Jakarta - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia menyebut Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tak perlu membuat Rancangan Undang-undang Larangan Minuman Beralkohol (RUU Minol).
Menurutnya, soal minuman beralkohol hanya perlu diatur saja para peminumnya sehingga tidak berdampak pada ketertiban.
"Ga perlu aturan melarang ini. Seharusnya pengaturan. Misal, tidak boleh menjual ke anak," ujar Ketua YLBHI Asfinawati dalam pesan singkatnya saat dikonfirmasi Tagar, Jumat, 13 November 2020.
Ini negara main moralitas individual, tapi korupsi diperlemah, hak-hak rakyat dirampas melalui undang-undang, seperti Omnibus Law Cipta Kerja, aneh.
Baca juga: Peminum Dibui 2 Tahun atau Denda Rp 50 Juta di RUU Alkohol
Selanjutnya, Asfin, sapaannya, menyoroti ihwal sisi moralitas publik yang diatur negara melalui RUU tersebut. Sementara, kata dia, penanganan dan pemberantasan korupsi justru dilemahkan.
"Ini negara main moralitas individual, tapi korupsi diperlemah, hak-hak rakyat dirampas melalui undang-undang, seperti Omnibus Law Cipta Kerja, aneh," ucapnya.
Dia pun mengulas beberapa contoh lain bentuk perampasan hak-hak sipil yang dilakukan negara. Satu di antaranya, saat Kapolri menerbitkan Surat Telegram yang meminta jajarannya patroli siber di media sosial untuk melakukan kontra narasi isu terkait UU Cipta Kerja beberapa waktu lalu.
"Surat Telegram pas Covid, terus yang menjelang aksi Omnibus. Esensinya tetap negara otoriter, masuk ke soal-soal privat," kata dia.
Baca juga: Alasan PPP Desak Lagi RUU Larangan Minuman Beralkohol
Senada dengan Asfin, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu mengatakan, RUU larangan minuman alkohol itu tak perlu dibahas DPR. Dia lantas mewaspadai potensi overkriminalisai yang mungkin terjadi andai RUU Minol menjadi undang-undang.
"Pendekatan pelarangan bagi minuman beralkohol dapat memberi dampak negatif bagi peradilan pidana di Indonesia," kata Erasmus dalam rilis persnya, Rabu, 11 November 2020.
Sebelumnya, pada 10 November lalu, Badan Legislasi (Baleg) DPR menyebut pembahasan RUU Larangan Minol diusulkan 21 orang dari fraksi PPP, PKS, dan Gerindra.
Di dalam RUU Minol tersebut mengatur sanksi pidana bagi para peminum atau orang yang mengonsumsi minuman beralkohol, berupa pidana penjara maksimal dua tahun atau denda maksimal Rp 50 juta.
Adapun sanksi pidana atau denda tersebut tertuang di Pasal 20 Bab VI tentang Ketentuan Pidana RUU Minol.
"Setiap orang yang mengonsumsi minuman beralkohol sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dipidana dengan pidana penjara paling sedikit tiga bulan dan paling lama dua tahun atau denda paling sedikit Rp 10 juta dan paling banyak Rp 50 juta," demikian bunyi draf beleid tersebut. []