Toko Tembakau Legendaris di Yogyakarta, Lebih dari Seabad

Toko Wiwoho yang menjual beragam tembakau di kawasan Tugu Yogyakarta telah berdiri selama seabad. Kini pelanggannya bukan hanya dari Yogyakarta.
Sejumlah toples kaca berisi tembakau iris berjejer rapi di atas etalase Toko Wiwoho, di kawasan Tugu Yogyakarta, Sabtu, 12 Desember 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Yogyakarta – Kondisi arus lalu lintas di kawasan Tugu Pal Putih Yogyakarta cukup padat siang itu, Sabtu 12 Desember 2020. Sejumlah kendaraan yang lalu lalang menimbulkan suara berisik dari deru knalpot mereka, berpadu dengan debu yang melayang tertiup angin.

Matahari bersinar cukup terik. Panasnya seperti membakar kulit pengguna jalan. Beberapa pekerja pembangunan pun terlihat cukup kegerahan di sela pekerjaan mereka merenovasi kawasan yang cukup populer itu. Peluh mereka membasahi sebagian wajah dan pakaian.

Hanya beberapa belas meter sebelah barat laut tugu, dua pria sibuk meladeni pembeli yang datang silih berganti. Hampir sama sibuknya dengan juru parkir yang menjaga sepeda motor para pembeli di toko itu.

Dua pria di belakang etalase kaca tersebut berjalan mondar-mandir di dalam toko, mencoba mencarikan barang-barang yang dibutuhkan oleh para pelanggannya. Sesekali mereka membungkuk mengambil kertas-kertas rokok, kemudian melangkah menuju toples kaca berisi tembakau iris, menimbang sesuai keinginan pembeli, dan memasukkannya ke dalam kantong plastik.

Cerita Toko Tembakau Yogyakarta (2)Suasana lalu lintas di depan Toko Wiwoho yang sudah berdiri lebih seabad, Sabtu, 12 Desember 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Toko itu menjual beragam tembakau dan rokok. Orang-orang mengenalnya sebagai Toko Tembakau Wiwoho atau toko tembakau di pojok tugu.

Berdiri Sejak 1918

Toko tembakau itu cukup mudah untuk dicari karena letaknya yang berada di kawasan Tugu Pal Putih Yogyakarta, hanya beberapa ratus meter ke arah utara Malioboro. Selain karena posisinya yang cukup strategis, toko khusus perlengkapan perokok itu cukup melegenda karena sudah berdiri sejak 102 tahun lalu, tepatnya pada tahun 1918.

FX Untung Waluyo, seorang karyawan yang masih merupakan kerabat pemilik toko, mengatakan bahwa saat ini toko tersebut dikelola oleh ME Setyowati, menantu dari generasi kedua pendiri toko tersebut.

Ini mulainya sebelum bos saya lahir, sekitar 102 tahun lalu. Sejak tahun 1918. Dari zaman nenek neneknya, sekarang sudah cucunya.

Dulu, saat awal berdiri, toko tembakau ini dikenal sebagai Toko Bah Petruk Pojok Tugu, penjual tembakau susur. Tembakau susur adalah tembakau yang dikunyah. Biasanya para penyusur mengombinasikan tembakau dengan sirih dan atau pinang.

“Dulu zaman mbah-mbah itu kan banyak orang tua yang sukanya susur. Nah di sini tersedia tembakau susur, namanya tembakau Kedu,” kata pria berusia 58 tahun ini.

Meski jumlah penyusur sudah jauh berkurang jika dibandingkan puluhan tahun lalu, toko itu tetap menyediakan tembakau susur atau tembakau Kedu. Peminat tembakau jenis itu masih ada walaupun tak sebanyak dulu.

Selain menyediakan tembakau Kedu yang menjadi ciri khas, Toko Wiwoho juga menjual beragam jenis tembakau lokal. Jumlah jenis tembakau yang dijual mencapai ratusan. Mulai dari tembakau murah hingga yang cukup mahal.

