Jakarta - Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago meminta agar Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mengganti kerugian masyarakat akibat narapidana kembali berulah kriminal setelah dibebaskan bersyarat atau mendapatkan asimilasi.
Program 30 ribu narapidana mendapatkan asimilasi merupakan kebijakan Kementrian Hukum dan Ham (Kemenkumham) berkaitan dengan menekan penyebaran virus corona di lapas dan rutan. Pangi mengajak masyarakat yang menjadi korban narapidana itu membentuk serikat atau persatuan untuk meminta ganti rugi.
"Sebenarnya Yasonna harus tanggung jawab mengganti motor-motor yang dibegal itu. Kasihan mereka yang motornya dibegal. Dengan catatan dia adalah tahanan asimilasi, yang dilepas kemarin karena kasus corona. Itu harusnya mereka membuat serikat atau persatuan untuk meminta ganti rugi kepada Yasonna," katanya kepada Tagar, Senin, 20 April 2020.
Baca juga:
- Baru Dibebaskan Merampok, Napi Asimilasi Ditembak Mati
- Napi Asimilasi Cincong, DPR Desak Kemenkumham Evaluasi
- Anak Buah Diduga Pungli ke Napi, Yasonna Ancam Pecat
Dalam kondisi pandemi Covid-19, masyarakat dianggap semakin tidak berdaya setelah ribuan narapidana tersebut ada yang kembali berbuat ulah. Menurut dia, apabila program lembaga negara yang dipimpin Yasonna itu tidak dilakukan maka situasi ini tidak terjadi.
"Inikan kasihan masyarakat yang susah malah motornya dibegal. Ekonomi makin susah, mereka masuk rumah sakit, pergi pakai BPJS sementara BPJS enggak nanggung. Kalau enggak dilepaskan enggak bakalan kejadian," ujarnya.
Pangi mengatakan menegaskan kembali Yasonna harus bertanggung jawab terhadap kebijakan yang ditekennya sehingga narapidana mendapatkan asimilasi. Karena ulahnya juga, kata Pangi, kenyamanan dan keamanan di tengah pendemi Covid-19 dipertanyakan masyarakat. "Kan yang lepas itu kebijakan Yasonna dengan beberapa pemangku kepentingan," kata dia.
Pangi mengaku sudah curiga sejak awal dikeluarkan kebijakan melepas narapidana asimilasi dengan alasan memutus penyebaran Covid-19 di lapas dan rutan. Dia mengaku, ada kasus narapidana diminta uang sebanyak Rp 5 juta agar masuk dalam daftar program tersebut.
"Dari awal orang sudah curiga. Pertama bau amis bahwa ada yang kemudian dugaan tercium bau amis, yang dimana harus membayar Rp 5 juta untuk keluar," ujarnya.
Program yang digagas dan dijalankan Kemenkumham ini dinilai Pangi rancu. Seharusnya, kata dia, narapidana dengan vonis Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan para tahanan ppolitik yang menikmati kebijakan asimilasi Kemenkumham tersebut.
"Ya artinya tahanan politik semakin banyak, sementara tahanan narkoba, perampok itu dilepas. Sementara dia sibuk dengan tetek bengek recehan soal orang-orang yang menghina ini. Tahanan ITE itu tidak dilepaskan, sementara itu tidak membahayakan. Mereka tidak orang jahat, hanya mengkritik," tutur dia. []