Walhi Sebut Anies Baswedan Berupaya Kelabui Publik

Pemerintah Jakarta berupaya mengelabui publik dengan menerbitkan izin secara diam-diam pada Februari 2020.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat meninjau tanggul di Latuharhari, Jakarta pada Rabu (1/1/2020). (Foto: Antara)

Jakarta - Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta Tubagus Ahmad mengatakan, Gubernur Jakarta Anies Baswedan berupaya mengelabui publik dengan menerbitkan izin secara diam-diam pada Februari 2020. Pemerintah setempat juga menyatakan proyek tersebut bukan reklamasi, padahal kata Tubagus, kebijakan Gubernur itu jelas merupakan reklamasi.

Ini disampaikan Tubagus dalam siaran pers Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ) yang terdiri dari Walhi Jakarta, LBH Jakarta, Solidaritas Perempuan, KIARA, ICEL, RUJAK, Perkumpulan MARE dan KNT Muara Angke, seperti dilansir Antara, Selasa, 14 Juli 2020. Tubagus berpendapat, jika merujuk pada ketentuan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 jo UU No 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, perluasan wilayah Ancol dengan mengonversi wilayah laut pesisir menjadi daratan jelas merupakan reklamasi.

Selain itu, Pemerintah Jakarta sengaja melanggar ketentuan UU Pesisir dan Pulau Kecil dan juga Peraturan Presiden No 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pemprov tidak memasukkan aturan tersebut sebagai dasar hukum penerbitan izin dalam bagian pertimbangan.

Sudah berkali-kali disampaikan bahwa reklamasi di teluk Jakarta akan menghilangkan wilayah tangkap nelayan tradisional yang dapat berujung pengurangan pendapatan

Pemprov DKI juga melanggar ketentuan reklamasi di dalamnya sebab tidak didasarkan pada Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K). “Perda RZWP3K merupakan syarat untuk dapat terbitnya izin pelaksanaan reklamasi. Karena tiadanya dasar hukum perencanaan ruang tersebut, patut diduga adanya pelanggaran pidana tata ruang sebagaimana diatur dalam Pasal 73 UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang,” katanya.

Pelanggaran atas Perda RZWP3K itu dalam bentuk sanksi pidana dapat berupa penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp500 juta serta pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat dari jabatannya.

Pelanggaran ketiga, penerbitan izin juga diduga kuat tidak memenuhi syarat administrasi formil maupun substansial terhadap perlindungan dan pengelolaan lingkungan. Beberapa kewajiban persyaratan yang diatur seperti Kajian Lingkungan Hidup Strategis, Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Surat Kelayakan Lingkungan Hidup dan Izin Lingkungan ataupun rencana induk reklamasi harus dipenuhi sebelum penerbitan izin pelaksanaan tersebut terbit.

“Beberapa kewajiban lingkungan tersebut justru baru diamanatkan dalam Kepgub 237/2020 tersebut. Hal ini patut untuk di tindaklanjuti dengan penegakan hukum pidana atas dugaan tiadanya izin lingkungan dalam kegiatan penimbunan yang telah berjalan sejak 2009 sebagaimana diatur dalam Pasal 109 UU No 32/2009 tentang Lingkungan Hidup,” ujarnya.

Pelanggaran keempat, reklamasi Ancol merupakan bentuk perampasan laut berupa konversi kawasan perairan, yang merupakan milik bersama publik. Perairan itu dikonversi dalam bentuk komersialisasi ruang pesisir yang akan merugikan nelayan tradisional dan merusak lingkungan hidup. Tubagus menyatakan koalisi telah melakukan upaya gugatan terhadap reklamasi Pulau I dan Pulau K atas dasar terganggunya wilayah nelayan karena kawasan tersebut adalah satu kesatuan ekosistem teluk Jakarta.

“Sudah berkali-kali disampaikan bahwa reklamasi di teluk Jakarta akan menghilangkan wilayah tangkap nelayan tradisional yang dapat berujung pengurangan pendapatan atau bahkan hilangnya mata pencaharian. Berbagai penelitian juga telah banyak menunjukkan dampak buruk reklamasi bagi ekosistem teluk Jakarta,” ucapnya.

Anies Baswedan mengeluarkan Keputusan Gubernur Nomor 237 tahun 2020 tertanggal 24 Februari 2020 tentang izin pelaksanaan perluasan kawasan rekreasi dunia fantasi seluas 35 hektar dan Taman Impian Jaya Ancol Timur seluas 120 hektar sebagai upaya melindungi warga Jakarta dari banjir.[]

Baca juga:

Berita terkait
Dianggap Berdusta, EWI: Anies Tak Pantas Jadi Capres
Ferdinand Hutahaean menilai Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tidak layak menjadi Calon Presiden (Capres) tahun 2024 mendatang.
Tipu-tipu Logika Anies Baswedan Soal Reklamasi Ancol
Ferdinand Hutahaean meminta Anies Baswedan untuk tidak melakukan tipu-tipu logika kepada masyarakat DKI terkait perluasan reklamasi Ancol.
Pemulihan Teluk Jakarta Versi Anies Justru Reklamasi
Direktur Eksekutif Walhi Tubagus Soleh Ahmadi heran Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bukannya melakukan pemulihan Teluk Jakarta, malah reklamasi