“Di sini ada sekitar seratusan jenis tembakau, itu termasuk tembakau kemasan. Paling mahal itu kita cuma jenis Kedu dan Boyolali, per onsnya Rp 40 ribu. Ini kebanyakan tembakau lokal, dari Wonosari, Siluk,” ucapnya melanjutkan.

Cerita Toko Tembakau Yogyakarta (3)Mayoritas tembakau yang dijual di Toko Wiwoho adalah tembakau lokal, mulai dari tembakau Temanggung hingga tembakau Siluk. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Percakapan terhenti saat sepasang lelaki dan perempuan masuk ke area toko dan menanyakan harga tembakau. Beberapa pembeli lain menyusul beberapa menit setelah keduanya masuk. Untung dan rekannya kembali sibuk meladeni mereka.

Percakapan terjeda cukup lama. Keduanya melayani pembeli yang datang silih berganti selama beberapa puluh menit. Setelah selesai, Untung melanjutkan ceritanya.

Selain tembakau, beberapa jenis barang lain yang dijual di situ adalah cerutu, rokok, serta aksesoris tembakau dan kebutuhan para peroko, mulai dari kertas rokok, cengkeh, alat gulung, lem, hingga pipa cangklong.

“Jadi dari sana itu stok rokok, tembakau di tengah dan sini di bagian cerutu. Kalau tembakau juga kita sediakan aksesorisnya,” ucapnya sambil menunjuk etalase dari sebelah timur.

Dari ratusan jenis tembakau yang tersedia di situ, yang banyak diminati oleh pelanggan adalah tembakau bersaus atau yang memiliki rasa tertentu. Dia menyebut tembakau iris dengan saus rasa Dji Sam Soe, Gudang Garam, Djarum, Sampoerna, Marlboro, dan beberapa jenis tembakau bersaus lain.

Meski begitu, tembakau original pun cukup banyak diminati. Tembakau original adalah tembakau yang masih harus diberi tambahan bahan lain sebelum dilinting dan dibakar, seperti cengkeh atau kemenyan.

“Kalau yang suka pakai klembak dan menyan (kemenyan), ya tinggal ditambahin. Di sini juga ada. Kalau yang pakai saus itu sudah tanpa tambahan cengkeh,” kata Untung menambahkan.

Hampir sama dengan tembakau, cerutu yang dijual di toko itu pun seluruhnya merupakan cerutu buatan lokal, mulai dari buatan pabrik Tarumartani di Yogyakarta hingga cerutu buatan Jember, Jawa Timur.

Cerutu paling mahal adalah cerutu buatan pabrik di Jember. Harga per batangnya mencapai Rp 120 ribu. Biasanya pembeli cerutu jenis itu adalah orang-orang yang memang sudah terbiasa mengisap cerutu.

“Harga yang paling mahal per batang Rp 120 ribu, itu produksi Jember. Ada juga yang harga Rp 5 ribu. Biasanya orang yang sudah sering nyerutu ya dia tahu rasa, tapi kalau yang baru-baru coba cerutu dia coba dulu cerutu yang ada rasanya.”

Saat ditanya tentang tulisan di dalam toko yang bertulis “Jual Cerutu Belanda”, Untung tertawa. Kata dia, Cerutu Belanda sebetulnya bukan cerutu. Cerutu Belanda adalah nama salah satu rokok yang dibungkus menggunakan daun sehingga penampilannya mirip cerutu.

Cerita Toko Tembakau Yogyakarta (4)Suasana di Toko Wiwoho yang merupakan toko legendaris penjual tembakau di kawasan Tugu Yogyakarta, Sabtu, 12 Desember 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

“Sebetulnya ini rokok tapi dibungkus daun kawung jadi mirip cerutu. Ini harganya murah, isi 10 cuma Rp 17.500. Lebih murah lagi ada, Rp 12.500, mirip cerutu tapi sebetulnya rokok,” ujarnya.

