulkan sejak tahun 2002 lalu oleh Pemprov Jawa Barat untuk menggantikan fungsi dari Bandara Husein Sastranegara di Bandung. Meski diusulkan tahun 2002, namun baru mulai dibangun tahun 2005 melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 34 Tahun 2005 tentang Penetapan Lokasi Bandara di Jawa Barat.

Ironisnya, meski keputusan menteri sudah dibuat dan kemudian diubah lagi melalui beberapa keputusan menteri perhubungan dan peraturan daerah, Bandara Kertajati tak kunjung dikerjakan.

Barulah, saat pemerintahan Presiden Jokowi tahun 2014, Bandara Kertajati ini mulai dikerjakan dan dilakukan groundbreaking.

Bandara seluas 1.800 hektar ini akan dilengkapi dengan akses tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan, juga akses kereta. Luas terminalnya mencapai 92.000 meter persegi yang bisa menampung 5-6 juta penumpang per tahun.

Bila sudah beroperasi 2018, runway Bandara BIJB akan mengalahkan panjang  runway  Bandara Soekarno-Hatta yang berukuran 3.660 meter. Saat ini, untuk runway terpanjang di Indonesia dimiliki Bandara Hang Nadim (Batam) yaitu 4.025 meter.

Presiden Joko Widodo dalam kunjungannya ke Bandara Kertajati, Selasa (17/4), lalu mengatakan Bandara Kertajati menjadi salah satu contoh model pembiayaan infrastruktur kolaborasi antara pemerintah pusat, provinsi, dan swasta. Hasilnya kolaborasi pembiayaan tersebut telah mampu mempercepat realisasi pembangunannya. Menurut Jokowi, bandara yang akan melayani kurang lebih 20 juta penduduk ini akhirnya akan bisa beroperasi pada 24 Mei 2017.

“Saya senang, kerja sama Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Pusat, swasta bisa bergabung (membiayai bandara) dan pengerjaannya sangat cepat sekali,” kata dia seusai memantau proyek bandara seluas 1.800 hektare itu.

Menurut Jokowi, skema-skema pembiayaan baru akan selalu dijadikan masukan untuk proyek-proyek yang lainnya. Menurutnya, pemerintah saat ini tengah mencari sebuah model bisnis untuk pembiayaan agar setiap proyek bisa cepat diselesaikan.

Sementara itu Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menuturkan, konsep pendanaan Bandara Kertajati ini dilakukan melalui Reksa Dana Penyertaan Terbatas (RDPT) antara pemerintah daerah dan investor. 

RDPT adalah salah satu alternatif investasi yang menjadi wadah untuk menghimpun pemodal profesional. Dana yang terhimpun selanjutnya akan diinvestasikan oleh manajer investasi, baik melalui portofolio efek maupun portofolio yang berkaitan dengan proyek. Dalam RDPT, biasanya pihak yang berinvestasi tidak boleh lebih dari 50 pihak.

Budi mengatakan, di saat pemerintah tengah merangkul pelaku usaha swasta, proyek bandara Kertajati sudah banyak merangkul pengusaha swasta dalam proses pembangunannya. “Format seperti ini bisa dipakai di tempat-tempat lain. Bahwasannya pengembangan suatu infrastruktur tidak saja mengandalkan BUMN atau APBN, tetapi juga dana-dana swasta,” ujarnya.

Dirut PT BIJB Virda Dimas Ekaputra mengatakan, investasi untuk sisi darat bandara, seperti pembangunan terminal utama dan sarana pendukungnya, selama ini telah mencapai Rp 2,6 triliun. Sebanyak 70% dari investasi itu berasal dari ekuitas dan sisanya berasal dari pinjaman.

Untuk ekuitas, katanya, berasal dari Pemprov Jabar, RDPT dan PT Angkasa Pura II. “Sementara untuk pinjaman, kami sudah mendapatkannya dari sindikasi perbankan syariah,” ujar Virda. (Fet/Ant)


Berita terkait
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.