Surat Terbuka untuk Penjabat Bupati Mesuji Drs Sulpakar MM

Konflik sosial terkait tanah adad di Mesuji, Lampung, sudah berlangsung sejak Orde Baru, kurang lebih 35 tahun
Ilustrasi (Foto: Tagar/Dok/Ist)

TAGAR.id, Bandar Lampung, Lampung - "Bencana sosial akibat konflik agraria selalu korbankan masyarakat adat, masyarakat lokal dan transmigrasi di Kabupaten Mesuji, Provinsi Lampung. Konflik sudah berlangsung sejak Orde Baru, kurang lebih 35 tahun. Apakah harus menunggu 100 tahun lagi baru diselesaikan?”

Kami dari Tim Advokasi Tanah Adat Buwai Mencurung mengucapkan selamat kepada Bapak Drs Sulpakar, MM, yang dipilih sebagai Penjabata Bupati Mesuji oleh Gubernur Lampung, 22 Mei 2022. Kami berharap jabatan yang diemban dapat mewujudkan Visi Misi Bupati sebelumnya dengan menciptakan rakyat yang aman, sejahtera dan berkeadilan.

Konflik agraria yang berujung konflik sosial masalah utama yang tak kunjung padam di Mesuji. Konflik yang berdarah-darah antara rakyat melawan perusahaan perkebunan sejak zaman Orde Baru sampai sekarang. Dibalik itu, sejak berdiri Kabupaten Tulang Bawang sampai terjadi pemekaran Kabupaten Mesuji, tak satupun Pemimpin yang mampu menyelesaikan masalah yang terus mengancam penghidupan rakyat. Konflik seolah dipelihara dan hanya menjadi komoditas politik semata dari tahun ke tahun.

letak mesujiLetak geografis Kabupaten Mesuji di Provinsi Lampung (Sumber: id.wikipedia.org)

Kelompok rakyat yang selalu menjadi korban, mulai dari masyarakat adat, masyarakat lokal, transmigrasi dari Jawa dan Bali, transmigrasi lokal serta Kampung Moro-moro dan lainnya. Penghidupan rakyat dihancurkan tanpa penyelesaian akar konflik dan pemulihan bencana sosial yang memadai. Konflik menjadi api dalam sekam yang bisa terbakar setiap saat.

Dampak konflik yang menghancurkan penghidupan masyarakat dari segi ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan. Korban nyawa melayang tak terhitung, luka-luka dan bahkan cacat fisik. Ribuan tempat tinggal dan lahan penghidupan petani harus tergusur paksa atau eviction. Fasilitas perusahaan perkebunan sawit mulai dari kantor, alat kerja hingga kendaraan mobil dan motor karyawan terbakar dan dihancurkan massa. Rakyat biasa dan petani maupun karyawan perusahaan diadudomba dengan konflik sosial kurang lebih 35 tahun.

Apakah konflik ini akan dibiarkan sampai 100 tahun kedepan?

Ironisnya, industri ekstraktif perkebunan sawit menciptakan kekisruhan dengan krisis minyak goreng sejak november 2021 sampai sekarang. Jutaan rakyat harus mengantri demi dapatkan minyak goreng. Hal itu dipengaruhi karena adanya monopoli sawit dari hulu ke hilir. Perusahaan menguasai usaha pembibitan dan perkebunan, menguasai pabrik pabrik pengolahan CPO dan mengusai pemasaran minyak goreng baik di tingkat demestik maupun ekspor.

Untuk itu dibutuhkan “revolusi kebijakan” menyelesaikan persoalan bangsa ini. Salah satu langkah dengan memisahkan perusahaan pembibitan dan perkebunan dengan perusahaan pabrik pengolahan CPO sawit. 

Begitupun perusahaan pemasaran produk minyak goreng dipisah baik ditingkat domestik maupun ekspor. Dengan menyelesaikan persoalan ini, maka konflik sosial dan krisis minyak goreng dapat diminalisir kedepan.

tim advokasi mesujiTim Advokasi Tanah Adat Buwai Mencurung, Mesuji Lampung (Foto: Tagar/Dok/Ist)

Berkaitan dengan permasalahan di atas, Kami dari Tim Advokasi Tanah Adat Buwai Mencurung Mesuji mengusulkan kepada Pj Bupati Mesuji yang baru dilantik sebagai berikut:

Pertama, membentuk tim terpadu berkerjasama dengan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Provinsi Lampung, Kementerian ATR/BPN, Kementrian KLHK dan Tim Percepatan Reforma Agraria KSP Presiden untuk ciptakan resolusi konflik agraria di Kabupaten Mesuji.

Perusahaan pemegang tanah-tanah HGU yang menciptakan konflik dengan rakyat harus diakhiri dengan memberi ruang kepada rakyat mengelola perkebunan tersebut. Perusahaan baik Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMND) cukup menciptakan pabrik pengolahan sawit dengan membeli hasil perkebunan rakyat.

Kedua, mewujudkan Kewenangan Desa yang luas untuk menjaga identitas budaya rakyat. Hak asal usul, adat istiadat dan warisan budaya harus ditegakkan sebagai bentuk keragaman identitas sebagai perekat bangsa. Hal itu berdasarkan Peraturan Menteri Kemendes Nomor 02 tahun 2015 tentang kewenangan asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 44 Tahun 2016 tentang Kewenangan Desa.

Ketiga, kajian kebencanaan baik itu bencana sosial maupun bencana alam yang mendalam dan sistematis dengan melibatkan multipihak dari tingkat nasional hingga tokoh masyarakat di Desa. Hal itu berdasarkan Sendai, The Sendai Framework For Disaster Risk Reduction, Undang - Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, dan Peraturan Presiden Nomor 87 tahun 2020 tentang Rencana Induk Penanggulangan Bencana tahun 2020 - 2044

Keempat, segera memulihkan bencana sosial bagi rakyat yang terdampak di sekitar perkebunan ekstraktif baik dari segi ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan.

Disampaikan oleh Tim Advokasi Tanah Adat Buwai Mencurung, Kabupaten Mesuji, Provinsi Lampung, yaitu: Cheril, Yogie TW, Acan, Faisal dan kawan-kawan. []

Inspektur Jenderal Kementerian ATR/BPN Imbau Percepatan Pendaftaran Tanah di Kota Lampung

Negara Sudah Mengakui Hak Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat

Upaya Pemerintah dalam Menyelesaikan Sengketa dan Konflik Pertanahan di Jambi

Beda Jokowi dan Soeharto dalam Memperlakukan Tanah Rakyat

Berita terkait
Upaya Kementerian ATR/BPN Selesaikan Sengketa dan Konflik Pertanahan
Kementerian ATR/BPN yang membidangi pertanahan dan tata ruang, terus melakukan percepatan penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan.