Tarif KRL Bukan Bedakan Si Kaya dan Si Miskin Tapi Karcis Langganan untuk Kelas Pekerja

Ada wacana bedakan tarif KRL antara Si Kaya dan Si Miskin yang menimbulkan kontroversi, sebaiknya sediakan karcis langganan untuk pekerja
Penumpang yang memakai masker pelindung berdiri di dalam kereta komuter pada jam sibuk sore hari saat varian Omicron terus menyebar, di tengah pandemi Covid-19, di Jakarta, 3 Januari 2022 (Foto: voaindonesia.com - REUTERS/Willy Kurniawan)

Oleh: Syaiful W. Harahap*

TAGAR.id - Tampaknya, ribut-ribut soal membedakan tarif untuk Si Kaya dan Si Miskin yang menumpang Kereta Rel Listrik (KRL) komuter sudah reda.

Wacana itu pun tidak membumi karena banyak masalah terkait dengan pembedaan itu. Bisa-bisa dikaitkan dengan diskriminasi karena subsidi yang diberikan pemerintah tidak disebutkan untuk penumpang warga miskin, tapi untuk operasional KA, termasuk KRL, sebagai subsidi.

Jika dilihat di tempat-tempat parkir di stasiun kereta api (KA) dan di luar stasiun selain sepeda motor banyak juga mobil, bahkan yang tergolong mewahpun terparkir.

Tentu saja pemilik mobil memakai pijakan efisensi karena kalau naik mobil ke kantor dari luar Jakarta harus lewat jalan tol untuk menghindari kemaceta. Itu artinya ada pengeluaran untuk tol.

Selain itu perlu pula dana untuk membeli bahan bakar minyak (BBM). Juga ada risiko ban kempes, senggolan bahkan tabarakan.

Selanjutnya ketika sampai ke Jakarta mobil harus parkir dengan tarif yang terus bertambah setiap jam.

Maka, jauh lebih murah memarkir mobil di stasiun KA perjalanan selanjutnya dengan KRL. Jika kantor, pabrik atau tempat kerja agak jauh dari stasiun bisa dilanjutkan dengan ojek atau angkutan kota.

Antrean Penumpang KRLSejumlah penumpang KRL Commuter Line antre menunggu kedatangan kereta di Stasiun Bogor, Jawa Barat, Senin, 13 April 2020. (Foto: Antara/Arif Firmansyah)

Dari aspek sosial salah satu ciri masyarakat maju adalah menggunakan angkutan umum dengan kualifikasi angkutan massal yaitu KRL dan LRT – light rapid transit diindonesiakan jadi Lintas Rel Terpadu (di atas permukaan tanah) dan MRT – mass rapid transit diindonesikan jadi Moda Raya Terpadu (di bawah tanah).

Di Jakarta dikembangkan busway, disebut BRT (Bus Rapid Transit) yang dioperasikan sebagai TransJakarta sejak tahun 2001 yang diinisasi oleh, saat itu Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso.

Tapi, TransJakarta ini tidak termasuk sebagai angkutan massal karena masih terhalang dengan persimpangan dan lampu lalu lintas. Maka, TransJakarta hanya sekelas angkutan umum yang punya jalur khusus. Namun, jalur khusus sering diserobot mobil-mobil dengan nomor polisi khusus dan mobil aparat dari berbagai instansi.

Ide busway ini dari sebuah kota, Bogota, Kolombia, di Amerika Latin. Namun, trayek busway di Bogota pada jalan yang tidak berpotongan, sementara TransJakarta melewati jalan umum dengan perpotongan dan lampu lalu lintas.

Andalan warga yang bekerja di Jakarta dan sekitarnya dari arah Barat (Tangerang dan Rangkasbitung, Banten), arah Timur (Cikarang, Jabar) dan arah Selatan (Bogor, Jabar) sementara ini hanya KRL. Soalnya, LRT yang dibangun baru pada jalur di timur Jakarta ke pusat Jakarta.

Direncanakan LRT juga tembus ke Barat dan Selatan sehingga beban KRL berkurang dan warga mempunyai pilihan (opsi) transportasi yang handal dan, tentu saja, murah (karena disubsidi negara, dalam hal ini pemerintah).

Agaknya, KRL juga perlu diperpanjang jalurnya sampai ke Karawang seterusnya ke Purwakarta (Jabar) serta Serang dan Merak (Banten). Sedangkan dari wilayah Selatan calon penumpang KRL diumpan oleh KA Pangrango dari Sukabumi.

Beban KRL yang beroperasi di wilayah Jabodetabek (Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi) pada November 2022 mencapai 745.106 penumpang per hari. Ini jauh dari julah penumpang sebelum pandemi Covid -19 yang mencapai 1,2 juta.

Stasiun ManggaraiCalon penumpang KRL Jabodetabek berjalan di Stasiun Manggarai, Jakarta, Rabu, 9 Oktober 2019. (Foto: Antara/Muhammad Adimaja)

Kembali ke soal membedakan ongkos bagi Si Kaya dan Si Miskin, akan jauh lebih arif dan bijaksana jika pemerintah, dalam hal ini PT KAI dan PT Kereta Commuter Indonesia, jika memberikan reduksi (potongan harga dalam hal ini ongkos) kepada penumpang KRL klas buruh atau karyawan yang jadi pengulang-alik.

Untuk mencegah penyalahgunaan pembelian kartu langganan KRL dengan melengkapi persyaratan KTP dan identitas karyawan.

Namun, ini pun masih ada celah yaitu Pak Bos menyuruh bawahannya. Si Miskin, membeli tiket langganan (abonemen) yang dijual dengan reduksi.

Nah, sesekali bikin razia. Jika ada penumpang yang pakai kartu langganan dengan reduksi tapi dipakai Si Kaya, maka berikan sanksi pidana sosial. Misalnya, membersihkan peron dan WC stasiun. Biar kapok! []

* Syaiful W. Harahap, Redaktur di Tagar.id

Berita terkait
Pemerintah Berwacana Naikkan Tarif KRL Jebodetabek
Pemerintah berwacana menaikkan tarif KRL Jabodetabek. Berdasarkan wacana, penyesuaian diimplementasikan tahun ini untuk tarif dasar sejauh 25 km.
0
Presiden Jokowi Dijadwalkan Hadir di Perayaan HUT ke-8 PSI
Presiden RI Joko Widodo pasalnya dijadwalkan menghadiri puncak perayaan Hari Ulang Tahun ke-8 Partai Solidaritas Indonesia di Djakarta Theater.