Pelanggan dari Penjuru Indonesia

Pelanggan toko tembakau Wiwoho, lanjut Untung, tidak berkurang saat pandemi melanda. Pagebluk tersebut justru membuat tembakau dan barang dagangan lain di toko ini semakin laris dibeli. Bahkan sebagian pembeli yang asli Yogyakarta sengaja membeli untuk dijual kembali.

Untung meyakini usaha mereka untuk menjual tembakau merupakan imbas dari pandemi. Mereka yang kesulitan mendapatkan pekerjaan akhirnya justru terbuka pikirannya untuk berusaha sendiri, termasuk dengan menjual tembakau.

“Sekarang malah menjamur, pada menjual tembakau... Yang tadinya Cuma warung kopi, sekarang sedia tembakau. Angkringan-angkringan juga sudah banyak yang jual tembakau. Mereka beli dari sini dan dijual lagi.”

Meski Toko Wiwoho sebenarnya adalah penjual eceran, harga jualnya miring, sehingga para pedagang kecil tembakau lain memilih untuk membeli di situ.

Bukan hanya dari Yogyakarta dan sekitarnya saja, konsumen mereka juga berasal dari beberapa daerah lain, termasuk dari luar Jawa, seperti Sumatera dan Sulawesi. Kadang mereka datang hanya untuk membeli oleh-oleh, tapi tak sedikit juga yang sengaja membeli untuk dijual kembali.

“Itu tadi orang Sumatera, barusan ini dia beli sampel satu-satu, nanti dia minta dikirim ke daerahnya. Dia mau buka toko tembakau juga,” ucap Untung.

Cerita Toko Tembakau Yogyakarta (5)Andini Ristyaningrum, 29 tahun, wisatawan asal Makassar yang berbelanja oleh-oleh berupa peralatan merokok di Toko Wiwoho, Sabtu, 12 Desember 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Seorang perempuan muda bermasker dan berkaus lengan panjang berwarna merah terlihat melihat-lihat pipa rokok serta alat gulung. Jarinya yang lentik menunjuk ke dalam etalase, kemudian menunjukkan gambar alat gulung rokok di ponselnya pada Untung.

Gadis itu bernama Andini Ristyaningrum, 29 tahun. Dia adalah wisatawan dari Makassar, Sulawesi Selatan yang sedang mencari oleh-oleh pesanan teman-temannya di sana, yakni tembakau dan alat gulung serta pipa cangklong.

Dini yang pernah bekerja dan tinggal di Yogyakarta selama beberapa bulan pada tahun 2017 ini mengaku sudah cukup lama mengetahui keberadaan toko Wiwoho. “Iya, sudah lama tahunya, waktu masih kerja di sini tahun 2017. Tapi aku lupa tahunya dari siapa,” ucap gadis berperawakan langsing ini.

Membeli oleh-oleh berupa tembakau dan aksesorisnya di toko ini bukan kali pertama dilakukan oleh Dini, sapaan akrabnya. Pada tahun 2019 dia sempat berkunjung ke Yogyakarta, dan saat pulang ke Makassar dia membawakan oleh-oleh tembakau yang dibelinya di Toko Wiwoho.

“Semuanya pesanan dari teman-teman di sana. Ada tembakau, pipa, alat gulung rokok,” kata dia. []

Berita terkait
Pandemi Sokong Omzet Penjual Jamu Gendong di Jakarta
Pandemi yang melanda Indonesia ternyata menyokong peningkatan omzet penjualan jamu gendong, karena jamu dianggap meningkatkan daya tahan tubuh.
Perajin Genteng Keripik Tradisional Masih Bertahan di Bantul
Seorang perajin genteng keripik yang digarap dengan cara tradisional di Bantul, Yogyakarta, masih bertahan meski bersaing dengan genteng pres.
Doni Monardo pada Jam Makan Siang di Graha BNPB
Makan siang di Graha BNPB, olahan serba sagu terhidang di meja: briyani, kabsa, liwet, uduk Papua, sagu goreng. Doni Monardo minta piring besar.
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.