Yuli Korban Pemukulan Kepsek SMPN 21 Kota Bengkulu Lapor Polisi

Yuli korban pemukulan Kepsek SMPN 21 Kota Bengkulu lapor polisi. "Dia menarik tangan saya di hadapan banyak siswa, saya tidak terima,” ujar Yuli Setiawati.
Yuli Setiawati, korban pemukulan oleh oknum kepala sekolah. (Foto: Ist)

Bengkulu, (Tagar 23/2/2018) – Yuli Setiawati, guru SMP Negeri 21 Kota Bengkulu, melaporkan kepala sekolahnya (Kepsek) ke polisi akibat pemukulan yang menimpanya pada Kamis (22/2).

"Mungkin kalau luka fisik dalam beberapa minggu bisa hilang, tapi trauma tidak bisa begitu saja. Ini sama saja dengan mempermalukan profesi guru, apalagi saat kejadian dilihat banyak siswa," kata Yuli di Bengkulu, Jumat (23/2).

Yuli menceritakan, kejadian pemukulan tersebut bermula dari panggilan kepala sekolah untuk dirinya. Namun pada saat yang bersamaan Yuli sedang mengawasi ujian praktik siswa di laboratorium IPA.

Dia memberi tahu rekan kerjanya bahwa akan menemui kepala sekolah usai ujian. Tapi tidak lama, ternyata kepala sekolah berinisial SP masuk ke ruangan tempat Yuli mengawasi lalu memarahinya karena tidak mengindahkan panggilan.

"Bahkan dia sampai bilang, 'stop ujian, kan saya panggil'," kata Yuli menirukan kepala sekolah.

Namun Yuli sebagai sang guru tetap berpendapat bahwa kepentingan siswa dalam ujian lebih utama, apalagi ini juga bentuk persiapan bagi siswa yang akan menghadapi ujian akhir kelas IX.

"Dia menarik tangan saya di hadapan banyak siswa, saya tidak terima dan mencoba melepaskan diri," lanjutnya.

Kepala sekolah juga sempat menarik kerah baju korban yang membuat korban terjatuh. Sesaat setelah bangkit, SP memukul mata kiri Yuli sehingga lebam. Dia juga luka di siku dan memar di pinggang belakang yang diduga ditendang SP.

Yuli menduga tindakan kepala sekolahnya ini tidak lepas dari permasalahan di hari sebelumnya. Saat itu, dia meminta bendahara sekolah untuk dibelikan kertas lakmus dan indikator PH sebanyak empat set.

Namun yang dibelikan hanya dua set, sementara indikator PH dan kertas lakmus ini diperlukan untuk ujian praktik.

"Saya tanya ke bendahara, katanya habis di tokonya. Tapi saat ditanyakan ke tempat membeli ternyata stok terus tersedia," kata dia.

Agar tidak mengganggu proses ujian, Yuli membeli keperluan itu dengan uang pribadi. Namun saat dia ingin mengajukan penggantian, bendahara sekolah tidak bisa menggantinya dengan alasan pembelian tidak menggunakan kuitansi sekolah dan sekolah juga sedang tak memiliki uang kas.

"Dia (bendahara) berbohong lakmus itu habis, juga bohong soal harga yang ternyata lebih murah dari yang dikatakannya ke kepala sekolah," sebut Yuli.

Permasalahan dengan bendahara terkait penggantian uang pribadi Yuli untuk keperluan sekolah itu terjadi pada Kamis (22/2) pagi sebelum ujian.

Saat ujian berlangsung kepala sekolah mendatangi laboratorium tempat korban mengawasi siswa praktik.

"Saya sudah menduga ini akibat kejadian pagi itu (permasalahan dengan bendahara), sebab sebelumnya saya tak pernah memiliki masalah atau cekcok dengan kepala sekolah," ujar Yuli Setiawati. (ant/yps)

Berita terkait