Wiranto: Pasukan Evakuasi TNI dan Polri Akan Segera Ditarik dari Sulteng

Pasukan TNI dan Polri yang diperbantukan melakukan evakuasi dan pengamanan dalam bencana gempa, tsunami, dan likuafaksi di Sulawesi Tengah akan segera ditarik.
Menko Polhukam Wiranto saat memimpin rapat penanganan rehabilitasi pasca gempa, tsunami, likuafaksi di Sulawesi Tengah di Kantor Gubernur Sulawesi Tengah di Palu, Jumat (26/10). (Foto: Dok. Kementerian Polhukam)

Palu, (Tagar 26/10/2018) - Pasukan TNI dan Polri yang diperbantukan melakukan evakuasi dan pengamanan dalam bencana gempa, tsunami, dan likuafaksi di Sulawesi Tengah akan segera ditarik. Hal ini disampaikan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto saat memberikan pengarahan kepada kementerian dan lembaga terkait di kantor Gubernur Sulawesi Tengah, di Kota Palu, Jumat (26/10).

Kedatangan Wiranto di Kota Palu, Sulawesi Tengah itu untuk meninjau kesiapan pelaksanaan tahap transisi tersebut secara langsung.Menurut dia, pada tahap ini akan ada satu perpindahan kegiatan, seperti penarikan pasukan evakuasi dan pengamanan, bantuan luar negeri yang akan dihentikan, dan sebagainya."Beberapa pasukan harus kita tarik kembali, kemudian bantuan-bantuan alat berat berangsur-angsur harus kita tarik lagi. 

Lalu fasilitas umum, apakah itu masalah PDAM, listrik, BBM sudah normal betul sehingga tidak perlu difasilitasi, fasilitas keamanan juga sudah dapat dinormalkan sehingga tidak perlu lagi ada penambahan pasukan polisi dari luar daerah, itu semua butuh koordinasi," tutur mantan Panglima TNI ini.

Apalagi, lanjutnya, saat ini Indonesia sedang memasuki musim hujan, sehingga dikhawatirkan jika masih tetap tinggal di tenda dapat mudah terserang penyakit."Tadi orang-orang tanya, bagaimana pak, apa mungkin akan ada penjarahan lagi? Ya tidak ada. Penjarahan itu kan bersifat spontan, pada saat orang tidak bisa makan, tidak bisa minum, disampingnya ada mini market, saya pun jarah juga jika jadi mereka," tukas Wiranto.Wiranto mengatakan, pemerintah memutuskan untuk melakukan perpindahan tahapan penanganan bencana yang disebut tahap transisi, yaitu dari tahap tanggap darurat akan masuk ke tahap rehabilitasi-rekonstruksi.

Kedatangan Wiranto di Kota Palu, Sulawesi Tengah itu untuk meninjau kesiapan pelaksanaan tahap transisi tersebut secara langsung.

"Jadi antara tahap tanggap darurat ke tahap transisi menuju rehabilitasi-rekonstruksi ada banyak langkah-langkah yang harus diselesaikan, banyak kegiatan yang harus disesuaikan. Karena nantinya akan sangat beda," kata Wiranto dalam siaran pers yang diterima Tagar News, Jumat (26/10).

Menurut dia, pada tahap ini akan ada satu perpindahan kegiatan, seperti penarikan pasukan evakuasi dan pengamanan, bantuan luar negeri yang akan dihentikan, dan sebagainya.

Namun, pemerintah pusat akan terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah mengenai apa saja yang masih dibutuhkan pada tahap transisi ini.

"Beberapa pasukan harus kita tarik kembali, kemudian bantuan-bantuan alat berat berangsur-angsur harus kita tarik lagi. Lalu fasilitas umum, apakah itu masalah PDAM, listrik, BBM sudah normal betul sehingga tidak perlu difasilitasi, fasilitas keamanan juga sudah dapat dinormalkan sehingga tidak perlu lagi ada penambahan pasukan polisi dari luar daerah, itu semua butuh koordinasi," tutur mantan Panglima TNI ini.

Menurut dia, pada tahap ini kegiatan di masyarakat juga perlu mendapat perhatian. Pemerintah sendiri saat ini sudah mulai membangun Hunian Sementara (Huntara) yang ditargetkan sebanyak 1.200 unit, maaing-masing unit dapat dihuni oleh 10-12 KK. "Yang terpenting pada tahap transisi ini adalah kita membangun Huntara, ini yang harus kita kebut. Agar masyarakat yang masih mengungsi di tenda-tenda bisa tinggal di hunian sementara sambil nunggu rumahnya jadi," ujar Wiranto.

Apalagi, lanjutnya, saat ini Indonesia sedang memasuki musim hujan, sehingga dikhawatirkan jika masih tetap tinggal di tenda dapat mudah terserang penyakit.

"Ini kan 'leading sector'-nya Kementerian PUPR dengan melibatkan berbagai prrusahaan-perusahaan BUMN dan swasta. Tapi yang terpenting adalah saya di sini tadi minta supaya kontraktor lokal dan masyarakat dilibatkan sebagai pekerja agar mereka mendapatkan penghasilan dan dari situ mereka bisa hidup, jangan hanya mengandalkan dari Jaminan Hidup (Jadup) dari pemerintah yang tidak mungkin cukup," ucapnya.Terkait penarikan pasukan pengamanan, tambah dia, hal tersebut tidak perlu dikhawatirkan karena adanya penjarahan pascabencana karena bersifat spontan.

"Tadi orang-orang tanya, bagaimana pak, apa mungkin akan ada penjarahan lagi? Ya tidak ada. Penjarahan itu kan bersifat spontan, pada saat orang tidak bisa makan, tidak bisa minum, disampingnya ada mini market, saya pun jarah juga jika jadi mereka," tukas Wiranto.

Hadir dalam pertemuan tersebut, Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola, Bupati Donggala Kasman Lassa, perwakilan dari TNI, BNPB, serta kementerian dan lembaga terkait.

Sementara itu,  Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola, menyampaikan bahwa saat ini yang menjadi kendala adalah adanya perbedaan Presepsi terhadap pengertian tanggap darurat dan transisi darurat , dimana transisi darurat hanya dikenal pada BNPB tetapi Kementerian Dalam Negeri dan Dinas Sosial tidak mengenal istilah transisi darurat. 

Wiranto menyampaikan bahwa permasalahan perbedaan presepsi ini sangat serius untuk itu harus diluruskan supaya tidak terjadi kegamangan dalam mengambil kebijakan. "Salah satu contoh Bulog tidak berani mendistribusikan beras cadangan pada masa transisi darurat. Hal ini akan menjadi permasalahan buat pemerintah daerah dalam penanganan pengungsi," ujar Djanggola.

Wiranto menyampaikan bahwa permasalahan perbedaan presepsi ini sangat serius untuk itu harus diluruskan supaya tidak terjadi kegamangan dalam mengambil kebijakan. 

"Transisi darurat ini masuk pada ranah tanggap darurat," kata Wiranto.


Berita terkait
0
Musim Haji 2022 Akhiri Kelesuan Ekonomi di Makkah
Para pebisnis di Makkah kini mengharapkan ada pemulihan yang cepat selama ritual tahunan yaitu ibadah haji yang dimulai pekan ini