Tradisi Unik Kampung Pasir Sumenep Hindari Penyakit

Di emperan rumah debu pasir yang berhamburan tidak dianggap sebagai kotoran, melainkan berkhasiat yang dipercaya menghindari penyakit.
Anak-anak Dusun Tenggina, Desa Dapenda, Kecamatan Batang-Batang tidur di atas pasir. (Foto: Tagar/Nurus Solehen)

Sumenep - Masyarakat Kampung Pasir di Kecamatan Batang-Batang, sisi utara di Kabupaten Sumenep memiliki tradisi unik menghindari segala macam penyakit tubuh. Tradisi yang dilakukan adalah tidur beralaskan pasir. 

Kampung Pasir Kecamatan Batang-Batang berjarak kurang lebih 25 kilometer dari 25 Km. Jalan umum ini merupakan akses menuju beberapa wisata pantai, yakni Pantai Slepong dan Pantai Lombang.

Sedikitnya ada tiga desa di Kampung Pasir yang memelihara tradisi unik ini. Masing-masing Desa Legung Barat, Legung Timur, dan Dapenda. Geografis di tiga desa ini berada di sekitar pesisir.

Tidur di atas pasir bisa lebih nyenyak dibandingkan dengan kasur. Kalau tidak beralas pasir, tidurnya tidak nyenyak, sekali pun tidur di atas kasur.

Rumah penduduk kampung ini berdampingan bersebelahan dan menyatu jadi perkampungan. Leluhur dari keturunan mereka, sudah mengenal tradisi tidur beralaskan pasir.

Selain tradisi tidur di kasur pasir, warga juga memiliki usaha berbisnis tanaman bonsai. Tanaman ini dikirim untuk dipasarkan ke daerah luar, seperti Malang, Surabaya, dan Jakarta.

Ketika masuk ke kampung pasir, mereka akan disuguhkan dengan pemandangan tumbuhan pohon kelapa. Dengan begitu, tempatnya jadi rindang. Angin segar pantai ditambah rindangnya pohon menjadikan suasana semakin sejuk dan dingin.

Perjalanan Tagar menyusuri kampung pasir dihadapkan dengan beberapa tokoh masyarakat desa untuk membantu mengkomunikasikan dengan suku adat agar bisa ke kampung pasir. Sebab tiap kampung pasir suku adatnya dipimpin lain orang.

Tak lama kemudian, tokoh desa tersebut memutus sampel peliputan ke kampung pasir di Dusun Lebak dan Tenggina, Desa Depanda. Dua dusun dalam satu perkampungan ini dipimpin suku adat, bernama Satrayu 50 tahun.

Di kampung ini jumlahnya dihuni kurang lebih 500 - 600 orang. Aktivitas kesehariannya menjadi buruh nelayan, dan pedagang. Sebagian pula jadi perantauan mencari pekerjaan di luar daerah, seperti Jakarta, Bali, dan Kalimantan.

Menariknya, rumah adat Madura di kampung ini masih terbangun baik, alasnya banyak direnovasi dengan diberi keramik. Pola struktur bangunan tak tampak sedikit pun ada yang rusak, baik itu dinding, maupun atap rumah.

Pasir di sekeliling halaman rumah jadi ikon adat istiadat yang sudah ada mulai sejak dulu. Di emperan rumah debu pasir yang berhamburan tidak dianggap sebagai kotoran, melainkan berkhasiat yang dipercaya menghindari penyakit.

Setiap rumah memiliki pasir tempat mereka tidur dan bersantai bersama keluarga. Emperan rumah warga di kampung ini sulit ditemukan ada kursi tamu. Walau tak ada meja tamu, namun adanya pasir sebagai pengganti kursi dan meja, mereka lebih merasa nyaman dan tenang.

Orang yang hendak bertamu biasanya duduk di bawah dengan menggunakan alas hambal. Namun sebagian ada yang dipersilakan duduk langsung di atas pasir.

