Asosiasi Media Rilis Panduan Aplikasi Kecerdasan Buatan dalam Jurnalisme

Pemimpin redaksi Rappler dan sekaligus pemenang Nobel Perdamaian asal Filipina, Maria Ressa, termasuk anggota komite
Aplikasi berbasis teknologi kecerdasan buatan (Foto: dw.com/id - Jaap Arriens/NurPhoto/picture alliance)

TAGAR.id - Bagaimana media dapat menggunakan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) secara bertanggung jawab? Sebanyak 32 tokoh dari 20 negara di dunia merumuskan sepuluh aturan menyangkut aplikasi AI dalam jurnalisme, demi melindungi kebenaran.

Panduan penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam jurnalisme diperkenalkan organisasi Reporter Tanpa Batas (RSF) dan asosiasi media lain, Jumat (10/11-2023). Teknologi AI diyakini harus ikut melindungi hak asasi manusia dan perdamaian serta konsisten dengan nilai-nilai universal, demikian isi Piagam Paris, yang diterbitkan di ibu kota Prancis.

Pemimpin redaksi Rappler dan sekaligus pemenang Nobel Perdamaian asal Filipina, Maria Ressa, termasuk anggota komite. demikian pula dengan perwakilan dari Jejaring Jurnalisme Investigatif Global GIJN, Komite Perlindungan Jurnalis CPJ, Pulitzer Center dan Yayasam Thomson Foundation.

Pun Deutsche Welle ikut terlibat di dalam komite melalui lembaga pendidikan DW Akademie yang diwakili Jan Lublinski, direktur pendidikan dan jurnalis sains Jerman.

AI membawa perubahan signifikan, terutama dalam cara memperoleh informasi, mencari kebenaran, dalam bercerita dan penyebaran sebuah gagasan. Hal ini akan mengubah jurnalisme, tulis organisasi yang terlibat. Piagam Paris mencantumkan sepuluh aturan dasar yang selayaknya mengikat bagi media dan jurnalis.

Kecerdasan Buatan AIIlustrasi yang menggambarkan logo Google, Microsoft, Alfabet serta kata-kata Kecerdasan Buatan AI, 4 Mei 2023. (Foto: voaindonesia.com/REUTERS/Dado Ruvic)

Privasi, kekayaan intelektual dan perlindungan data

Penggunaan teknologi AI tidak boleh melanggar nilai-nilai dasar jurnalistik seperti kebenaran dan akurasi, keadilan, ketidakberpihakan dan independensi. Tim editorial harus secara jelas mendefinisikan tujuan aplikasi AI, sejauh mana, dan dalam kondisi apa. Media juga kemungkinan harus turut menghitung potensi dampaknya.

Selain itu, penting untuk menghormati privasi, kekayaan intelektual dan perlindungan data.

Jika dimungkinkan, media diminta menggunakan teknologi mutakhir untuk memeriksa keaslian konten mereka, asal-usulnya dan riwayat perubahan atau manipulasi digital. Dalam situasi apa pun, media tidak boleh menyesatkan masyarakat, misalnya dengan foto yang dibuat secara artifisial.

"Kecerdasan buatan dapat memberikan manfaat yang luar biasa bagi umat manusia. Namun hal ini juga jelas memiliki potensi untuk meningkatkan manipulasi pikiran dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya,” kata Maria Ressa.

Lebih dari sebelumnya, jurnalisme membutuhkan landasan etika yang diakui secara luas.

"Piagam Paris adalah tolok ukur etika pertama di dunia untuk penggunaan AI dalam jurnalisme,” imbuh Sekretaris Jendral RSF, Christophe Deloire. "Bukti faktual, pembedaan yang jelas antara konten asli dan sintetis, independensi editorial dan tanggung jawab manusia akan menjadi jaminan utama bagi hak atas berita dan informasi yang dapat dipercaya di era AI. [rzn/hp (dpa,ap)]/dw.com/id. []

Berita terkait
Cara Kecerdasan Buatan Ubah Dunia Pendidikan
Beberapa pihak melihat sejumlah manfaat dari kemampuan teknologi itu untuk memproses informasi dan data