Suteki versus Yos, 2 Pakar Hukum Undip Bentrok di PTUN

Dua pakar hukum dari Universitas Diponegoro Semarang, Jawa Tengah bakal saling berhadapan di pengadilan.
Prof Suteki (kiri) dan tim kuasa hukumnya usai mendaftarkan gugatan keputusan Rektor Undip Prof Yos Johan Utama di PTUN Semarang. (Foto: Tagar/Agus Joko Mulyono)

Semarang – Dua pakar hukum dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Jawa Tengah bakal saling berhadapan di pengadilan. Ke duanya adalah Prof Suteki, pakar sosiologi hukum-filsafat Pancasila dan Prof Yos Johan Utama, pakar hukum tata usaha negara.

Ini setelah Suteki mengajukan gugatan atas terbitnya surat keputusan (SK) nomor: 586/UN7.P/KP/2018. SK yang diteken Yos selaku Rektor Undip, memuat tentang pemberhentian Suteki dari Ketua Program Studi (Prodi) Magister Ilmu Hukum dan Ketua Senat Fakultas Hukum, pada 28 November 2018.

Rektor Undip juga mengeluarkan surat bernomor: 4977/UN6.P/KP/2018 tertuju ke Gubernur Akademi Kepolisian (Akpol), Semarang. Berisi tentang penggantian tenaga pengajar dari Undip di Akpol. Imbasnya Suteki diberhentikan sebagai dosen di Akpol.

Dalam gugatan sengketa keputusan Rektor Undip itu, Suteki didampingi 21 kuasa hukum di bawah koordinasi Kantor Hukum Dr Achmad Arifullah SH MH & Partners.

"Gugatan sengketa keputusan tersebut telah kami daftarkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang pada Selasa 20 Agustus 2018. Dan kepaniteraan menerima pendaftaran dengan nomor register perkara: 61/G/2019/PTUNSMG tertanggal 20 Agustus 2019," ungkap Ketua Tim Advokasi Prof Suteki, Ahmad Arifullah di Semarang, Rabu 21 Agustus 2019.

Arifullah menerangkan, pemberhentian dua jabatan penting di Undip dan luar kampus tersebut merupakan buntut dari kesediaan kliennya menjadi saksi ahli dalam persidangan gugatan pencabutan badan hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di PTUN Jakarta, Februari 2018 dan judicial review Perpu Ormas di Mahkamah Konstitusi pada Oktober 2017.

"Klien kami dicopot dari jabatannya tanpa ada mekanisme yang diatur sesuai kode etik atau proses klarifikasi melalui sidang disiplin maupun Senat Universitas. Artinya langsung diberhentikan tanpa ada pemeriksaan langsung kepada klien kami," jelas dia.

Silakan Rektor Undip membuktikan bentuk pengkhianatan atau pemberontakan yang telah dilakukan klien kami

Atas kesaksian di dua persidangan itu, Suteki dianggap melanggar disiplin Aparatur Sipil Negara (ASN) sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No 53 Tahun 2010.

"Dinilai melanggar Pasal 3 angka 3 PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS oleh Rektor Undip," ujar dia.

Kehadiran dan keterangan Suteki di persidangan kala itu juga dituding sebagai pelanggaran berat karena dianggap pro HTI sehingga dapat mengganggu kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Sebuah penilaian yang men-judge Suteki tidak sesuai dengan kapasitasnya sebagai ahli hukum dan dosen Pancasila.

Anggota Tim Advokasi Suteki, Dasuki menambahkan Suteki merupakan guru besar yang telah mengajar soal ilmu hukum dan Pancasila selama 24 tahun.

Atas keputusan itu yang bersangkutan merasa dirugikan atas hak jabatan dan nama baiknya sebagai dosen, pribadi maupun penerus Yayasan Institute Satjipto Foundation.

Padahal, kehadiran Suteki di dua persidangan bukan tanpa alasan maupun pertimbangan hukum. Keahlian di bidang ilmu hukum dan dosen Pancasila mendasari kesediaan kliennya bersedia sebagai saksi ahli. Pendidikan dan pengetahuan mendalamnya berkaitan erat dengan permohonan saat itu.

Dan kesaksian Suteki bersifat ilmiah, teknis atau pendapat khusus tentang suatu alat bukti untuk pemeriksaan.

"Keterangan ahli menurut Pasal 102 ayat 1 UU No 5 Tahun 1985 adalah pendapat orang yang diberikan di bawah sumpah dalam persidangan tentang hal yang ia ketahui menurut pengalaman dan pengetahuannya," jelas dia.

Selain itu, keterlibatan Suteki sebagai ahli dalam rangka melaksanakan tugas fungsinya selaku ASN sebagaimana diatur dalam Pasal 11 UU No 5 Tahun 2014 tentang ASN. Yakni tugas memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas serta mempererat persatuan kesatuan dalam kerangka NKRI.

"Pelayanan publik yang dilakukan sesuai kapasitasnya sebagai akademisi atau guru besar hukum, khususnya di bidang hukum dan masyarakat," tegas Dasuki.

Sehingga, lanjut Dasuki, tidak benar jika kliennya diduga berafiliasi pada HTI atau anti Pancasila. Karenanya penilaian melanggar disiplin PNS sangat tidak mendasar.

"Silakan Rektor Undip membuktikan bentuk pengkhianatan atau pemberontakan yang telah dilakukan klien kami. Jangan tiba-tiba mengeluarkan surat keputusan tanpa pemeriksaan sesuai aturan," imbuh dia.[]

Berita terkait
Cara Undip Tangkal Radikalisme di Kalangan Mahasiswa
Universitas Diponegoro (Undip) mempunyai cara mengantisipasi ancaman paparan radikalisme dan intoleransi di kalangan mahasiswa.
Cerita Leony Panjaitan, Sopir Ojek Online dan Lulus Cum Laude dari Undip
Namanya Leony Sondang Panjaitan mendadak viral dan terkenal. Dia mahasiswi Undip yang baru wisuda dengan gelar cum laude.
Tak Ada Penantang Prof Yos di Pilrek Undip Semarang
Mengacu pada Peraturan MWA No 01 Tahun 2018, pemilihan rektor dengan satu kandidat tidak masalah.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.