Bagi penduduk kampung ini, benda bumi seperti pasir tidak bisa diremehkan. Pasir dipercaya memiliki efek relaksasi dan juga dapat menyembuhkan penyakit. Di antaranya, gatal-gatal di kulit, keluhan nyeri punggung, pegal linu, dan penyakit rematik.

"Tidur di atas pasir bisa lebih nyenyak dibandingkan dengan kasur. Kalau tidak beralas pasir, tidurnya tidak nyenyak, sekali pun tidur di atas kasur," kata penghuni kampung pasir, Bangso 60 tahun, saat ditemui Tagar, Minggu 5 Januari 2020.

Umur Bangso yang sudah tua, tidak menyurutkan semangatnya dalam menafkahi keluarga. Solusinya harus sehat jasmani dan rohani. Terapi menyehatkan itu, didapatkan dengan berterapi di atas pasir. Akan tetapi, pasir yang digunakannya pun bukan sembarang pasir, melainkan ada pasir pilihan tertentu.

Biasanya, pasir yang digunakan diambil dari Gunung Pasir di desa Legung Barat dan Pantai Lombang. Pasir ini seperti pasir kristal, berwarna putih gading dan tidak lengket di badan sekalipun dalam kondisi basah.

Olahannya, sebelum digunakan, pasir diayak untuk memastikan tidak ada batu atau benda berbahaya lain di dalamnya. Kemudian pasir dibersihkan, lalu dijemur dan disaring untuk menghilangkan lembab dan kandungan air.

Menurut Bangso, masyarakat di sekeliling kampungnya, sulit kedapatan penyakit hingga dirawat di rumah sakit. Lantaran daya tahan tubuh mereka cukup kebal, sehingga penyakit tidak mudah lengket, sekali pun usianya sudah tua.

Pasir yang berada di halaman rumahnya, tidak jauh berbeda dengan pasir yang ada di dalam kamar rumahnya. Hanya pasir di kamarnya sedikit lebih halus karena lebih sering digunakan.

Kasur PasirWarga Dusun Tenggina, Desa Dapenda, Kecamatan Batang-Batang, Sumenep berada dalam kamar rumahnya sembari bermain dan menceritakan khasiat tidur di pasir. (Foto: Tagar/Nurus Solehen)

Dijuluki Manusia Pasir

Pengakuan suku adat Satrayu, kebanyakan anak di kampung halamannya dilahirkan di atas pasir. Jadi, dari kecil mereka memang sudah akrab dengan kasur berpasir. Mereka lahir, bermain, berkembang, dan menjadi dewasa di atas pasir.

"Sehingga tak jarang ada yang menyebutnya manusia pasir. Sekali pun di kamar ada tempat tidur, seperti pada umumnya, mereka nyaris tidak pernah menggunakannya," tutur Satrayu.

Meskipun begitu, para warga tetap memilih tidur di atas kasur dari pasir. Warga tiga desa yang mayoritas sebagai nelayan, sebagian lainnya pedagang dan bertani, menganggap pasir memberi manfaat besar berupa kesehatan tubuh.

"Tidak hanya di dalam rumah saja warga menaruh pasirnya, di halaman rumah dan tempat-tempat tertentu juga ada pasir yang digunakan untuk bersantai bersama," tambahnya.

Kata Satrayu, biasanya ketika malam hari sanak keluarga dan tetangga, anak-anak maupun para orang tua, berkumpul di halaman rumah. Mereka bersenda atau bercengkrama menikmati suasana malam, apalagi saat terbitnya bulan purnama.

Kasur PasirWarga Dusun Tenggina, Desa Dapenda, Kecamatan Batang-Batang tidur di atas pasir. (Foto: Tagar/Nurus Solehen)

Sekali Terapi Langsung Manjur

Terapi tidur di atas pasir dipercaya dapat menghindari penyakit. Terbukti salah seorang pengunjung dari Kabupaten Jember keluarganya tengah mengidap penyakit diabetes. Hal tersebut diketahui karena tidak bisa terlalu lama duduk dan membuat kecapean.

