Pesisir Selatan - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Barat (Sumbar) menilai komitmen Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel) lemah dalam menjaga hutan, terutama soal alih fungsi hutan dan pembalakan liar. Akibatnya, daerah tersebut kini rentan diterjang bencana ekologis.
Beberapa titik di Pessel ditemukan peralatan canggih penebangan kayu. Masyarakat umum tidak akan sanggup beli itu.
Bahkan, tutupan hutan di Daerah Aliran Sungai (DAS) di Kecamatan Lengayang saat ini kurang 30 persen. Kondisi tersebut diperparah dengan lemahnya komitmen pemerintah daerah terkait perlindungan kawasan hutan.
"Minimal tutupan hutan di sekitar DAS itu harus 30 persen," kata Divisi Riset dan Database Walhi Sumbar, Tommy Adam, Selasa, 10 November 2020.
Lemahnya komitmen itu tampak dari tidak adanya regulasi berupa Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur tentang alih fungsi lahan. Sebagian kawasan hutan kini telah berubah fungsi menjadi perkebunan.
Desakan akan kebutuhan perumahan juga memberikan andil cukup tinggi. Tak hanya alih fungsi lahan, praktek pembalakan liar di kawasan hutan hingga kini terus berkibar.
Dalam prakteknya, kegiatan illegal loging seperti terstruktur. Betapa tidak, aksi yang dilakukan ditenggarai dilakoni kelompok pemilik modal.
"Dari beberapa kali temuan Walhi, di beberapa titik di Pessel ditemukan peralatan canggih penebangan kayu. Masyarakat umum tidak akan sanggup beli itu," tuturnya.
Kemudian, tidak adanya Perda Tata Ruang dan Tata Wilayah (RTRW) yang jelas terkait pemanfaatan kawasan hutan. Akibatnya, alih fungsi lahan menjadi tak terelakan.
Sebagian kawasan hutan kini berubah fungsi menjadi lahan pertanian dan pemukiman. Seharusnya, kata Tommy, ada regulasi daerah mengatur tentang pemanfaatan kawasan hutan. Apalagi, dari sisi topografi, bagian Timur Pessel lereng terjal, sehingga rawan bencana ekologis seperti banjir dan longsor.
"Jadi, sangat kita sayangkan minimnya perhatian Pemkab," tuturnya.
Menurutnya, perlu pendampingan dari pemerintah daerah bagi masyarakat di sekitar kawasan hutan, sehingga tidak lagi dimanfaatkan pemilik modal untuk menebang hutan.
Seperti dikatahui, pada 31 Oktober 2020, sejumlah kecamatan di Pessel mengalami banjir. Bencana paling parah terjadi di Kecamatan Lengayang. Puluhan rumah hanyut.
Hal itu memantik perhatian Dinas Kehutanan Sumtaera Barat dan Pemkab Pessel. Dari hasil penyelidikan awal, banjir dikarenakan maraknya penebangan hutan secara liar. []