Unicorn, Antara Bisnis Global dan Fosil Makhluk Purba

Unicorn menjadi ngehits berkat kepleset jemari CEO Bukalapak Achmad Zaky dan capres Prabowo dalam debat kedua.
Ilustrasi. (Foto: Pixabay)

Jakarta, (Tagar 18/2/2019) - Istilah unicorn belakangan ini hangat diperbincangkan publik. Kamis (14/2) kemarin, CEO Bukalapak Achmad Zaky dikritisi oleh warganet akibat cuitannya yang bernuansa politis kerana menyinggung ‘presiden baru’ di medsos pribadinya.

Bukalapak merupakan salah satu perusahaan unicorn asal Indonesia yang bernilai dan bervaluasi di atas US$ 1 miliar atau setara Rp 14 triliun (US$1 = Rp 14.000). Bersama Gojek, Tokopedia dan Traveloka, Bukalapak memimpin sebagai raksasa startup di Indonesia yang perusahaannya disuntik dana besar oleh investor. Valuasi startup sendiri  adalah nilai ekonomi dari bisnis yang dilakukan sebuah startup.

Lalu, Minggu (17/2) malam, istilah unicorn kembali diangkat dalam debat calon pemimpin negeri yang mempertemukan capres petahana nomor urut 01 Joko Widodo dengan capres nomor urut 02 Prabowo Subianto. Perdebatan dimulai saat capres petahana bertanya ke capres oposisi terkait infrastruktur yang akan dibangun guna mengembangkan unicorn-unicorn di Indonesia.

Banyak investor datang ke Indonesia  karena menganggap bahwa tempat ini merupakan negara tempat tumbuh subur bagi perusahaan teknologi rintisan.

Perkembangan unicorn di Indonesia tak lepas dari besarnya ekonomi digital Indonesia diprediksi akan terus tumbuh empat kali lipat pada tahun 2025 yakni mencapai angka 100 miliar dollar AS.

Proyeksi ini diungkap Google dalam laporannya bersama Temasek di Jakarta pada tahun 2018 silam. Turut dibeberkan pula bahwa di Asia Tenggara ada 7 perusahaan unicorn dan 4 di antaranya ada di Indonesia. Tahun 2019 pemerintah menargetkan akan melakukan penambahan satu perusahaan unicorn untuk mengembangkan potensi ekonomi lokal.

Bila itu terjadi, maka Indonesia akan menjadi negara tersubur yang melahirkan perusahaan unicorn di revolusi 4.0.

CB Insight menuliskan riset pada Januari 2019, saat ini sudah ada 300 unicorn di seluruh dunia. Kemudian, yang lebih tinggi kastanya adalah decacorn dimana bervaluasi US$ 10 miliar. Adapun hectocorn bernilai US$ 100 miliar.

Indonesia pun berpotensi memiliki dua decacorn tahun ini. "Potensi (decacorn) dua tetapi setidaknya satu. Saya gak mau sebut namanya," ujar Rudiantara di Hotel Mulia Jakarta, Rabu (9/1/2019).

Unicorn Bukan Dongeng

Jauh sebelum lahirnya teknologi digital pada abad modern ini, unicorn diketahui hidup di Siberia 350.000 tahun yang lalu. Sebelumnya, manusia modern sempat menyebut unicorn hanyalah khayalan belaka yang beredar dalam dongeng anak-anak.

Menurut Dorothy Ann Bray, pakar mitologi dari McGill University, Kanada, kisah unicorn muncul dari cerita warga. “Juga, interpretasi yang salah dari badak bercula,” kata Bray, seperti dikutip dari laman Phys.org.

Legenda unicorn, Bray menjelaskan, pertama kali muncul dari sebuah buku fabel anonim berjudul Physiologus. Buku dari abad ke-2 yang dikompilasi di Alexandria, Mesir, ini memuat deskripsi tentang unicorn.

Kemudian, orang-orang abad pertengahan meminjam fabel tersebut dan dijadikan mitos. Para pengarang kisah Bestiary (fabel tentang hewan monster) abad pertengahan meluaskan makna unicorn menjadi simbol kristus dan kemurnian.

Namun, hal itu terbantahkan oleh penelitian pada tahun 2016 yang menemukan fosil unicorn di Siberia, sebelah barat Rusia. Selama beberapa dekade sebelumnya, mereka berasumsi bahwa unicorn Siberia tersebut telah punah pada 350.000 tahun lalu. Tapi dari fosil yang ditemukan di sana, para peneliti menyadari bahwa makhluk luar biasa ini masih ada di bumi hingga sekiranya 29.000 tahun lalu.

Penelitian ini membuktikan bahwa unicorn memang nyata dan makhluk tersebut menjelajahi bumi selama puluhan ribu tahun yang lalu. Sayangnya, unicorn ini tak seperti yang ada dalam buku dongeng yaitu kuda bertanduk. Begitu hasil temuan diungkap publik terkejut karena unicorn sebenarnya adalah badak kuno yang memiliki bobot sekitar 3,5 ton.

“Kami mengukur umur dari sejumlah spesimen yang kami temukan dan simpan di museum, ternyata umurnya tidak kurang 40 ribu tahun. Raksasa era es ini ternyata bertahan lebih lama dari yang diperkirakan” kata Profesor Adrian Lister, seorang paleontologis yang menyelidiki evolusi dan kepunahan seperti dilansir News dan ABC Net pada Selasa, 27 November 2018.

Meski berukuran amat besar, hewan ini diperkirakan adalah herbivora pemakan rumput. Tim tersebut berharap penemuan ini akan membantu mereka lebih memahami bagaimana faktor lingkungan memainkan peran dalam kepunahan unicorn Siberia itu. []

Baca juga:

Berita terkait