Usai Diperiksa KPK Artalyta Suryani Emoh Berkomentar

Usai menjalani pemeriksaan KPK terkait penyidikan kasus BLBI, pemilik PT Bukit Alam Surya Artalyta Suryani alias Ayin enggan berkomentar banyak.
KPK PERIKSA ARTALYTA SURYANI: Pengusaha Artalyta Suryani duduk di ruang tungu sebelum menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (13/9). Wanita yang akrab dipanggil Ayin itu diperiksa KPK sebagai saksi dalam kasus korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) dalam Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan tersangka mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung. (Foto: Ant/Hafidz Mubarak A).

Jakarta, (Tagar 13/9/2017) – Usai menjalani pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penyidikan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), pemilik PT Bukit Alam Surya Artalyta Suryani alias Ayin enggan berkomentar banyak.

"Semua sudah saya sampaikan kepada penyidik," kata Ayin setelah diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Rabu (13/9).

Ia pun langsung bergegas menuju mobil yang telah menunggunya di depan pintu keluar gedung KPK, Jakarta. KPK memeriksa Ayin sebagai saksi untuk tersangka Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT).

Syafruddin Arsyad Temenggung yang merupakan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada Sjamsul Nursalim.

Febri menyatakan, pemeriksaan terhadap Artalyta Suryani merupakan penjadwalan ulang yang sedianya dilakukan pada Selasa (5/9) lalu.

Terkait kasus tersebut, Febri mengatakan, KPK akan terus melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi. "Bahkan proses audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sudah hampir final, nanti kami informasikan lebih lanjut terkait dengan kerugian keuangan negara yang dihitung dari hasil audit final tersebut," tuturnya.

Ayin merupakan istri dari Surya Dharma salah seorang pimpinan PT Gajah Tunggal Tbk yang juga dikendalikan oleh Sjamsul Nursalim. Ayin sudah lama mengenal Sjamsul Nursalim saat tinggal di Lampung.

Sjamsul Nursalim pun sempat meminta Surya Dharma dan Ayin untuk mengurus tambak Dipasena atau PT Dipasena Citra Darmaja. Dipasena merupakan tambak udang terbesar di Asia Tenggara saat menjadi milik Sjamsul Nursalim.

Ayin pernah menjadi terpidana yang divonis lima tahun penjara dalam kasus suap ke jaksa Kejaksaan Agung (Kejagung) Urip Tri Gunawan pada 2008 selaku Ketua Tim Penyelidikan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Sjamsul Nursalim senilai Rp 6 miliar agar Urip memberikan informasi tentang penyelidikan BLBI Sjamsul Nursalim.

SKL diterbitkan berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2002 tentang Pemberian Jaminan Kepastian Hukum kepada debitor yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitor yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan pemeriksaan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS).

Inpres itu dikeluarkan pada saat kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri yang juga mendapat masukan dari Menteri Keuangan Boediono, Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjara-djakti, dan Menteri BUMN Laksamana Sukardi.

Berdasarkan Inpres tersebut, debitur BLBI dianggap sudah menyelesaikan utang, meski baru melunasi 30 persen dari jumlah kewajiban pemegang saham dalam bentuk tunai dan 70 persen dibayar dengan sertifikat bukti hak kepada BPPN.

Syafruddin diduga mengusulkan pemberian kepada Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham atau pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) pada 2004.

Syafruddin mengusulkan SKL ini untuk disetujui Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) dengan melakukan perubahan atas proses ligitasi kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh BDNI ke BPPN sebesar Rp 4,8 triliun yang merupakan bagian dari pinjaman BLBI. Hasil restrukturisasinya adalah Rp 1,1 triliun dapat dikembalikan dan ditagihkan ke petani tambak sedangkan Rp 3,7 triliun tidak dilakukan pembahasan dalam proses restrukturisasi. Artinya ada kewajiban BDNI sebesar Rp 3,7 triliun yang belum ditagihkan dan menjadi kerugian negara. (yps/ant)

Berita terkait