Wali Kota Medan Nonaktif Dituntut 7 Tahun Penjara

Jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut Wali Kota Medan nonaktif Dzulmi Edlin tujuh tahun penjara.
Wali Kota Medan Dzulmi Eldin (tengah) digiring petugas setibanya di gedung KPK, Jakarta, Rabu, 16 Oktober 2019. Dzulmi Eldin terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terkait dugaan suap dari dinas-dinas di lingkungan Pemerintah Kota Medan. (Foto: Antara/Dhemas Reviyanto)

Medan - Jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Wali Kota Medan nonaktif Dzulmi Edlin tujuh tahun penjara dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Medan, Kamis, 14 Mei 2020.

Jaksa menjatuhkan tuntutan itu karena Eldin diyakini terbukti menerima uang suap sebesar Rp 2,1 miliar dari para kepala dinasnya di Pemerrintah Kota (Pemko) Medan selama menjabat.

Dilansir dari Antara, JPU Mochamad Wiraksajaya dan Arin Karniasari dalam tuntutannya dibacakan secara online dari Jakarta, menyebutkan Eldin juga diwajibkan membayar uang denda sebesar Rp 500 juta atau subsider 6 bulan kurungan penjara.

Selain itu, menurut jaksa, Eldin melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUH Pidana Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUH Pidana.

Hal-hal yang memberatkan Eldin tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Eldin menikmati sendiri dari hasil uang suap. Sedangkan, hal-hal yang meringankan belum pernah dihukum dan selalu rajin dalam menghadiri setiap persidangan.

Peristiwa suap itu terjadi pada Oktober 2019

Penasihat hukum Eldin, Junaidi Matondang menanggapi tuntutan yang dibacakan jaksa tersebut, akan menyampaikan pledoi atau nota pembelaan.

Sidang perkara kasus suap yang dipimpin majelis hakim diketuai Abdul Azis dilanjutkan Kamis, 28 Mei 2020, untuk mendengarkan nota pembelaan Eldin terdakwa atas tuntutan JPU.

Sebelumnya, JPU Iskandar Marwanto dalam dakwaannya menyebutkan Eldin menerima uang suap sebesar Rp 2,1 miliar dari para kepala dinas di Pemkot Medan.

"Peristiwa suap itu terjadi pada Oktober 2019," kata Iskandar di Pengadilan Tipikor Medan, Kamis, 5 Maret 2020. Saat itu, Eldin menerima sejumlah uang senilai total Rp 130 juta dari Isa Ansyari selaku Kepala Dinas PUPR Kota Medan.

Jaksa mengatakan, uang tersebut diberikan sebagai imbalan karena Eldin mengangkat Isa Ansyari sebagai Kepala Dinas PUPR Kota Medan. Perkara berikutnya adalah ketika perjalanan dinas Eldin, dalam rangka kerja sama sister city antara Kota Medan dan Kota Ichikawa di Jepang.

Akibat perjalanan dinas tersebut, kemudian diketahui terdapat pengeluaran Eldin yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu, tidak bisa dibayarkan dengan dana APBD. Kemudian Eldin memerintahkan Syamsul Fitri Siregar selaku Kasubag Protokoler Pemkot Medan mencari dana dan menutupi ekses dana non-budget perjalanan ke Jepang dengan nilai sekitar Rp 800 juta.

Kadis PUPR Medan Isa Ansyari kemudian mengirim uang Rp 200 juta kepada Eldin atas permintaan melalui Syamsul Fitri untuk keperluan pribadi Eldin. Berikutnya, Syamsul menghubungi ajudan Eldin, Aidiel Putra Pratama dan menyampaikan keperluan dana sekitar Rp 800-900 juta untuk menutupi pengeluaran ke Jepang.[]

Berita terkait
KPK Rekonstruksi Kasus Dzulmi Eldin di Medan
KPK melakukan rekonstruksi kasus suap dengan tersangka Dzulmi Eldin, Wali Kota Medan nonaktif.
KPK Tetapkan Wali Kota Medan Dzulmi Eldin Tersangka
KPK menetapkan Wali Kota Medan Dzulmi Eldin sebagai tersangka pasca operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu 16 Oktober 2019.
7 Pejabat Pemko Medan Diperiksa KPK Kasus Dzulmi Eldin
Mereka diperiksa di kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara, Jalan AH Nasution, Medan, Jumat 1 November 2019.