Jakarta - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengaku kecewa dengan ditariknya Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2020.
"Tentu saja (kami) sangat geram," ujar Asfin, sapaannya, saat dihubungi Tagar, Minggu, 18 Juli 2020.
Tapi kalau buat oligarki cepat, RUU Revisi UU KPK, UU Minerba, RUU Omnibus Law Cipta Kerja.
Baca juga: Wakil Rakyat Gagal Paham Tarik RUU PKS dari Prolegnas
Kendati demikian, Asfin menyebut keputusan itu bukan hal yang aneh dan telah diperkirakan sebelumnya. Dia menilai anggota DPR hanya memedulikan kepentingan elite bisnis dan investor namun jika untuk kepentingan masyarakat banyak akan alot pembahasannya.
"Polanya agenda RUU untuk kepentingan rakyat gak kelar-kelar. Contoh, RUU PRT (Pekerja Rumah Tangga), RUU Masyarakat Adat, dan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual," ucapnya.
"Tapi kalau buat oligarki cepat, RUU Revisi UU KPK, UU Minerba, RUU Omnibus Law Cipta Kerja," kata dia.
Sebelumnya, DPR mengesahkan hasil evaluasi Prolegnas prioritas tahun 2020 dalam Rapat Paripurna pada Kamis, 16 Juli 2020 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Hasil evaluasi tersebut memutuskan ada 37 RUU yang masuk dalam prolegnas prioritas tahun 2020.
Ketua Badan Legislasi (Baleg) Supratman mengatakan, pembahasan 50 RUU dalam prolegnas prioritas tahun 2020 yang sudah disepakati DPR dan pemerintah, tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya karena terdapat hambatan, salah satunya pandemi Covid-19.
Oleh karenanya, kata dia, berdasarkan hasil evaluasi bersama pemerintah disepakati pengurangan 16 RUU dalam prolegnas prioritas tahun 2020, sehingga total terdapat 37 RUU prioritas.
"Untuk itu, Badan Legislasi bersama dengan Menteri Hukum dan HAM dan DPD RI dalam rangka evaluasi prolegnas prioritas tahun 2020 menyepakati mengurangi 16 rancangan undang-undang RUU prioritas tahun 2020," kata Supratman.
Baca juga: Cek Fakta: Apa Benar Fraksi PKS Setujui Draf RUU HIP
Salah satu RUU yang ditarik dari Prolegnas Prioritas, yakni RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). Usulan penarikan ini sebelumnya diajukan oleh Komisi VIII.
Wakil Ketua Komisi VIII Marwan Dasopang mengatakan, pembahasan RUU PKS saat ini sulit dilakukan.
“Kami menarik RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Karena pembahasannya agak sulit," ujar Marwan dalam rapat bersama Baleg DPR, Selasa, 30 Juni 2020. []