Yara Desak Seluruh PNS Terlibat Korupsi Dipecat

Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) didesak untuk segera melakukan pemecatan terhadap seluruh PNS yang telah melakukan tindak pidana korupsi.
Ilustrasi. (Gambar: Ist)

Blangpidie, (Tagar 4/8/2017) – Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) didesak untuk segera melakukan pemecatan terhadap seluruh pegawai negeri sipil (PNS) yang telah melakukan tindak pidana korupsi.

"Kalau menurut kami bukan hanya Hanafiah dan Ihsan A Majid saja yang harus dipecat. Semua PNS yang telah melakukan tindak pidana korupsi sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2015 juga harus dipecat," kata Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Miswar di Blangpidie, Aceh, Jumat (4/8).

Hanafiah bersama Ihsan A Majid yang disebutkan Miswar statusnya adalah PNS yang bertugas di Kabupaten Abdya. Sekitar 2010, mereka berdua terlibat kasus korupsi pembangunan gudang sosial di wilayah itu hingga kasus ingkrah pada tahun 2012 setelah menjalani hukuman dan pengembalian uang negara.

Kemudian, pada April 2017, pihak Badan Kepegawaian Negera (BKN) RI melakukan pemblokiran NIP kedua PNS tersebut karena dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan mendesak Pemkab Abdya untuk melakukan pemecatan.

YARA menilai, BKN terkesan pilih kasih dalam kasus pemblokiran NIP tersebut, sebab masih banyak pejabat lain di daerah itu terlibat tindak pidana korupsi sebelum diberlakukan UU Nomor 5 Tahun 2014, namun tidak dilakukan pemblokiran NIP padahal kasusnya sama dengan Hanafiah.

"Menurut kami bukan hanya Hanafiah dan Ihsan A Majid saja yang harus diblokir status pegawainya oleh BKN, tetapi ada beberapa PNS lain yang kasus korupsinya telah ingkrah juga harus ikut diblokir dan dipecat," tuntutnya.

Disebutkan, seperti kasus tindak pidana korupsi proyek pengadaan mesin genset Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abdya yang melibatkan Direktur Herwansuri dan Pejabat Pelaksana Teknis (PPTK) Nuzulan, hingga kini masih aktif tanpa dilakukan pemblokiran dan pemecatan.

Kemudian, kasus pengadan mesin genset pabrik es Lhok Pawoh Manggeng yang melibatkan mantan Sekda Abdya Nafis A Manaf juga tidak dilakukan pemblokiran NIP oleh BKN hingga mantan pejabat ini berhasil mengambil pensiun dini.

Selain itu, masih ada tiga pejabat lain yang melakukan tindak pidana korupsi sebelum diberlakukan UU Nomor 5 Tahun 2014 di Abdya seperti kasus pengadaan buku sekolah yang melibatkan mantan Kepala Dinas Pendidikan Abdya, Nasruddin. Ermisal, mantan Sekretaris Pendidikan dan Idrus mantan pengendali kegiatan.

Kasus pengadaan buku sekolah sumber Dana Alkasi Khusus (DAK) tersebut ingkrahnya sekitar tahun 2012, tetapi lagi-lagi tidak dilakukan pemblokiran NIP oleh BKN bahkan hingga kini dua pejabat itu masih menerima gaji dari pemerintah.

"Kasus pemblokiran NIP PNS itu terkesan pilih kasih. Buktinya, banyak pejabat korupsi sebelum lahirnya UU Nomor 5 Tahun 2014 tidak dilakukan pemblokiran. Seharusnya, kalau pemerintah ingin benar-benar menjalankan aturan semua PNS terlibat korupsi diblokir statusnya," ujarnya.

Miswar menegaskan, BKN bersama Pemkab Abdya wajib menjalankan amanah UUD 1945. Sebagaimana pasal 28 D ayat (1) setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.

BKN bersama Pemkab Abdya tidak boleh memperlihatkan ketidak adilan di depan hukum dan kalaupun untuk menjalankan amanah UU, semua PNS yang telah terlibat korupsi uang negara kasusnya sudah ingkrah juga harus dilakukan pemblokiran status dan dipecat dari PNS.

"Jadi, bila Pemkab Abdya tidak adil dalam mengambil keputusan pemecatan ini, maka YARA akan melakukan upaya hukum terhadap Hanafiah dan Ihsan. Kami akan meminta pertanggungjawaban pemerintah daerah di hadapan pengadilan," demikian Miswar. (yps/ant)

Berita terkait
0
Lima Bahaya Tidur di Lantai, Bisa Sakit Bell’s Pallsy
Tidur di lantai bisa terkena penyakit Bell’s Pallsy, bahkan bisa saja berdampak serius, apalagi jika dilakukan terus menerus.