Yogyakarta Butuh Rp 100 Miliar untuk Kebutuhan Air

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) membutuhkan minimal Rp 100 miliar untuk mencukupi kebutuhan air bersih bagi warganya.
PMI DIY melakukan dropping air bersih di Dusun Guyangan, Desa Mertelu, Kecamatan Gedangsari, Gunungkidul. (Foto: Tagar/Ridwan Anshori)

Yogyakarta - Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) membutuhkan minimal Rp 100 miliar untuk mencukupi kebutuhan air bersih bagi warganya. Di provinsi berluas 3.133.15 kilometer persegi ini masih ada 359 dusun yang sulit air.

Anggota Komisi C DPRD DIY Huda Tri Yudiana mengatakan, data di Dinas PUP dan Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) DIY menyebutkan, 350 dusun sulit air itu terbagi dalam dua kategori.

"Prioritas satu ada 159 dusun dan prioritas ada 200 dusun," katanya di DPRD DIY Jalan Malioboro, Yogyakarta, Rabu 31 Juli 2019.

Huda menjelaskan, kategori sulit air prioritas satu merupakan dusun yang secara geologi daerah sulit air, tidak ada sumur air dangkal, potensi air tanah dalam dan tidak terdapat PDAM/SPAM.

"Kategori prioritas satu ini sepenuhnya mendapat air dari luar wilayah dengan cara dropping, membeli atau mengambil dari wilayah yang jauh," ujar legislator PKS dari Dapil Sleman Utara.

Sedangkan kategori prioritas dua merupakan dusun yang secara geologi sulit air, namun sudah terdapat sumber air berupa sumur atau yang lainnya. Namun untuk memenuhi kebutuhan masyatakat sehari­-hari masih sangat kurang.

Dia mengatakan, saat musim kemarau ke dua kategori ini kesulitan air. Dropping air ribuan truk adalah hal yang baik dan patut dihargai. "Namun semestinya harus ada solusi permanen yang tidak menggantungkan dari luar daerah," ujar Huda.

Sangat memprihatinkan jika di DIY yang istimewa ini masih terdapat ratusan dusun sulit air

Bendahara DPW PKS DIY ini mengatakan, pembuatan sumur dalam adalah alternatif terbaik yang harus dilakukan untuk mengatasi wilayah sulit air tersebut. Fraksi PKS mendesak segera tambah anggaran pembuatan sumur bor dalam perubahan APBD 2019. "Maksimal selesai pada tahun 2022, terutama untuk daerah sulit air prioritas satu," kata dia.

Dia menjelaskan, pembuatan sumur bor pada APBD 2020 baru dianggarkan Rp 8 miliar untuk 17 unit. Anggaran masih minim karena terkendala survei investigasi design (SID) yang harus dilakukan sebelum membangun sumur bor.

SID ini bertujuan agar air tanah dalam bisa didapatkan dengan baik. "SID yang tersedia baru sejumlah 17 sehingga tidak bisa menganggarkan lebih untuk pengeboran," ungkapnya.

Menurut dia, pembuatan sumur bor memerlukan anggaran Rp 500 juta per unit. Artinya untuk menyelesaikan seluruh daerah prioritas satu memerlukan Rp 80 miliar. "Itu belum termasuk penganggaran untuk menyelesaikan wilayah kategori prioritas dua," kata dia.

Untuk pembuatan sumur bor di wilayah prioritas dua lebih murah, sekitar Rp 20 miliar. "Jadi untuk membangun sumur bor di wilayah kategori prioritas satu dan dua dibutuhkan anggaran minimal Rp 100 miliar," ujarnya.

Dia mengakui, anggaran pemenuhan air di DIY tergolong besar. Namun hal itu harus dilakukan, mengingat di daerah sulit air juga merupakan daerah miskin. "Sangat memprihatinkan jika di DIY yang istimewa ini masih terdapat ratusan dusun sulit air," kata Huda.

Sementara itu, dua kabupaten di Provinsi DIY, yakni Gunungkidul dan Bantul sudah ditetapkan status siaga darurat kekeringan oleh bupati setempat. Kabupaten Bantul status ini berlaku sampai 31 Desember 2019. Sedangkan Gunungkidul berlaku sampai 31 Oktober 2019.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY sendiri belum menetapkan status siaga darurat kekeringan. BPBD masih mengandalkan dropping air bersih di daerah sulit air.

Kepala Pelaksana BPBD DIY Biwara Yuswantana mengatakan, dropping air bersih yang disalurkan terbanyak di Gunungkidul. "Sampai pekan lalu, dropping air di Gunungkidul sebanyak 1.460 tangki, sedangkan bantuan dari swasta 180 tangki," kata dia. []

Baca juga:

Berita terkait