Tolak Polisi Libatkan Preman, YLBHI: Makin Tidak Keruan

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati dengan tegas menolak polisi libatkan preman untuk protokol kesehatan di pasar.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati dengan tegas menolak polisi libatkan preman untuk protokol kesehatan di pasar. (Foto: Tagar/Yaqin)

Jakarta - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati dengan tegas menolak wacana kepolisian ihwal pelibatan preman atau jeger untuk mengawasi protokol kesehatan para pengunjung pasar.

"Itu kan nanti malah menjadi makin tidak keru-keruan, karena nanti kalau preman gitu kan dia memang enggak punya kewajiban hukum apapun seperti polisi," ujar Asfin kepada Tagar, Rabu, 16 September 2020.

Ini membawa kultur kekerasan ke negara.

Asfin berpendapat, preman-preman tersebut nantinya tidak bisa dimintai pertanggungjawaban apabila melakukan penyimpangan dalam melaksanakan tugas. Selain itu, preman juga bukan sosok terlatih untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.

Baca juga: Kompolnas: Pernyataan Wakapolri Soal Pakai Preman Dipelintir

"Dan menurut saya ini membawa kultur kekerasan ke negara," ucapnya.

Dia menilai pelibatan preman tersebut akan memunculkan pelanggaran hukum baru yang pada akhirnya malah membahayakan masyarakat. Terlebih, preman tidak mempelajari tugas yang mereka terima.

"Misalnya orang yang menata lalu lintas yang macet, yang belajar dengan yang tidak belajar kan berbeda, dan mereka tidak punya kewajiban hukum juga," katanya.

Sementara, Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Benny J. Mamoto menilai pernyataan kepolisian yang hendak memberdayakan jeger-jeger pasar untuk membantu pengawasan protokol kesehatan terhadap pengunjung pasar telah dipelintir.

Baca juga: MPR Minta Wakapolri Tinjau Dampak Berdayakan Preman

Dia menilai, kepolisian memang memiliki tugas berat untuk menangkal klaster Covid-19 dari pasar tradisional. Maka itu tidak bisa bekerja sendirian, perlu rasanya melibatkan semua komponen. Seperti tokoh masyarakat, tokoh informal, sesepuh, tokoh tertua yang ada di pasar tersebut pun miliki pengaruh.

"Masing-masing pasar tradisional memiliki ciri khas sendiri sesuai kearifan lokalnya. Sehingga, pendekatannya pun perlu disesuaikan. Penggunaan istilah preman (oleh si penulis) justru menyesatkan dan menyinggung perasaan orang yang dituju," kata Benny dalam keterangan tertulis yang diterima Tagar, Minggu malam, 13 September 2020.

Sebelumnya, Wakapolri Gatot Eddy berencana memberdayakan preman pasar untuk membantu pengawasan protokol kesehatan terhadap pengunjung pasar.

“Kita juga berharap penegak disiplin internal di klaster pasar, di situ kan ada jeger-jeger-nya di pasar, kita jadikan penegak disiplin," kata Gatot di Mako Polda Metro Jaya, Kamis, 10 September 2020.

Meski demikian, dia menegaskan mereka akan tetap dipantau oleh TNI dan Polri agar pelaksanaannya tidak menyalahi aturan dan pelaksanaannya akan tetap mengedepankan cara humanis.

"Kita harapkan menerapkan disiplin tapi tetap diarahkan oleh TNI polri dengan cara-cara humanis," kata Wakil Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) itu. []

Berita terkait
Di Balik Penangkapan Geng Preman Santang Yogyakarta
Menjadi buronan 6 bulan, satu anggota geng preman Santang akhirnya ditangkap Polres Kulon Progo. Semua pelaku penyerangan brutal sudah tertangkap.
Penyerangan Midodareni Solo, Polisi: Itu Premanisme
Polda Jawa Tengah menyebut aksi penyerangan di acara midodareni Habib Umar Assegaf di Solo merupakan bentuk premanisme.
Viral Preman Pasar di Bukittinggi Diciduk Polisi
Satreskrim Polres Bukittinggi menindak seorang juru parkir yang suka memalak pengunjung pasar setelah viral di media sosial.
0
LaNyalla Minta Pemerintah Serius Berantas Pungli
Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, meminta pemerintah serius memberantas pungutan liar (pungli). Simak ulasannya berikut ini.