Transparansi dan Upaya Progresif Jabatan Pembantu Direksi BUMN

Surat Edaran Menteri BUMN pengaturan staf ahli direksi BUMN yang bergaji Rp 50 juta per bulan viral di media sosial.
Logo baru Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terpasang di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis, 2 Juli 2020. Kementerian BUMN meluncurkan logo baru pada Rabu (1/7) yang menjadi simbolisasi dari visi dan misi kementerian maupun seluruh BUMN dalam menatap era kekinian yang penuh tantangan sekaligus kesempatan. (Foto: Antara/Aprillio Akbar)

Jakarta - Surat Edaran Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir terkait pengaturan staf ahli direksi BUMN yang bergaji Rp 50 juta per bulan viral di media sosial. Pegiat media sosial Abi Rekso Panggalih yang menyebut dirinya sebagai penyuluh #RakyatAkalSehat, mengatakan jika kita melihat dalam kaca mata good governance, surat edaran ini adalah satu upaya yang progresif dalam mendorong profesionalitas kinerja BUMN.

Bagi saya sebagai masyarakat biasa, upaya-upaya progresif yang diambil Menteri Erick adalah sesuatu yang harus didukung dan memang perlu diimplementasikan

“Praktik tukar-guling jabatan pembantu direksi BUMN, telah berlangsung lama semenjak Said Didu menjabat sebagai Sekretaris Kementerian BUMN. Semua dibuat kabur, kontraktual dan non-budgeter, hal ini dilakukan dalam rangka memperluas dan memperkokoh pasar gelap jabatan di BUMN. Dan hari ini, Menteri Erick mengubur semua itu dengan pendekatan formalisme jabatan,” kata Abi mengawali tulisannya, mengutip dari tulisan opini Abi Rekso Panggalih di mudanews.com, Selasa, 8 September 2020.  

Ia menilai ada dua arus utama narasi yang dibangun untuk menegasikan surat edaran yang dikeluarkan Kementerian BUMN. Arus pertama adalah narasi yang dibangun bahwa kebijakan Menteri Erick adalah sebuah hal yang sia-sia atau pemborosan. Arus kedua, adalah narasi yang dibangun bahwa surat edaran Menteri Erick bertentangan dengan Menteri Rini sebelumnya yang mengeluarkan surat edaran bernomor SE-04/MBU/09/2017.

Abi Rekso PanggalihAbi Rekso Panggalih (Foto: Istimewa)

"Saya akan berusaha mengajak bernalar secara objektif dari kedua sanggahan tersebut. Tanpa ada prestensi membela kebijakan Menteri Erick Thohir, kepentingan tulisan ini adalah untuk membangun alur berpikir yang logis dan objektif," tulis Abi.

Pertama, prasangka atau dugaan bahwa kebijakan Menteri Erick lebih boros, hal ini sama sekali tidak benar. Dikarenakan bahwa formalisme yang dilakukan oleh Menteri Erick justru telah mengubah hal yang pada awalnya bersifat non-budgeter menjadi on-budgeter. Karena pelarangan yang dilakukan oleh Menteri Rini hanya bersifat simbolis. Secara praktik, seorang direksi dengan kewenangannya bisa mengangkat banyak staf pembantu melebihi anggaran semestinya. Hal inilah yang kerap menjadi jabatan terselubung dengan model pembiayaan non-budgeter. Dengan adanya surat edaran Menteri Erick membuat semuanya menjadi lebih tertib dan teranggarkan dengan baik (on budget). Jadi alasan pemborosan sangatlah tidak tepat.

Kedua, perbandingan antara surat edaran yang dikeluarkan Menteri Rini dan Menteri Erick. Saya rasa secara objektif, surat edaran kementerian ada di bawah penuh diskresi menteri yang menjabat. Artinya setiap menteri memiliki cara kepemimpinan yang berbeda-beda. Yang menjadi lokus saya, surat edaran Menteri Erick adalah upaya mendorong good governance dalam kelembagaan BUMN. Sejak sekian lama praktik jabatan terselubung berlangsung menjadi area black of power. Tentu hal ini bukanlah sesuatu yang baik dalam pembangunan sistem. Maka dengan itu, saya rasa Menteri Erick sedang mendorong prinsip-prinsip good governance.

Dalam surat edaran Menteri Erick yang banyak dipersoalkan orang, Abi justru melihat Menteri Erick sedang mendorong empat prinsip utama good governance: transparansi, akuntabilitas, efektifitas dan konsensual. 

