Tetes Air Nira dan Keringat Pembuat Gula Merah di Cilacap

Pembuatan gula merah membutuhkan waktu dan proses yang tidak mudah. Mulai dari menyadap air nira hingga merebus berjam-jam. Begini caranya.
Sugeng, 40 tahun, seorang pembuat gula merah di Cilacap, Jawa Tengah, sedang merebus air nira hasil sadapannya, Minggu, 29 November 2020. (Foto: Tagar/Mia Setya Ningsih)

Cilacap – Wajah Sugeng tampak berkilau kemerahan, begitu juga tubuh bagian atasnya yang berkeringat dan tidak mengenakan pakaian. Warna kemerahan pada wajah dan tubuhnya sesekali meredup, mengikuti kobaran api dalam tungku yang terbuat dari drum berukuran cukup besar.

Hanya sekiar satu meter di belakang tempat Sugeng berjongkok, pagar dari potongan-potongan bambu menjadi pembatas antara bagian dalam tempat itu dengan halaman rumah.

Bilah kayu yang tergenggam di tangan kanan Sugeng tak jarang bergerak seperti mengaduk-aduk kayu bakar, menimbulkan percikan-percikan bunga api kecil. Sementara nyala api di dalam tungku meliuk-liuk genit, seperti menari.

Di atas api yang menyala merah, terdapat satu wajan berukuran besar berisi cairan kental berwarna cokelat. Cairan yang tampak seperti bubur itu adalah air nira yang sudah direbus selama beberapa saat.

Merebus air nira merupakan rutinitas pria berusia 40 tahun ini setelah dia selesai menyadap air nira dari pohon-pohon kelapa, seperti sore itu, Jumat 27 November 2020.

Cerita Gula Merah Cilacap (2)Sugeng, 40 tahun, sedang menuangkan gula merah cair ke dalam cetakan setelah direbus selama beberapa jam, Minggu, 29 November 2020. (Foto: Tagar/Mia Setya Ningsih)

Hari itu Sugeng sedang beristirahat di teras rumahnya, Desa Tegalsari, Kecamatan Sidareja, Kabupaten Cilacap. Dia baru saja menyelesaikan pekerjaannya menyadap air nira dari 23 pohon kelapa yang dipanjatnya.

Makin Tinggi Makin Manis

Air nira diperoleh melalui proses penyadapan sapatkan bunga kelapa atau bunga aren yang masih kuncup. Caranya, kuncup bunga kelapa tersebut dibuka, kemudian ditoreh pada ujungnya. Nantinya akan keluar air dari situ. Rasanya manis, berbau harum, dan tidak berwarna, serta bisa langsung diminum, meski sangat jarang orang yang suka meminumnya langsung karena rasanya yang manis sekali.

Air Nira yang ia dapatkan, akan dikumpulkan sampai jumlah tertentu, kemudian setelah cukup banyak barulah air nira itu direbus untuk dijadikan gula merah.

Kita naik pohon kelapa bawa golok sama bumbung (bambu) yang kosong, buat ganti tempat nira yang penuh.

Biasanya dalam sehari Sugeng mengambil air nira hasil sadapan sebanyak dua kali, yakni pagi dan sore. Karena mudah basi, maka air nira yang sudah terkumpul harus segera direbus. Jika terlambat direbus, rasa nira akan berubah menjadi asam dan memiliki aroma yang menyengat. Warnanya pun berubah menjadi kekuningan dan harus dibuang.

Sugeng mempunyai kriteria khusus tentang pohon kelapa yang akan disadap air niranya. Salah satunya adalah ketinggian pohon itu harus lebih dari 15 meter. Menurutnya, semakin tinggi pohon kelapa, semakin manis pula air nira yang dihasilkan.

“Kalau pohon yang tinggi, ibarat pohon singkong sari patinya lebih banyak. Rasanya manis banget kaya madu,” katanya.

Selain rasanya lebih manis, air nira dari pohon yang tinggi juga membutuhkan waktu lebih sedikit dalam perebusan, dan menghasilkan gula lebih banyak.

Biasanya Sugeng membuat Gula merah setiap dua atau tiga hari sekali, tergantung jumlah nira yang ia dapat. Dalam sekali pembuatan, Sugeng biasa memasak 140 liter air nira sekaligus. Air nira tersebut direbus sampai mengental.

Dari 140 liter air nira tersebut biasanya hanya menghasilkan gula merah sebanyak 15 kilogram. Hal itulah yang membuat harga gula merah di pasaran lebih mahal daripada gula pasir. Ditambah lagi proses mengumpulkan air nira dan memasak cukup menguras tenaga dan waktu.

Kayu Sebagai Bahan Bakar

Untuk memasak ratusan liter air nira sampai mengental, Sugeng hanya menggunakan tungku dengan bahan bakar kayu atau sekam padi. Perbedaan bahan bakar berpengaruh pada waktu perebusan.

Cerita Gula Merah Cilacap (3)Istri Sugeng melepas cetakan dari gula merah yang sudah mengering, Minggu, 29 November 2020. (Foto: Tagar/Mia Setya Ningsih)

Jika menggunakan sekam padi, air nira harus direbus selama enam jam agar matang. Sementara, jika menggunakan kayu bakar, biasanya hanya membutuhkan waktu sekitar empat jam.

