TAGAR.id - Pada 24 Juli 1974, rezim militer di Yunani yang merebut kekuasaan tahun 1967 akhirnya tumbang. Sejak itu, sistem demokrasi di Yunani tetap bertahan di tengah berbagai krisis. Kaki Bali* melaporkannya untuk VOA.
Di tengah gelombang panas yang tiada henti melanda, Yunani merayakan peringatan 50 tahun "pemulihan demokrasi" dengan acara-acara kenegaraan, pameran, konser, dan pencetakan koin khusus dua euro sebagai peringatan.
Ada kegembiraan karena demokrasi telah terbukti tangguh menghadapi berbagai tantangan. Namun, ada juga keprihatinan, karena masalah pecahnya Siprus menjadi dua bagian belum ada solusi. Runtuhnya rezim militer tahun 1974 memang berkaitan erat dengan sengketa Siprus.
Pada 15 Juli 1974, militer Yunani melancarkan kudeta terhadap pemerintahan sah presiden Siprus, Uskup Agung Makarios III. Turki, yang khawatir Yunani ingin memperluas kekuasaannya atas Siprus, lalu mengirim pasukan ke pulau itu dan menduduki sebagian wilayah. Sejak itu, Siprus terpecah menjadi wilayah Yunani dan wilayah Turki.
Kegagalan militer Yunani di Siprus pada gilirannya menyebabkan keruntuhan rezim di Athena. Bagian dari angkatan laut yang kritis terhadap rezim menggulingkan penguasa Dimitrios Ioannidis. Pada 23 Juli 1974, para pemimpin rezim militer menyerahkan kekuasaan kepada pemerintahan sipil. Sehari kemudian, pada 24 Juli, mantan Perdana Menteri Konstantin Karamanlis kembali dari pengasingan di Prancis dan tak lama kemudian membentuk kabinet baru.
Mempertahankan demokrasi
Perlawanan terhadap rezim militer memang sebelumnya sudah ada. Klimaks dari perlawanan ini adalah aksi protes mahasiswa di Politeknik Athena, yang ditindas secara berdarah oleh rezim pada 17 November 1973. Ketika itu, ribuan orang Yunani meninggalkan tanah air mereka dan mengasingkan diri. Peristiwa di Siprus Juli 1974 akhirnya menjadi pemicu jatuhnya kediktatoran militer.
Tahun ini, Yunani mengenang 50 tahun berakhirnya rezim militer. Selama berminggu-minggu, para politisi, pengacara, sejarawan, ilmuwan politik, seniman dan jurnalis telah menyampaikan pandangan mereka mengenai keberhasilan dan kegagalan Yunani selama lima dekade terakhir.
Yang pasti, demokrasi Yunani cukup stabil dan bisa dipertahankan, meskipun negara melalui banyak krisis politik dan ekonomi. Kaum militer akhirnya tersingkir dari politik. Monarki yang digulingkan oleh junta militer pada Desember 1967 juga tidak kembali lagi, dan parlementarisme telah berjalan dengan baik selama 50 tahun.
Yunani telah menjadi anggota NATO sejak 1952. Pada tahun 1981, negara ini menjadi anggota Masyarakat Eropa yang sekarang menjadi Uni Eropa, dan pada tahun 2001 Yunani menjadi anggota Zona Euro. Ketika diguncang krisis keuangan berat tahun 2009-2019, Yunani mendapat dukungan dana dari Uni Eropa, tetapi juga harus memenuhi berbagai persyaratan ketat.
Yunani lalu melakukan konsolidasi keuangan dan berangsur-angsur pulih. Demokrasi dan hak-hak warga terus diperkuat. Pada 15 Februari 2024, sebuah undang-undang disahkan untuk memperkenalkan "pernikahan sesama jenis”. Yunani adalah negara Kristen Ortodoks pertama yang melegalkan pernikahan sesama jenis.
Banyak warga tidak puas dengan kinerja politisi
Namun terlepas dari semua pencapaian tersebut, masyarakat Yunani masih tidak puas dengan kualitas demokrasi mereka. Menurut sebuah survei untuk Eteron Institute, 82,2 persen warga percaya bahwa tidak ada bentuk pemerintahan yang lebih baik daripada demokrasi. Namun sekitar 70 persen menyatakan tidak puas dengan cara kerja demokrasi di Yunani.
Hanya 34 persen warga yang mempercayai pihak berwenang, 31,4 persen mempercayai pemerintah, dan hanya 29,4 persen mempercayai sistem peradilan negara. Ada ketidakpercayaan yang besar terhadap politik. Partai-partai politik hanya dipercaya oleh 13,6 persen warga. Situasi media lebih buruk lagi, hanya 6,5 persen warga yang percaya pada media.
Banyak warga mengeluhkan, keputusan-keputusan pemerintah dipengaruhi oleh kepentingan orang-orang yang berkuasa dan yang kaya. Partai-partai poiltik dinilai tidak memperjuangkan kepentingan publik. Warga juga marah dengan luasnya korupsi dan kurangnya akuntabilitas partai dan politisi. Lebih dari separuh warga Yuani berpendapat bahwa generasi saat ini hidup lebih buruk daripada orang tua mereka, dan dua pertig warga berasumsi, generasi berikutnya akan menghadapi kehidupan yang lebih buruk lagi. (hp/as)/dw.com/id. []
*Kaki Bali Koresponden DW di Athena, Yunani