Jakarta - Melanjutkan penguatan di sesi pagi, nilai tukar (kurs) rupiah pada penutupan perdagangan, Kamis sore, 3 Oktober 2019 naik tipis 0,13 persen atau 22 poin menjadi Rp 14.173 per dolar AS dari sebelumnya Rp 14.195 per dolar AS. Apresiasi rupiah itu di tengah sinyal perlambatan ekonomi AS.
"Sinyal perlambatan ekonomi AS dan perang dagang yang belum ada kepastian telah menekan dolar AS terhadap mata uang dunia, termasuk rupiah," kata Kepala Riset Monex Investindo Future Ariston Tjendra di Jakarta, seperti diberitakan Antara.
Ariston menambahkan sinyal pelemahan ekonomi AS terlihat dari jumlah penerimaan pekerja oleh sektor swasta AS yang menurun di September. Berdasarkan Automatic Data Processing (ADP), menunjukan bahwa jumlah tenaga kerja di sektor swasta di Amerika Serikat hanya meningkat 135.000, sedikit lebih rendah dari estimasi pasar untuk kenaikan 140.000. "Ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat-Cina telah melemahkan negara dengan ekonomi terbesar di dunia," katanya.
Kepala Riset Valbury Asia Future Lukman Leong mengatakan sinyal berikutnya yang menjadi perhatian pelaku pasar yakni data mengenai konsumen-konsumen di AS. Jika melemah, dolar AS berpotensi melanjutkan tekanan. "Rupiah mendapatkan manfaat dari situasi eksternal itu di tengah sentimen domestik yang relatif masih dibayangi kekhawatiran perlambatan ekonomi serta politik-keamanan," katanya.Ia mengharapkan agar Bank Indonesia (BI) untuk tetap waspada menjaga stabilitas nilai tukar mengingat penguatannya belum sepenuhnya didukung oleh fundamental ekonomi nasional.
Sejak pagi, rupiah sudah menunjukkan tren positif. Di sesi pagi, rupiah menguat tipis menjadi Rp14.194 per dolar AS, seiring tensi politik dalam negeri yang diperkirakan mulai kondusif. "Tensi politik dalam negeri mulai menurun. Terpilihnya Puan Maharani sebagai Ketua DPR sedikit meredakan pasar, sehingga ke depan tidak ada lagi gesekan antara pemerintah dan DPR," kata Direktur Utama Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi.
Di samping itu, lanjut dia, BI juga diperkirakan masih melakukan intervensi di pasar valuta asing (valas) dan obligasi dalam perdagangan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF). DNDF merupakan transaksi derivatif valas terhadap rupiah yang standar (plain vanilla) berupa transaksi forward (berjangka) dengan mekanisme fixing yang dilakukan di pasar domestik. Ibrahim memproyeksikan pada perdagangan Kamis ini, rupiah masih terbuka peluang untuk melanjutkan penguatan meski terbatas, di kisaran Rp 14.165 - Rp14.205 per dolar AS.