Syukuran Pembatalan Kenaikan Iuran BPJS di Surabaya

Syukuran dilakukan penggugat Perpres iuran BPJS Kesehatan, Kusnan Hadi di PN Surabaya setelah MA membatalkan perpres 70 tahun 2019.
pedagang kopi sekaligus aktivis sosial menggelar tasyakuran atas putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan dengan menyerahkan kue ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Surabaya, Jatim, Selasa (10/3/2020). (Foto: ANTARA/Heri)

Surabaya - Salah satu penggugat Peraturan Presiden (Perpres) tentang kenaikan iuran Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menggelar syukuran di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dengan menyerahkan kue, Selasa, 10 Maret 2020. Syukuran dilakukan setelah Mahkamah Agung (MA) membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

Penggugat Perpres tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan, Kusnan Hadi mengatakan keputusan MA membatalkan Perpres Nomor 75 tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan, khususnya dalam Pasal 34 ayat (1) dan (2) sangat disyukuri oleh masyarakat Indonesia. Baginya keputusan MA membatalkan Perpres tersebut sebagai kemenangan rakyat Indonesia.

Alhamdulillah MA mendengarkan dan menerima tuntutan keadilan masyarakat

"Ini (putusan MA) kemenangan seluruh rakyat Indonesia," ujarnya di depan Humas PN Surabaya Sigit Sutriono sembari menyerahkan kue syukuran.

Sementara kuasa hukum Kusnan, M Sholeh mengaku senang jika MA menerima uji materi Perpres Nomor 75 tahun 2019 yang menjadi rujukan BPJS Kesehatan menaikkan iuran khususnya pada kelas I dan II.

"Alhamdulillah MA mendengarkan dan menerima tuntutan keadilan masyarakat," ucapnya dilansir Antara.

Diketahui, Kusnan bersama sejumlah pedagang kopi di Surabaya merupakan salah satu penggugat Perpres Nomor 75 Tahun 2019. Gugatan uji materi didaftarkan Kusnan melalui PN Surabaya pada 1 November 2019.

Sementara itu, MA mengabulkan uji materi yang diajukan Komunitas Pasien Cuci Darah (KPCDI) terkait pembatalan kenaikan iuran jaminan kesehatan. Judicial review tersebut diajukan untuk menguji Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan, khususnya dalam Pasal 34 ayat (1) dan (2).

Pasal tersebut mengatur iuran peserta bukan penerima upah (PBPU) dan peserta bukan pekerja (BP) menjadi sebesar Rp42 ribu per orang per bulan dengan manfaat pelayanan ruang perawatan kelas III, Rp110 ribu dengan manfaat ruang perawatan II dan Rp160 ribu dengan manfaat ruang perawatan kelas I.

Dalam amar putusannya, MA menyebut pasal 34 ayat (1) dan (2) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan bertentangan dengan Undang-Undang yang lebih tinggi yakni, Pasal 23A, Pasal 28 H Jo, dan Pasal 34 UUD 1945 serta bertentangan dengan Pasal 2, Pasal 4 huruf b, c, d, dan e, Pasal 17 ayat 3 Undang-undang (UU) 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Perpres juga dianggap berlawanan dengan Pasal 2, 3, 4 huruf b, c, d, dan e UU 24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan Pasal 4 Jo, Pasal 5 ayat 2 Jo, Pasal 171 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. []

Berita terkait
Iuran Tak Naik, Ini Kata Kepala BPJS Bantaeng
BPJS belum bisa memberi keterangan lebih lanjut terkait judicial review pembatalan kenaikan iuran BPJS
BPJS Batal Naik, DPR Minta Sri Mulyani Patuhi MA
Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani mematuhi putusan Mahkamah Agung soal putusan BPJS
Kenaikan Iuran BPJS Bertentangan dengan Hukum
Waketum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengakui putusan Mahkamah Agung soal kenaikan BPJS Kesehatan bertentangan dengan hukum.
0
DPR Terbuka Menampung Kritik dan Saran untuk RKUHP
Arsul Sani mengungkapkan, RUU KUHP merupakan inisiatif Pemerintah. Karena itu, sesuai mekanisme pembentukan undang-undang.