Viral Foto Enam Orang Berseragam ASN Dukung Prabowo-Sandi, Begini Nasibnya

Viral di media sosial, foto enam orang berseragam ASN dukung Prabowo-Sandi, begini nasibnya.
Kepala Badan Kepegawaian Nasional (BKN) RI, Bima Haria Wibisana di Kantor Regional III BKN Bandung, Kamis (21/3/2019). (Foto: Tagar/Fitri Rachmawati)

Bandung, (Tagar 21/3/2019) - Badan Kepegawaian Negara (BKN) meminta enam orang berseragam Aparatur Sipil Negara (ASN) yang fotonya viral, berpose mendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di lingkungan Pemerintah Provinsi Banten, diberhentikan.

"Kasus di Banten itu bukan ASN tetapi tenaga harian lepas, tidak ada urusan PNS-nya. Beda lagi kalau ASN, mereka itu belum ASN. Apakah mereka bersalah? Iya tetap bersalah," tutur Kepala BKN Bima Haria Wibisana saat ditemui di Kantor Regional III BKN Bandung, Kamis (21/3).

Alasannya, terang Bima, karena mereka menggunakan pakaian PNS (ASN) dan mereka melakukan pose foto tersebut di sekolah yang seharusnya bersih dari kegiatan politik. Maka sebaiknya diberhentikan saja enam orang tersebut.

"Ini pengorbanan yang sangat berat bagi mereka. Hanya karena hal seperti itu mereka harus diberhentikan. Tapi, ya sudahlah itulah konsekuensi atas apa yang dilakukan mereka," terang Bima.

Dikhawatirkan apabila tidak netral, pelayanan publik bisa jadi rusak, bisa terpengaruh. Misalkan ada masyarakat yang ternyata beda pandangan politiknya, jadi dalam memberikan pelayanannya buruk karena beda pandangan, itu tidak boleh.

Bima menjelaskan, bukan viralnya foto tersebut yang dipermasalahkan, tapi tujuannya sudah bisa dibaca yaitu menjatuhkan Gubernur Provinsi Banten.

"Gubernurnya pasti marah, maka sebaiknya diberhentikan saja mereka itu," tegasnya.

Atas kasus tersebut, BKN kembali mengingatkan kepada seluruh ASN agar menjaga netralitas, dilarang keras memprovokasi masyarakat dengan cara berfoto, atau perilaku lain yang menunjukkan keberpihakan kepada salah satu pasangan capres-cawapres.

"Saya ingatkan untuk kembali kepada tupoksi (tugas, pokok dan fungsi). ASN harus berdiri di tengah, harus adil, jauhi keperpihakan terutama dalam politik karena ini sangat tidak mendidik masyarakat," jelas dia.

Pilihan ASN Hanya Kotak TPS yang Tahu

Menurut Bima, ASN memang diperbolehkan untuk memilih salah satu pasangan pada Pilpres 2019, tetapi pilihan tersebut terbatas hanya bisa ditunjukkan di TPS saat melakukan pencoblosan saja.

"Mereka masih bisa memilih sesuai pilihan, tapi jangan membuat provokasi. Anda boleh tidak suka kepada salah satu calon, tetapi ingat jangan katakan itu karena nanti pun calon yang Anda tidak sukai itu harus Anda layani juga," kata dia.

Sebagai ASN yang baik, terang Bima, harus melayani siapa paun nanti pasangan capres-cawapres yang menang dalam Pilpres 2019.

"Ini yang harus diingat oleh seluruh ASN, harus bisa menempatkan jati diri mereka sebagai ASN," terang dia.

Bima menegaskan, apabila ASN terbukti melanggar netralitas maka harus dihukum, dan apabila dalam pembelaanya ASN tersebut mengaku tidak tahu aturan netralitas, ia menyebut itu sebagai berkelit untuk mangkir dari konsekuensi hukuman.

"Kalau ada ASN di Jabar yang diduga terlibat melanggar netraliltas ASN dan beralasan tak tahu aturan, ah itu hanya alasan mereka saja. Masak tidak tahu, aturan netralitas sudah jelas tidak boleh seperti itu," tegas dia.

Ia mengingatkan kembali pertama kali disumpah menjadi PNS atau ASN sudah dimintai konsistensi dan integritasnya terhadap menjaga netralitas dan keadilan serta harus setia terhadap Indonesia, termasuk asas-asas kebangsaan yang harus dijunjung tinggi oleh setiap ASN.

"Ada sumpah jabatan CPNS dan saat dilantik menjadi PNS itu sudah ada aturannya. Jadi sangat ajaib apabila ada PNS yang jawabnya tak tahu," ujar Bima.

Bima menambahkan, netralitas itu harus dijaga, tugas ASN hanya melayani masyarakat dengan baik berkualitas tinggi. Sehingga masyarkaat merasakan keadilan. Menjaga netralitas wajib bagi ASN karena mau tidak mau hal tersebut berpengaruh terhadap pelayanan publik.

"Dikhawatirkan apabila tidak netral, pelayanan publik bisa jadi rusak, bisa terpengaruh. Misalkan ada masyarakat yang ternyata beda pandangan politiknya, jadi dalam memberikan pelayanannya buruk karena beda pandangan, itu tidak boleh," tegas Bima. []

Baca juga:

Berita terkait
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.