Tingkat Kecacingan Pada Anak-anak di Indonesia

Kecacingan pada anak merupakan penyakit tropis terabaikan dan masih menjadi topik permasalahan yang serius, terutama di Indonesia
Ilustrasi: Survei menunjukkan bahwa 79,8 persen anak-anak Bangladesh terinfeksi helminthiasis (Foto:archive.thedailystar.net/Zahedul I Khan)

JakartaSoil Transmitted Helminthiasi (STH) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh cacing, dikenal juga sebagai penyakit kecacingan atau cacingan. Cacingan merupakan satu dari lima penyakit tropis yang terabaikan (Neglected Tropical Disease) di Indonesia. Empat penyakit lainnya, yaitu kusta, filariasis (kaki gajah), frambusia (patek, puru), dan skisstomiasis (demam siput).

Organisasi Kesehatan Dunia PBB (WHO) mengonfimasi setidaknya terdapat 20 jenis penyakit terabaikan yang bisa menyebabkan berbagai masalah kesehatan, kerugian ekonomi, bahkan menimbulkan dampak negatif terhadap pengembangan Sumber Daya Manusia Kesehatan. Penyakit ini sering terjadi di negara-negara yang memiliki daerah dengan sanitasi buruk, termasuk Indonesia.

Umumnya penyakit kecacingan tidak hanya dialami anak-anak yang gemar bermain kotor, namun juga berisiko bagi orang dewasa. Penyakit ini, memang tidak menyebabkan penyakit berat sehingga masih dianggap sepele dan terabaikan. Gejala yang muncul pun dinilai seperti penyakit biasa yang cukup diobati dengan obat warung, seperti sakit perut, diare, mual, muntah, tidak nafsu makan, hingga penurunan berat badan.

Tetapi pada kenyataannya, penyakit ini bisa memberikan gangguan kesehatan yang lebih parah, seperti anemia, berat bayi lahir kurang dari rata-rata, gangguan ibu bersalin, IQ rendah, serta kemalasan yang membuat produktivitas menjadi menurun. Jika terus dibiarkan dan cacing telah mencapai organ tubuh lain, seperti hati atau otak, maka dapat menimbulkan gangguan kesehatan yang lebih serius.

Pada tahun 2019, sekitar 820 juta penduduk global terinfeksi penyakit cacingan dan menyebabkan lebih dari 500 ribu kematian tiap tahunnya. Begitu pula prevalensi kecacingan di Indonesia yang masih tinggi dan tersebar di 34 provinsi. Pada tahun 2002 – 2013, rata-rata pravelensi nasional mencapai 28,25% sehingga menyebabkan seseorang memiliki 6 ekor cacing di dalam tubuhnya.

Beberapa jenis cacing yang menjadi penyebabnya, yaitu cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing tambang (Necator Americanus dan Ancylostoma Doudenale), cacing cambuk (Trichuris Trichiura), dan juga cacing kremi (Enterobiasis). Penularan yang paling sering terjadi, biasanya dari tangan ke mulut melalui telur (cacing) matang dan tertelan akibat memakan buah atau sayur yang telah terkontaminasi.

Berikut adalah beberapa provinsi dengan tingkat prevalensi cacingan tertinggi tehadap anak SD di Indonesia pada tahun 2002 - 2013, diantaranya Sumatera Barat 85,9%, Kalimantan Tengah 82,3%, Kalimantan Barat 78,7%, Bali 73,7%, Nusa Tenggara Timur 72%, Maluku 70,5%, Sulawesi Selatan 70,5%, Nusa Tenggara 66,2%, Sumatera Utara 65,8%, dan Banten 62%.

jenis cacing pada anakBeberapa jenis cacing yang dapat menyebabkan penyakit kecacingan pada anak-anak (Foto: forsythhumane.org)

Tentu persentase tersebut lebih banyak terjadi di daerah perdesaan yang terpencil, terluar, dan tertinggal, bahkan belum terjamah oleh pemerintah. Lantas hal ini tak membuktikan daerah perkotaan sebagai daerah dengan sanitasi terbaik. Berdasarkan tempat pembuangan, sebesar 67,84 % daerah perkotaan justru lebih banyak membuang air limbah, kamar mandi, dapur, dan cuci pakaian ke got, selokan, dan sungai. Sedangkan pembuangan daerah perdesaan mencapai 44,15% ke got, selokan, dan sungai. Sebagian lagi terbuang dalam lubang tanah sebesar 29,66%.

Selain itu, berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar 2018 mengenai proporsi penanganan tinja balita menunjukkan, sekitar 30% rumah tangga di perkotaan maupun perdesaan masih membuang tinja balita secara sembarangan.

Upaya pemerintah Indonesia dalam pemberantasan penyakit cacingan, sebenarnya sudah dilakukan sejak tahun 1975 dengan dasar utama memutuskan mata rantai lingkaran hidup cacing. Hal ini bertujuan agar dapat mengendalikan tingkat kecacingan sampai 75% dengan sasaran anak usia sekolah dan pra sekolah pada tahun 2020.

Berbagai strategi, seperti strategi promotif (penyuluhan kesehatan), strategi preventif ( pengendalian faktor risiko yang meliputi kebersihan lingkungan dan perorangan dengan penerapan perilaku hidup bersih dan sehat, pembuatan dan penggunan jamban, dan menjaga kebersihan makanan), serta strategi pengobatan yang efektif, terjangkau, dan dapat membunuh cacing dewasa, larva, ataupun telur (dari berbagai sumber). []

- Sabian Vega Arwi

Lima Penyakit Berbahaya di Kolam Renang Umum

2 Orangutan Cacingan dan Anemia Dirawat di BBKSDA Sumut

Ivermectin Obat Cacing atau Covid-19? Ini Kata BPOM RI

Kue Khas Magelang Mirip Sarang Cacing

Berita terkait
Penyebab dan Gejala Penyakit Ginjal pada Anak
Penyakit ginjal bisa menyerang siapa saja, termasuk anak-anak. Berikut penyebab dan gejala penyakit ginjal pada anak yang harus diwaspadai
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.