Jakarta - Wakil Menteri ATR/BPN, Surya Tjandra menyebut bahwa pelaksanaan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) perlu ada penyamaan persepsi antar pemangku kepentingan. Hal ini ia sampaikan pada Sesi II Rapat Kerja Daerah Kantor Wilayah BPN Provinsi DKI Jakarta yang diselenggarakan secara daring berpusat di Hotel Shangri-La, Jakarta, Rabu, 2 Desember 2020.
Menurutnya, hal itu perlu dilakukan demi mencapai pelaksanaan yang maksimal dalam penyelenggaraan program yang menjadi visi Presiden Joko Widodo untuk menyejahterakan masyarakat secara merata melalui Reforma Agraria.
"Untuk menyamakan persepsi pelaksanaan GTRA antar pemangku kepentingan, paling mudah kita berkoordinasi. Sesuai visi Presiden, reforma agraria merupakan program strategis nasional, jadi harus dikerjakan oleh semua sektor," ujar Surya Tjandra.
Dengan adanya GTRA, Surya Tjandra mengatakan pelaksanaan Reforma Agraria terasa lebih efektif karena adanya praktik di lapangan.
"Saya mencoba mengumpulkan mulai dari pelaksana di lapangan sampai level Eselon I, di lapangan kita perlu kerja sama langsung, praktik bersama, dan ini mulai terasa efektif, melalui GTRA mulai terbentuk tim lintas sektor, seperti pemberdayaan dan penyelesaian tanah transmigrasi," jelasnya.
Khusus di DKI Jakarta, reforma agaria dirasa penting dilaksanakan karena dapat menjadi peluang pengembangan kawasan pulau dan kawasan sungai serta penataan aset Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"Reforma agraria penting di Jakarta, karena masih banyak yang belum tersentuh pembangunan, terlebih di kawasan tepi sungai yang merupakan salah satu kawasan kumuh di Jakarta," kata Surya.
Hal Ini, lanjut dia, merupakan tantangan lintas sektor dari berbagai kementerian dan lembaga, termasuk pemerintah provinsi. "Bahkan ini bukan cuma kerjaan lintas sektor tapi lintas aktor, pemerintah harus terlibat, pengembang juga perlu dilibatkan, lalu tenant untuk perkantoran dan pemukiman, serta rencana dari para arsitek," jelas Surya Tjandra.
Dia menuturkan bahwa Reforma Agraria di Jakarta seharusnya fokus dalam penataan sempadan sungai dengan cara konsolidasi tanah dan menerapkan tiga fase utama.
Ketiga fase tersebut yakni persiapan untuk melakukan pembangunan ulang melalui kondolidasi, melakukan rekonstruksi dari kawasan sempadan sungai dan terakhir yaitu tata kelola lingkungan dibangun berbasis restorasi lingkungan.
"Kalau bisa betul-betul laksanakan konsolidasi maka akan ada hasil yang signifikan. Dengan tahapan tersebut, barangkali tantangan kita di BPN adalah kita dituntut untuk menjadi pengembang dan manager pertanahan," ujarnya. []
Baca juga:
- Kementerian ATR/BPN Dapat Penghargaan dari PT PLN
- Kementerian ATR/BPN Godok Juknis Kadaster 3D
- Wamen ATR/BPN Kunjungi Papua Barat