Saat ditanya mengenai perbedaan rasa dan aroma jika menggunakan bahan bakar lain, Sugeng mengatakan bahan bakar tidak memengaruhi rasa maupun aroma.

“Kalau pakai kayu bakar, waktu memasak cuma 4 jam, sedangkan kalau pakai sekam waktunya bisa 6 jam sendiri,” ucapnya, sambil menambahkan bahwa api yang dihasilkan kayu bakar lebih awet dan dia bisa melakukan aktivitas lain tanpa menunggu 4 jam di depan tungku.

Jika nira mengental dan sudah berubah warna, itu artinya nira sudah berubah menjadi biang gula. Biang gula tersebut harus segera dimasukkan ke cetakan sebelum mengeras.

Dalam seminggu, Sugeng bisa menjual hingga 30 kilogram gula merah dengan harga 15 ribu rupiah per kilogram atau sekitar Rp 1,8 juta per bulan.

Permintaan gula merah akan melonjak tajam saat bulan Ramadan hingga menjelang Hari Raya Idulfitri. Biasanya sudah banyak pembeli yang antre sebelum gula merahnya selesai diproduksi.

“Kalau lagi bulan puasa, gula belum jadi pun sudah ditunggu sama pembeli, pada antre,” kata Sugeng diiringi tawa.

Tapi, sejak beberapa waktu lalu penjualan gula merah buatannya jauh berkurang dibanding beberapa tahun terakhir. Fisik Sugeng yang tidak bisa memanjat banyak pohon kelapa menjadi penyebabnya. Sehingga otomatis produksinya pun turut berkurang.

“Dulu setiap minggu saya bisa menjual setengah kuintal seminggu, waktu fisik masih fit,” ucapnya mengenang.

Rasanya Tak Tergantikan

Seorang tetangga Sugeng bernama Nasih mengakui gula buatan Sugeng memang memiliki cita rasa yang manis dan enak. Ibu rumah tangga ini mengaku selalu membeli gula merah ke sugeng karena sudah percaya pada kualitas produknya.

Nasih selalu menggunakan gula merah untuk dicampurkan pada masakannya. Menurutnya gula merah memiliki rasa manis yang tidak bisa digantikan oleh gula pasir. Gula merah juga dapat memberikan warna alami pada masakan sehingga terlihat lebih menarik.

Cerita Gula Merah Cilacap (4)Istri Sugeng mengatur gula merah yang sudah jadi, untuk dimasukkannya dalam kemasan, Minggu, 29 November 2020. (Foto: Tagar/Mia Setya Ningsih)

“Kalau masak sayur bening misalnya, pas pakai gula merah warna airnya kan agak kecoklatan, itu lebih menarik daripada pakai gula pasir yang nggak ngasih warna,” ujar Nasih.

Gula merah buatan Sugeng, kata dia, menjadi favorit pelanggan, karena pembuatannya yang tanpa proses penambahan zat apapun. Orang–orang pun bisa melihat langsung proses pembuatannya. Itu berbeda dengan beberapa gula merah yang beredar di pasaran.

Menurutnya, gula merah yang biasa beredar di pasaran banyak yang terbuat dari gula pasir. Perbedaannya bisa dilihat saat sudah digunakan untuk memasak. Mulai dari rasa hingga warna.

Bahkan untuk orang yang sudah paham, bisa melihat perbedaannya dari warna dan tekstur gula merah. Gula merah yang terbuat dari nira asli warnanya lebih pucat dan teksturnya mudah hancur. Sementara gula merah campuran gula pasir warnanya lebih mengilap dan lebih keras.

“Kalau masyarakat yang hafal, pasti banyak yang komplain karena rasanya berbeda jika dimasak, apalagi kalau membuat kolak, perbedaan itu kelihatan banget antara gula yang benar – benar dari nira dengan yang sebenarnya gula pasir,” jelasnya

Di pasar tradisional di daerah Cilacap, gula merah selalu tersedia di toko dan warung-warung pedagang. Wahyuni, seorang pemilik toko kelontong menyebut penjualan gula merah termasuk tinggi dan banyak diminati.

“Pasti ada saja ibu–ibu yang beli gula Jawa disini,” ujarnya. Ia juga menyebut memiliki langganan tetap yaitu pembuat kecap manis yang selalu membeli gula merah sebanyak 10 kilogram per minggunya, untuk bahan baku pembuatan kecap. []

(Mia Setya Ningsih)

Berita terkait
Cerita Perajin Sandal Berbahan Limbah Kulit di Tangerang
Perajin sandal rumahan yang menggunakan limbah kulit pabrik sepatu di Tangerang tetap bertahan di tengah badai pandemi Covid-19.
Buaya Putih Jejadian Penjaga Danau Cibeureum Bekasi
Warga di sekitar Danau Cibeureum di Bekasi meyakini bahwa danau itu angker dan mempunyai penunggu berwujud buaya putih. Begini cerita warga.
Sepinya Air Terjun Giriwangi Cilacap dan Cerita Sosok Hitam
Curug atau air terjun Giriwangi di Cilacap sempat populer beberapa tahun lalu, namun perlahan pamornya meredup. Ini cerita warga soal penunggunya.