Tolak Revisi UU Pemilu, Parpol Terlalu Penurut ke Pemerintah

Perludem sayangkan sikap parpol menolak revisi UU Pemilu, bahkan ada yang secara mendadak menolak meski di awal mendukung.
Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh. (Foto: Tagar/Instagram)

Jakarta - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) sangat menyayangkan sikap partai politik yang menolak revisi UU Pemilu, termasuk ada yang secara mendadak menolak meski di awal mendukung revisi dimaksud.

Pergeseran itu sendiri berpedoman terhadap sikap pemerintah yang memang menolak dilakukannya revisi UU Pemilu.

"Pergeseran sikap karena berpedoman dengan pemerintah, menurut saya ini sangat disayangkan. Karena semestinya partai politik sadar betul sebagai instrumen yang memberikan keseimbangan kepada arah politik kebijakan pemerintah, ya tidak mesti ikut begitu saja," kata peneliti Perludem Fadli Ramadhanil saat menjadi pembicara pada diskusi bertajuk Maju-Mundur Revisi Undang-Undang Pemilu, Minggu, 7 Februari 2021.

Menurut Fadli Ramadhanil, tidak seharusnya semua keinginan pemerintah dituruti, sekalipun parpol dimaksud masuk dalam koalisi pemerintahan saat ini. Karena sejatinya keberadaan parpol dan DPR memberikan keseimbangan melalui pengawasan arah kebijakan dari pemerintah.

Fadli Ramadhanil menyebut, sekaitan revisi UU Pemilu parpol sebaiknya bisa melihat lebih dalam kebutuhan terhadap proses penyelenggaraan pemilu tahun 2024, termasuk juga menata ulang pilkada.

"Jangan sampai karena isu yang kecil, dan itu berkaitan dengan kepentingan jangka pendek sekelompok orang, misalnya jadwal pilkada, soal siapa yang akan lebih berpeluang dalam sebuah kontestasi politik ke depan dan situasi itu kemudian yang dijadikan untuk menghentikan perbaikan kerangka hukum pemilu ini, menurut saya itu sangat disayangkan," ujarnya.

Fadli Ramadhanil juga mengkritisi alasan pemerintah menolak RUU Pemilu, dalih karena dalam situasi pandemi Covid-19, apalagi jika sampai terjadi Pilkada 2022 dan 2023.

Menurut dia, alasan dan pandangan pemerintah ini harus diluruskan. Justru karena negara ini masih menghadapi situasi pandemi dan belum diketahui sampai kapan berakhir, sementara akan ada pemilu nasional pada 2024, tentu perlu dipikirkan bagaimana proses sebuah penyelenggaraan pemilu yang siap dilaksanakan di tengah situasi bencana nonalam atau situasi pandemi atau kemungkinan-kemungkinan bencana alam lainnya.

Fadli Ramadhanil mengatakan, mengapa dulu sempat muncul penolakan Pilkada 2020 di tengah situasi pandemi, salah satu alasannya adalah karena kerangka hukum untuk menyelenggarakan pilkada di tengah pandemi belum ada di level undang-undang.

Maka didorong ditunda untuk kemudian disiapkan kerangka hukumnya. Saat ini dorongan untuk menyiapkan UU Pemilu ini adalah bagian dari menyiapkan kerangka hukum yang utuh, lengkap, dan cukup baik menghadapi pemilu dalam situasi-situasi tertentu termasuk di tengah kondisi pandemi Covid-19.

"Misalnya bagaimana soal melakukan pemungutan suara atau metode memberikan suara selain datang ke TPS dalam situasi genting atau situasi tertentu. Ini kan mesti dibahas di level UU. Mesti disimulasikan," jelasnya.

Cita-cita dan tugas NasDem, adalah sama dengan Presiden, yakni untuk kemajuan dan masa depan bangsa yang lebih baik

Hal itu juga sambung dia, diamanahkan dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55 bahwa dalam perubahan kerangka hukum pemilu berbasiskan pada simulasi yang betul-betul hati-hati, dengan mempertimbangkan beban teknis penyelenggara dan kemudahan bagi pemilih.

Fadli Ramadhanil menegaskan, Perludem sangat mendorong revisi UU Pemilu yang bermuara pada perbaikan kerangka hukum penyelenggaraan pemilu.

Apalagi saat ini RUU Pemilu masih masuk dalam 33 list Prolegnas Prioritas yang memang belum diparipurnakan dan disetujui oleh DPR RI. Kalau kemudian dihentikan, dan harus keluar dari Prolegnas dan tentu harus dijelaskan dengan alasan terukur dan rasional.

Diketahui, mayoritas fraksi di DPR RI mendukung tak merevisi UU Pemilu. Sebelumnya ada tiga parpol mendorong revisi, di mana salah satu isunya adalah perubahan jadwal pilkada serentak.

Dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 201 Ayat 8 ditegaskan bahwa pilkada serentak digelar tahun 2024. Namun ada sekitar 282 daerah di mana kepala daerahnya justru baru akan berakhir masa jabatan pada 2022 dan 2023.

Baca juga: 

Di antaranya sebanyak 7 provinsi jabatan gubernurnya berakhir pada 2022 termasuk Gubernur DKI Anies Baswedan dan 17 provinsi berakhir masa jabatan gubernurnya pada 2023, termasuk Gubernur Sumut.

Untuk mengisi posisi kepala daerah atau gubernur yang masa jabatannya berakhir itu, akan diserahkan ke penjabat kepala daerah atau Pjs hingga terpilihnya kepala daerah hasil Pilkada 2024.

Tiga parpol yang semula mendukung revisi UU Pemilu adalah PKS, Demokrat dan NasDem. Namun belakangan, NasDem berbalik arah, menolak revisi UU Pemilu dimaksud.

Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh dalam siaran pers, Jumat, 5 Februari 2021 mengatakan, Bangsa Indonesia saat ini tengah berjuang menghadapi pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi akibat Covid-19.

Melihat hal itu, dia menilai perlunya menjaga soliditas partai-partai politik dalam koalisi pemerintahan, dan bahu-membahu menghadapi pandemi Covid-19 dan memulihkan perekonomian bangsa.

"Cita-cita dan tugas NasDem, adalah sama dengan Presiden, yakni untuk kemajuan dan masa depan bangsa yang lebih baik," ujar Surya Paloh.

Dia menambahkan, sebagai partai politik NasDem berkewajiban melakukan telaah kritis terhadap setiap kebijakan. Namun, NasDem tetap lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas segala-galanya.

Oleh karena itu, pihaknya kata Surya Paloh, mengarahkan agar Fraksi Partai NasDem DPR RI mengambil sikap untuk tidak melanjutkan revisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, termasuk mendukung pelaksanaan Pilkada Serentak di 2024.[]

Berita terkait
Buru-buru Revisi RUU Pemilu, Jangan demi Kepentingan Pilkada 2022
TePi meminta pembahasan RUU Pemilu jangan dilakukan secara terburu-buru apalagi ditunggangi agenda Pilkada 2022 dan 2023.
Jimly Asshiddiqie Sayangkan Pemerintah Enggan Bahas RUU Pemilu
Mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie menyayangkan sikap pemerintah dan sebagian besar parpol cenderung menolak direvisinya UU Pemilu.
Empat Fraksi Walk Out, Akhirnya RUU Pemilu Disahkan
Akhirnya, setelah melalui paripurna yang cukup alot, DPR mensahkan RUU Penyelenggaraan Pemilu menjadi undang-undang.