Tidak Ada Bukti Kecurangan Pada Pilpres Amerika Serikat

Jaksa Agung AS, William Barr, mengatakan Departemen Kehakiman tidak menemukan bukti kecurangan pada Pilpres Amerika Serikat
Seorang pengamat pemilu (kiri) memperhatikan saat petugas pemungutan suara di Fulton County memindai surat suara untuk penghitungan ulang, 25 November 2020 (Foto: voaindonesia.com/AP)

Jakarta - Jaksa Agung Amerika Serikat (AS), William Barr, mengatakan Departemen Kehakiman tidak menemukan bukti telah terjadinya kecurangan yang meluas, yang dapat mengubah hasil pemilihan presiden (Pilpres). Ini merupakan kemunduran terbaru terhadap upaya Presiden Donald Trump untuk membatalkan hasil pemilu presiden 3 November 2020.

Barr adalah sekutu setia Trump yang menjelang pemilu presiden telah mengeluarkan peringatan tentang kemungkinan terjadinya kecurangan pemilih. Dalam wawancara dengan Associated Press, Barr mengatakan tim pengacara dan agen-agen FBI telah memeriksa keluhan-keluhan tentang kecurangan, tetapi tidak menemukan bukti yang dapat mengubah hasil pemilu presiden itu.

"Hingga saat ini, kami tidak melihat adanya kecurangan dalam skala yang bisa menimbulkan hasil berbeda pada pemilu presiden itu,” ujar Barr, 1 Desember 2020.

Pernyataan Barr itu mengesahkan apa yang dikatakan pejabat pemilihan negara bagian dan gubernur di seluruh Amerika selama beberapa minggu ini, yang sangat bertentangan dengan klaim tidak berdasar yang disampaikan Trump. Presiden AS itu mengklaim bahwa pemilu presiden telah dicurangi untuk mendukung mantan wakil presiden Joe Biden.

Saat tim kampanye dan para pendukung Trump mengajukan gugatan hukum terhadap hasil pemilu di beberapa negara bagian utama, antara lain di Arizona, Georgia, Nevada, Pennsylvania, Michigan dan Wisconsin, Trump mengecam Departemen Kehakiman karena gagal menyelidiki tuduhann yang disampaikannya.

Dalam wawancara dengan Fox News pada Minggu, 29 November 2020, Trump mengatakan Departemen Kehakiman “tidak menjalankan tugasnya.” “Anda mungkin menilai jika berada di FBI atau Departemen Kehakiman, ini hal terbesar yang akan diselidiki,” ujar Trump, “di mana mereka? Saya tidak melihat apapun!”

Trump belum menunjukkan reaksi terhadap pernyataan Barr itu. Namun, dalam sebuah pernyataan, pengacara pribadi Trump, Rudy Giuliani, dan penasehat hukum senior tim kampanyenya, Jenna Ellis, mengatakan “tidak ada kesamaan dalam penyelidikan Departemen Kehakiman tentang kecurangan pemilu.”

Juru bicara Departemen Kehakiman tidak memberi tanggapan terhadap kritik tim kampanye Trump itu.

Hingga baru-baru ini, Barr dan Trump telah menjadi sekutu dekat. Barr menjadi pakar strategi yang membuat para pengecam menjulukinya sebagai “pengacara pribadi” Trump. Keduanya berulang kali menyampaikan tentangan terhadap pemungutan suara melalui surat atau pos. Mereka beralasan metode itu rentan kecurangan.

Pada 9 November lalu, menyimpang dari kebijakan yang sudah ada sejak lama, Barr mengatakan kepada tim jaksa federal bahwa mereka dapat menyelidiki “tuduhan-tuduhan khusus” kecurangan pemilu sebelum hasilnya disahkan. Perintah yang belum pernah ada sebelumnya itu mendorong jaksa kriminal terkemuka di Departemen Kehakiman mundur dari jabatannya.

Namun, tidak ada bukti kecurangan yang ditemukan. Dalam wawancara dengan Associated Press, Barr menolak klaim yang diajukan mantan pengacara tim kampanye Trump, Sidney Powell dan lainnya bahwa sistem pemilu telah dicurangi dan entah bagaimana mengubah jutaan suara dari Biden ke Trump.

“Ada satu pernyataan yang merupakan penipuan sistemik, dan itu akan menjadi klaim bahwa mesin-mesin pada dasarnya diprogram untuk mengubah hasil pemilu,” ujar Barr.

“Dan Departemen Keamanan Dalam Negeri dan Departemen Kehakiman telah memeriksanya, dan sejauh ini kami belum melihat apa pun untuk mendukungnya.”

Sylvia Albert, Direktur Urusan Pemungutan Suara dan Pemilu di Common Sense, sebuah kelompok pemerhati pemilu, mengatakan pernyataan Barr bahwa Departemen Kehakiman tidak menemukan bukti substantif kecurangan pemilu presiden dapat membuatnya menjadi sasaran Trump.

Trump pada minggu lalu memecat Direktur Badan Keamanan Siber dan Infrastruktur Chris Krebs setelah Krebs mengatakan bahwa pemilu presiden 3 November adalah yang paling aman dalam sejarah Amerika.

“Presiden tampaknya memecat siapa pun yang menyampaikan fakta yang tidak disetujuinya,” ujar Albert.

Dalam kajian tentang pemilu presiden 3 November, Common Sense mengatakan pihaknya telah menemukan masalah-masalah yang umumnya terjadi pada hari pemilu seperti tidak berfungsinya mesin dan antrean yang panjang, tetapi tidak ada bukti telah terjadinya kecurangan (em/ft)/voaindonesia.com. []

Berita terkait
Pilpres Amerika Serikat 2020 Teraman Dalam Sejarah Amerika
Pejabat keamanan Pilpres AS tidak miliki bukti surat suara telah dihapus atau hilang oleh sistem pemungutan suara dalam Pilpres 3 November 2020
Suasana Gedung Putih Setelah Donald Trump Kalah Pilpres
Setelah kalah beginilah suasana Gedung Putih pada hari-hari terakhir Sang Presiden yang dalam benaknya, ia merasa tak pernah kalah
Wisconsin dan Arizona Sertifikasi Joe Biden Pemenang Pilpres
Dua negara bagian utama di AS, Wisconsin dan Arizona, menyertifikasi hasil pemilihan presiden (Pilpres), yang dimenangkan Joe Biden
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.