"Dengan adanya pembatasan gaji, pembatasan masa kontrak serta spesifik keahlian justru bagian dari mendorong transparansi dan akuntabilitas jabatan di dalam BUMN. Dengan adanya formalisme inilah publik dan sektor privat memiliki sebuah indikasi dalam mengukur pencapaian kinerja para staf ahli direksi. Yang secara serta merta juga menjadi bagian penilaian umum dari entitas BUMN tersebut," ujarnya.

Ia menambahkan jika kita melihat dalam kaca mata good governance, sebenarnya ini adalah satu upaya yang progresif dalam mendorong profesionalitas kinerja BUMN. Isu-isu miring terkait pemborosan sejatinya menjadi sangat tidak relevan jika ditinjau dari prakondisi umum sebelum surat edaran bernomor SE-9/MBU/08/2020 terbit dan dibincangkan banyak orang.

Menurutnya, memang sesuatu dalam upaya transparansi bukan hal yang mudah, barangkali di kalangan para direksi BUMN yang selama ini menikmati dari tukar guling jabatan juga gerah dengan kebijakan Menteri Erick. 

"Jadi perlu ada pihak-pihak lain yang menyuarakan kegelisahannya, yang notabene berasal dari kelompok status quo BUMN. Bagi saya sebagai masyarakat biasa, upaya-upaya progresif yang diambil Menteri Erick adalah sesuatu yang harus didukung dan memang perlu diimplementasikan," kata Abi menutup tulisannya.

Seperti diketahui, beberapa hari ini kembali mencuat polemik dalam pusaran Kementerian BUMN. Di mana Surat Edaran Kementerian BUMN bernomor SE-9/MBU/08/2020, kembali dipersoalkan publik.

Surat Edaran Menteri BUMN Erick Thohir terkait pengaturan staf ahli direksi BUMN viral di media sosial. Surat tersebut mengatur ketentuan di mana direksi BUMN mempekerjakan staf ahli maksimal 5 orang dan gajinya maksimal Rp 50 juta per bulan.

Masa jabatan staf ahli paling lama satu tahun dan dapat diperpanjang satu kali selama satu tahun masa jabatan dengan tidak mengurangi hak direksi untuk memberhentikan sewaktu-waktu. Surat tersebut ditetapkan di Jakarta 3 Agustus 2020 dan diteken Menteri BUMN Erick Thohir.

Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menjelaskan, kebijakan tersebut sebagai upaya transparansi. Arya mengatakan, pihaknya menemukan selama ini perekrutan staf ahli ini tidak transparan.

Arya SinulinggaArya Sinulingga, Staf Khusus Menteri BUMN. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

"Ini saya perlu jelaskan. Pertama, SE ini justru membuat semuanya hal-hal yang selama ini tidak transparan, sering tertutup di masing-masing BUMN justru kita menjadikan transparan," katanya.

"Karena apa? Kami menemukan beberapa BUMN membuat staf ahli itu atau advisor atau apapun namanya itu dibuat ada di masing-masing BUMN juga, tidak transparan. Ada yang sampai 11-12 orang, ada yang digaji Rp 100 juta atau lebih. Jadi beragam-ragam yang kami temukan," terangnya.

Ia pun mencontohkan, staf ahli di PLN sampai belasan. Hal itu terjadi juga di Pertamina dan Inalum.

"Jadi kita rapikan sekarang, dibuat batasannya, dibatasi hanya boleh 5 itu pun ke direksi. Kemudian dibatasi hanya dengan tanggung jawabnya, itu pun tertentu itu pun dibatasi. Kemudian, besaran diberikan gajinya itu pun dibatasi dan dia membantu direksi, bukan ditempatkan di bidang apapun," paparnya.

Arya pun menegaskan, kebijakan itu ditempuh agar semuanya jadi transparan. Serta, jelas aturan atau kebijakannya.

"Langkah kami adalah membuat semuanya jadi legal, membuat semuanya jadi transparan, membuat semuanya jadi lebih jelas aturan mainnya, tidak diam-diam," tutupnya. []

Berita terkait
Erick Thohir Lanjutkan Fase Kedua Holding RS BUMN
Menteri BUMN Erick Thohir melanjutkan penggabungan (holding) rumah sakit BUMN tahap kedua untuk membangun ekosistem kesehatan yang baik.
DPR: Holdingisasi BUMN Oleh Erick Thohir Langkah Maju
DPR mengapresiasi sejumlah kebijakan kementerian BUMN di bawah kepemimpinan Erick Thohir, di antaranya adalah holdingisasi BUMN.
Ikut Tender Proyek BUMN, UMKM Perlu Pendampingan
Aturan terkait tender bagi pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di proyek-proyek BUMN memerlukan pendampingan.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.