Untuk Indonesia

Vanessa Angel dan Mahalnya Biaya Pilpres

Berapa sih sebenarnya biaya paslon supaya dia bisa menang di Pilpres? - Tulisan Denny Siregar
Pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Jokowi (paling depan) dan KH Ma'ruf Amin (kanan) beserta orang-orang profesional di bidangnya masing-masing dalam satu gerbong 01. (Ilustrasi: Instagram/Dhimas Jusuf)

Oleh: Denny Siregar*

Berapa sih sebenarnya biaya paslon supaya dia bisa menang di Pilpres?

Seorang pengamat pernah mengatakan, bahwa di 2014 ia menghitung biaya untuk melakukan sosialisasi dalam Pilpres mencapai 7 triliun untuk pasangan calon.

Hitungan itu mencakup gerakan blusukan ke banyak daerah di Indonesia yang sangat luas, ditambah dengan promo, membayar media dan banyak lagi. Entah apakah itu sudah termasuk membayar partai-partai pendukung atau tidak.

Anggap saja itu terlalu besar, tetapi jika kita ambil hitungan moderatnya sebesar 50 persen itu besar juga senilai 3,5 triliun rupiah. Uang sebesar itu dibakar dan tidak berharap uang kembali, karena hilang begitu cepat bagai daun kering terbakar api.

Itulah kenapa muncul ribut-ribut di koalisi Prabowo Sandi, yang mempermasalahkan kenapa partai koalisi tidak menyumbang logistik Pilpres?

Berat memang Pilpres 2019 ini karena bersamaan dengan pemilihan legislatif, dimana masing-masing partai harus mengeluarkan banyak biaya untuk memenangkan Calegnya ke kursi parlemen. Belum lagi partai yang belum memenuhi syarat Parliamentary Threshold sebesar minimal 4 persen, mereka harus berjuang sekeras mungkin supaya tidak terlempar dari Senayan.

Itulah kenapa kedua paslon lebih banyak menggunakan ide-ide kreatif dalam mempromokan jagoannya masing-masing. Koalisi Prabowo Sandi lebih banyak memainkan isu daripada turun ke daerah untuk meminimalkan biaya. Pada posisi ini Jokowi lebih diuntungkan sebagai petahana, karena dia bisa banyak bergerak ke daerah-daerah dalam bentuk sosialisasi kebijakan.

Yang paling kreatif sebenarnya Sandiaga Uno. Dia banyak memainkan gimmick supaya dirinya dikenal. Mulai dari tempe setipis ATM, petai di kepala sampai jurus bango dia mainkan supaya dibicarakan media. Hanya antara popularitas dan elektabilitas tidak berbanding lurus, karena menurut survei bahkan di kalangan milenial saja, Sandiaga Uno masih kalah dibandingkan KH Ma'ruf Amin yang jauh lebih tua darinya.

Kenapa? Ya, karena KMA punya basis milenial yang ada di pesantren-pesantren yang banyak dari mereka tidak bermain di media sosial.

Para pengusaha sendiri diperkirakan akan bermain aman dengan lebih berat berada pada posisi Jokowi. Sumbangan mengalir dari para pengusaha yang menjadi jaringan dari Erick Thohir dan Wahyu Sakti Trenggono yang memang basisnya adalah pengusaha besar.

Kalau melihat hitung-hitungan ini, kelihatannya Jokowi akan terus memimpin dan memenangkan pemilihan karena kesempatannya lebih besar. Tapi, itu tentu jika dia tidak melakukan satu kesalahan yang bisa dijadikan serangan dalam bentuk demo besar. Kita tahu, bahwa demo-demo itu adalah spesialisasi dari kelompok orang yang berada di barisan Prabowo.

Begitulah perkiraan analisa tentang Pilpres 2019 ke depan....

"Sssttt, Bang... mana berita Vanessa Angelnya??"

"Siapa dia ya?"

"Lha, kalau gak kenal kenapa namanya dicantumkan di judul??"

"Pancingan aja. Siapa tahu ada yang kirimkan linknya. Daripada bayar 80 juta, kan lebih murah nonton aja...."

"Bgsd!" Secangkir kopi melayang....

*Denny Siregar penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi

Berita terkait
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.