Selain jadi pengunjung orang ini juga kerabat akrab warga kampung pasir. Setelah bermalam ia berkonsultasi mencari cara agar keluarganya tersebut bisa bebas tidak terserang penyakit.

"Saya menyarankan agar tinggal di sini dan bersama-sama tidur berkasur pasir. Siapa tahu bisa perlahan sembuh melalui keyakinan kita," kata Fakir Ramdani 21 tahun, warga kampung pasir yang pernah kedatangan tamu dan berkonsultasi masalah penyakit.

Orang yang terkena penyakit itu akhirnya datang dibantu orang yang akrab sama Fakir. Orang tersebut menetap kurang lebih selama sebulan. Memang semula terasa kurang nyaman setiap hari bergelumuran pasir. Karena dipaksa, ia pun jadi terbiasa.

"Apa hasilnya, orang ini merasakan sesuatu jika rasa capeknya akibat banyak duduk mulai hilang. Setelah diperiksa ke dokter, penyakit diabetes itu dikabarkan sudah hilang," ungkapnya.

Meski demikian, Fakir memantapkan bahwa datang dan perginya penyakit itu diatur Tuhan. Hanya manusia berusaha dan meminta petunjuk. Selebihnya Tuhan yang menentukan.

Kasur PasirWarga Dusun Tenggina, Desa Dapenda, Kecamatan Batang-Batang duduk di atas pasir di halaman rumahnya sambil berjualan. (Foto: Tagar/Nurus Solehen)

Minimnya Perhatian Pemerintah

Tradisi tidur di atas pasir, masyarakat sudah mengenalnya sebagai wisata kampung pasir. Tradisi ini memang dinilai sebagai tradisi yang unik. Banyak warga berdatangan dari luar daerah hanya ingin mengetahui langsung aktivitas tradisi ini.

Satrayu menginginkan, pemerintah memperhatikan secara khusus tradisi yang sudah turun temurun ini, caranya dengan menyejahterakan masyarakat kampung dengan memberikan semacam bantuan dan fasilitas kebutuhan hidup.

"Bantuan ada, tapi hanya pada segelintir orang. Maksudnya warga kampung disini ingin pembangunan desanya berkembang maju, misalkan dengan difasilitasi bantuan paving jalan untuk peningkatan infrastruktur," paparnya.

Warga kampung pasir sejatinya tergolong sebagai masyarakat kurang mampu. Sehingga patut kiranya pemerintah mendata secara khusus keluarga kurang mampu ini agar mendapat perhatian.

Sebab ketika banyak pengunjung datang, terkadang dibenak warga kampung pasir ini muncul akan diberikan bantuan. Padahal tidak demikian, pengunjung tidak menentu dari pemerintah, melainkan juga dari pengamat tradisi, mahasiswa, LSM, dan wartawan.

"Kalau kepada desa di sini (Desa Dapenda) Bapak Sudahnan, Alhamdulillah sangat komunikatif dengan warga. Bangunan paving di setiap gang rata-rata dibantu desa," ujarnya. [] 

Berita terkait
Secercah Harapan Lewat Goresan Batik Kriyan Cirebon
Di atas goresan motif khas batik Kriyan terukir doa dan harapan warga Cirebon untuk mengubah nasib yang lebih baik.
Cikal Bakal Fenomena Klitih di Yogyakarta
Klitih, istilah di Yogyakarta pada awalnya adalah bermakna ngelayap, keluyuran, tapi kemudian menjadi sebutan bagi gerombolan remaja pembuat onar.
Syahdu Azan Pitu Cirebon Warisan Sunan Gunung Jati
Azan pitu, warisan Sunan Guning Jati di Masjid Agung Cipta Rasa Cirebon hingga saat ini masih terjaga.
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.