VIDEO - Usai Ritual Melasti, Umat Hindu Boyolali Siapkan Dua Ogoh-ogoh

Usai ritual Melasti, umat Hindu Boyolali siapkan dua ogoh-ogoh. Ogoh-ogoh nantinya akan dibakar pada Jumat (16/3) sore sebagai simbol membakar kejahatan.
PEMBUKAAN OGOH-OGOH BOYOLALI: Seorang pekerja membuat ogoh-ogoh di Karanganyar, Musuk, Boyolali, Jawa Tengah, Selasa (13/3). Pembuatan Ogoh-ogoh tersebut akan digunakan untuk menyambut rangkaian perayaan Hari Raya Nyepi 1940 Saka. (Foto: Ant/Aloysius Jarot Nugroho)

Boyolali, (Tagar 13/3/2018) - Menyambut Hari Raya Nyepi 1940 Saka pada 17 Maret 2018, umat Hindu di Boyolali, Jawa Tengah menyiapkan dua Ogoh-ogoh berukuran cukup besar.

Ogoh-ogoh sebagai simbol dari kejahatan tersebut dipersiapkan pemuda-pemudi di Desa Karanganyar, Kecamatan Musuk, Boyolali. “Ogoh-ogoh ini nanti akan ditampilkan dalam perayaan menyambut Hari Raya Nyepi, Tawur Kesongo 1940 Saka yaitu sehari menjelang Hari Raya Nyepi," kata Ketua Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kecamatan Musuk, Sunarto, di Boyolali, Selasa (13/3).

Video Ogoh-ogoh Boyolali:

Pemuda-pemudi dari Pura Bhuana Puja, Dukuh Ragung Gede, Desa Karanganyar, Kecamatan Musuk membuat dua ogoh-ogoh, masing-masing setinggi sekitar 3,5 meter. Satu ogoh-ogoh menggambarkan sosok naga berbadan manusia, yang satunya menggambarkan perempuan raksasa dengan gigi bertaring.

"Maksud ogoh-ogoh ini adalah simbol raksasa atau kejahatan, yang artinya kejahatan wajib dikendalikan oleh semua manusia," ujar Sunarto.

Disebutkan, ogoh-ogoh itu akan dipentaskan pada Jumat (16/3) sore sesudah melakukan serangkaian Upacara Bhuta Yadnya di Pura Bhuana Puja serta menempatkan sesaji di perempatan desa.

Usai prosesi, selanjutnya dilakukan Pawai Ogoh-ogoh berkeliling Dukuh Tagung Gede dan Wonodadi, Desa Karanganyar. Pawai berakhir di lapangan desa setempat disambut tari-tarian, seperti tari gambyong dan peluncuran lampion.

Setelah selesai, ogoh-ogoh akan dibakar sebagai simbol membakar kejahatan.

Ritual Tawur Kesanga

Sebelumnya, ratusan umat Hindu Banyudono di Boyolali melakukan upacara ritual Mendhak Tirta atau Melasthi dengan kirab menuju sumber mata air Siraman Dalem Pengging Kabupaten Boyolali, Senin (12/3).

Umat Hindu Boyolali melakukan ritual dengan kirab dari Pura Suci Saraswati, Desa Ngaru-Aru, Pengging, Banyudono, menuju mata air Siraman Dalem Pengging untuk mengambil air suci atau air kehidupan. Air suci ini akan digunakan dalam ritual Tawur Kesanga di Candi Prambanan pada Kamis (15/3) mendatang.

Ketua Panitia Mendak Tirta, Parjiyanto menyebutkan, upacara ritual pengambilan air suci di sumber mata air Pengging tersebut diikuti sebanyak 400-san umat Hindu dari Boyolali, Surakarta, dan Sukoharjo dengan berpakaian adat khas umat Hindu yang dihiasi bunga di telinganya.

Mereka kirab berjalan dari Pura Suci Saraswati, Desa Ngaru-Aru Banyudono menuju mata air Siraman Dalem Pengging atau berjarah sekitar satu kilometer.

Umat Hindu yang mengikuti kirab dengan diiringi alat musik kendang dan gamelan Jawa berjalan membawa beragam gunungan hasil bumi sebagai wujud syukur atas limpahan kesejahteraan dan kedamaian seluruh umat.

Saling Menghormati

Parjiyanto menyebutkan, upacara ritual tersebut termasuk dalam rangkaian perayaan Hari Raya Nyepi yang jatuh pada Sabtu (17/3) mendatang.

Sumber mata air dari Siraman Dalem Pengging itu, kata Parjiyanto, merupakan satu dari tujuh mata air yang akan digunakan dalam Tawur Kesanga. Enam sumber air lainnya diambil dari Salatiga, Semarang, Klaten, dan Sragen.

Dari ketujuh mata air tersebut akan digunakan sebagai sarana penyucian diri umat Hindu dengan alam semesta, sebagai persiapan Nyepi, di mana umat Hindu melakukan ritual Catur Brata sebagai wujud introspeksi diri, antara lain tidak melakukan kegiatan selama sehari penuh, termasuk tidak makan dan tidur.

Wagiyanto selaku Pemangku Pura Saraswati Banyudono mengungkapkan, umat Hindu meski menjadi minoritas di Banyudono, tetapi mereka selama ini hidup rukun dengan umat lainnya. Pada saat perayaan Nyepi, yang mengharuskan umat Hindu untuk tidak beraktivitas dan berinteraksi sosial, masyarakat sekitar sudah saling mengerti. Mereka saling menghormati dan tidak pernah ada gesekan antarumat beragama di Boyolali.

“Jumlah umat Hindu di Boyolali sekitar 2.000 orang, tidak pernah ada masalah karena toleransi antar umat beragama sudah terjalin dengan baik selama ini,” jelas Wagiyanto. (ant/yps)

Berita terkait