Timun Suri Bukan Ibu Suri Yang Dicari Sekarang Ini...

Petani Kabupaten Lebak memasok timun suri hasil panen di sejumlah Kecamatan Cibadak dan Kalanganyar ke wilayah Jakarta karena permintaan konsumen meningkat.
Penjual menurunkan buah timun suri hasil panen di sentra buah timun suri di kawasan Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (30/5). Sejumlah petani di kawasan tersebut mengeluhkan intensitas hujan yang tidak menentu di Bogor menyebabkan hasil panen menurun sehingga harga timun suri naik 40 persen dari Rp 3 ribu hingga Rp 6 ribu per buah menjadi Rp 5 ribu hingga Rp 8 ribu per buah. (Foto: Ant/Arif Firmansyah)

Lebak, (Tagar 31/5/2017) – Anda pasti pernah merasakan nikmatnya buah timun suri. Buah yang sesuai namanya, berbentuk mirip ketimun namun lebih besar itu memang selalu populer di bulan Ramadhan. Tak ada yang tahu pasti kenapa di bulan puasa buah ini dicari.

Logika mudahnya, timun suri memang nikmat dijadikan campuran minuman atau sirup, apa pun rasa sirupnya, dan diimbuhi sedikit es, maka jadilah ia minuman yang menyegarkan. Sebagai minuman yang menyegarkan, tentu ini menjadikannya berkolerasi dan sangat relevan dikaitkan dengan bulan puasa bukan?

Jika ditelusuri, buah nikmat ini bisa dipastikan bukan berasal dari Jakarta. Ya, petani Kabupaten Lebak memasok timun suri hasil panen di sejumlah Kecamatan Cibadak dan Kalanganyar, Kabupaten Lebak ke wilayah DKI Jakarta karena permintaan konsumen di ibu kota meningkat.

“Kami panen timun suri setiap bulan suci Ramadhan,” kata Yadi (55), seorang petani warga Kecamatan Kalanganyar Kabupaten Lebak, Rabu. Diperkirakan panen ketimun suri seluas 1,0 hektare menghasilkan cukup lumayan karena tidak terserang hama maupun penyakit tanaman.

Selain itu cuaca sangat mendukung untuk pertanian ketimun suri karena curah hujan cenderung meningkat. Apalagi, menanam timun suri itu di lahan darat. Kemungkinan panen ketimun suri dari hasil tanam Maret 2017 bisa mencapai antara 10 sampai 12 ton.

“Semua produksi ketimun itu sudah ditampung pedagang dari Jakarta,” katanya. Ia mengatakan, dirinya menjual ketimun suri ditingkat penampung Rp5.500 per kilogram. Selama ini, katanya, budidaya tanaman timun suri relatif membantu pendapatan ekonomi keluarga.

Keuntungan pengembangan tanaman buah khas bulan Ramadhan itu mencapai Rp 12 juta/hektare. Apalagi, saat ini harga ketimun suri relatif baik dibandingkan tahun lalu. “Kami berharap hasil pengembangan tanaman ketimun suri dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarga,” katanya.

Menurut dia, petani di sini sudah terbiasa jika menjelang Ramadhan menanam ketimun suri. Sebab, kata dia, permintaan poduksi timun suri dari daerahnya itu cukup tinggi karena buahnya memiliki keunggulan, selain rasanya pulen dan beraroma, daging buahnya tebal.

“Petani beruntung jika panen ketimun suri bulan suci Ramadhan sebab permintaan pasar cenderung meningkat,” katanya. Begitu pula, Maman (50) seorang petani warga Kecamatan Cibadak Kabupaten Lebak yang mengaku memanen timun suri untuk dipasok ke Tangerang dan Jakarta.

Musim panen tahun ini, kata dia, relatif bagus karena didukung curah hujan tinggi. “Kami merasa lega setelah panen ketimun bisa menghasilkan pendapatan ekonomi keluarga,” katanya. Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Kabupaten Lebak Dede Supriatna mengatakan saat ini dibeberapa kecamatan mulai panen timun suri karena mereka kebanyakan tanam Maret-April 2017.

Sebab, tanaman timun suri hingga memasuki panen selama 110 hari setelah tanam. Saat ini, petani bisa memasok timun suri ke Jakarta antara empat sampai enam ton per hari. “Kami mendorong petani Lebak dapat mengembangkan budidaya timun suri guna meningkatkan pendapatan ekonomi pada bulan Ramadhan,” katanya. (Rif/Ant)

Berita terkait
0
LaNyalla Minta Pemerintah Serius Berantas Pungli
Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, meminta pemerintah serius memberantas pungutan liar (pungli). Simak ulasannya berikut ini.