TAGAR.id - Australia menandatangani perjanjian keamanan, perubahan iklim dan migrasi dengan Tuvalu, negara di kelompok kepulauan dengan atol karang dataran rendah di Samudra Pasifik Selatan.
Para pengamat mengatakan, persatuan Falepili Australia-Tuvalu juga menyoroti upaya Canberra untuk melawan pengaruh China.
Untuk pertama kalinya, pemerintah Canberra menawarkan kesempatan kepada penduduk yang terpaksa mengungsi akibat pemanasan global di negara lain, untuk bermukim di Australia.
Pemerintah Tuvalu mengatakan, kenaikan permukaan air laut menimbulkan ancaman besar terhadap 11.000 penduduk yang tinggal di sembilan pulau dataran rendah. Rencana visa baru akan memungkinkan 280 penduduk pulau pindah ke Australia setiap tahunnya. Para pengamat mengatakan, jumlahnya tidak terlalu besar, namun bisa meningkat jika risiko iklim meningkat.
Nantinya juga akan ada dana untuk reklamasi di Tuvalu guna memperluas lahan sekitar 6% di Ibu Kota Funafuti. Kepulauan ini terletak di pertengahan antara Australia dan Hawaii.
Pengumuman itu disampaikan pada hari Jumat oleh Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese di Forum Kepulauan Pasifik di Kepulauan Cook.
“Perjanjian paling bermakna antara Australia dan negara Kepulauan Pasifik yang pernah ada. Perjanjian itu mencakup tiga bidang kerja sama utama yaitu, perubahan iklim, mobilitas manusia dan keamanan. Australia berjanji untuk memberikan bantuan kepada Tuvalu sebagai tanggapan atas bencana alam besar, pandemi, atau agresi militer," katanya.
Perjanjian itu menetapkan Australia sebagai mitra keamanan utama Tuvalu.
Meskipun sebagian besar negara Kepulauan Pasifik mempunyai hubungan diplomatik resmi dengan China, Tuvalu mengakui Taiwan. Australia semakin waspada terhadap ambisi Beijing di kawasan itu. Tahun lalu, China menandatangani pakta keamanan yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan Kepulauan Solomon, sebuah kepulauan dengan lokasi strategis di timur laut Australia.
Perdana menteri Tuvalu, Kausea Natano mengatakan kepada wartawan, negaranya juga mengupayakan hubungan baik dengan China.
“China juga meminta hubungan diplomatik dengan kami, dan kami menjawab ya, kami setuju. Namun karena kebijakan Satu China, mereka tidak mengizinkan kami menjalin dua hubungan diplomatik dengan Taiwan dan China," ujarnya.
Para analis yakin, perjanjian tersebut merupakan upaya Australia untuk meningkatkan kehadirannya di kawasan itu, sewaktu China ingin memperluas pengaruhnya di Pasifik.
Meg Keen, Direktur Program Kepulauan Pasifik di Lowy Institute, sebuah organisasi penelitian yang berpusat di Sydney mengatakan, perjanjian itu meningkatkan hubungan keamanan Canberra dengan Tuvalu.
“Hal ini memberi kami pandangan, jika mereka ingin menandatangani perjanjian sebagai negara berdaulat yang bebas mereka lakukan, misalnya, dengan China dan mengalihkan kesetiaan mereka dari Taiwan ke China atau memiliki semacam perjanjian keamanan dengan China, maka pertama-tama mereka harus memberi tahu kami dan kemudian, tentu saja, akan berdialog mengenai itu. Kami tidak mendapatkan hak veto untuk itu," katanya.
Pada hari Minggu, Menteri Luar Negeri Australia, Penny Wong, menegaskan kembali keinginan Canberra untuk meningkatkan pengaruhnya di kawasan Pasifik. Ia mengatakan kepada media lokal “kami menyadari bahwa kami hidup di wilayah yang lebih diperebutkan, dan kami harus bekerja lebih keras untuk menjadi mitra pilihan.”
Sejauh ini, belum ada reaksi dari para pejabat China terhadap perjanjian bilateral Australia dengan Tuvalu. Pakta Falepili adalah perjanjian yang diambil dari ungkapan Tuvalu yang berarti, bertetangga baik, peduli, dan saling menghormati. (ps/lt)/voaindonesia.com/VOA. []